Rabu, 17 Agustus 2011

Sebuah Refleksi Tentang Kemerdekaan Bersama

Setiap tanggal 17 Agustus kita merayakan hari kemerdekaan kita. Dalam perayaaan kali ini di tengah aneka ekspresi, tidak ada salahnya kita hening sejenak untuk merenung dan larut dalam suatu refleksi tentang suatu kemerdekaan bersama.

Di dalam hidup berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat di alam kemerdekaan politik ini kadang kita temui saudara-saudara kita atau mungkin malah diri kita sendiri yang merasa belum merdeka. Kadang kita jumpai secara langsung atau kita lihat melalui berita media massa saudara-saudara kita yang anaknya tidak bisa sekolah karena kendala biaya, buruh migran di luar negeri yang tidak dilindungi, komunitas keagamaan yang tidak bisa menjalankan ibadahnya, dan sebagainya.

Di dalam hidup memang kemerdekaan atau kebebasan satu pihak atau satu entitas bisa menyebabkan ketertindasan pihak lain. Hal itu terjadi antara lain karena kodrat alam yang terbatas, salah satu tanda bahwa alam ini terbatas adalah kematian, kalau tidak ada kematian (sementara kelahiran tetap ada) maka pertumbuhan penduduk akan berjalan secara eksponensial. Memang kita tidak menutup mata adanya pihak tertentu yang berjiwa menindas atau sangat bernafsu menjadikan orang lain sebagai bawahannya atau sebagai subordinatnya. Suatu kemerdekaan bersama adalah dambaan semua orang karena dengan itu kita semua bebas merdeka.

Namun kemerdekaan bersama menuntut kita untuk memahaminya agar kita bisa berperan mewujudkannya atau memperjuangkannya, minimal tidak menyebabkan pihak lain tertindas. Penindasan kadang terjadi karena kesengajaan, kadang terjadi karena ketidak sengajaan. Ketidaksengajaan terjadi karena ketidaktahuan. Bahkan orang saleh pun karena ketidaktahuannya bisa menyebabkan pihak lain tertindas atau membiarkan penindasan sementara ia sendiri sebenarnya memiliki kuasa untuk memerdekaan orang lain itu. Untuk merdeka bersama kita memerlukan pengetahuan dan pencerahan.

Dalam beragama atau berkeyakinan, Pancasila adalah suatu contoh di mana umat beragama bisa merdeka bersama bebas beribadah atau berdoa menurut keyakinannya masing-masing. Oleh karena itu perlu diingat filosfi dan dasar negara kita Republik Indonesia yaitu Pancasila yang seharusnya menjadi rumah yang nyaman bagi kita bersama.

Sementara itu kita tidak bisa mengabaikan kehidupan sosial ekonomi setelah kita merdeka secara politis dari penjajahan asing. Bahkan kemerdekaan dalam bidang sosial ekonomi sangat penting, karena selain menyangkut hajat hidup orang banyak juga menyangkut kebutuhan mendasar seperti pangan, papan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Sayangya kadang seseorang tidak sadar kalau dirinya adalah penindas. Pengetahuan mengenai ekonomi publik kerakyatan sangatlah penting karena pengetahuan itu bisa menilai secara obyektif ada tidaknya penindasan. Dalam hal teori ekonomi makro biososioekonomi menawarkan pengetahuan yang obyektif. Kebebasan atau kemerdekaan berusaha/berbisnis dijamin oleh biososioekonomi, namun biososioekonomi tidak mentolerir rekening T publik yang pincang dimana liabilitas publik jauh lebih tinggi dari asetnya sebagai akibat kepemilikan pribadi yang tidak dikoreksi dengan derma, pajak, dan daur ulang kekayaan individu. Namun demikian biososioekonomi juga tidak setuju dengan penghapusan hak milik pribadi seperti dalam komunisme. Apabila jumlah aset publik sama dengan liabilitasnya atau dengan kata lain jumlah aset publik sama dengan jumlah aset individu itu sudah cukup memberi rasa merdeka bagi semuanya. Hal ini obyektif dan win-win solution.

Namun demikian dalam perjalanannya biososioekonomi sendiri yang notabene menawarkan win-win solution masih sering ditindas dan ditenggelamkan terutama oleh media konvensional (baik cetak atau tv) dan oleh cendekiawan penakut atau cendekiawan tidak jujur atau oleh mafia Berkeley.

Kalau biososioekonomi mengharuskan kekayaan pribadi diredistribusikan tanpa mengenal batas-batas negara maka teori politik seharusnya mengikuti pengetahuan itu demi memenuhi hajat hidup orang banyak. Penindasan terjadi kalau teori politik ngotot dan bersikap kaku bahwa kekayaan pribadi hanya boleh didistribusikan di dalam negara sendiri. Ekonom seharusnya membebaskan diri dari teori politik klasik seperti itu, tanpa itu ekonom bisa menjadi sebab tertindasnya orang lain.

Selain pengetahuan, pengalaman postif juga memperkaya kita tentang kemerdekaan bersama. Pengalaman saya menunjukkan bahwa kita merdeka bersama media alternatif seperti blog, media jejaring sosial dan micro blog. Sampai saat ini saya merasa tidak merdeka berhadapan dengan media konvensioanal. Fakta menunjukkan bahwa blog memang memberi akses yang paling luas terhadap biososioekonomi.

Juga tidak kalah menarik adalah pengalaman pribadi saya bahwa saya (mataram) merdeka bersama NKRI. Dalam pengalaman saya NKRI bukan penindas dan memang seharusnya tercatat bahwa NKRI bukan penindas Mataram. Suatu hal yang harus dimengerti dan diketahui. Bahwa memang ada pejabat pemerintah RI yang tidak baik seharusnya bisa diganti tanpa harus mendirikan negara atau kerajaan baru. Pengalaman ini memperkaya kemerdekaan bersama.

Selain itu yang tidak kalah penting adalah bahwa meskipun kesejahteraan umum terkait dengan rencana TUHAN namun kesejahteraan umum adalah suatu unit kerja tersendiri yang otonom di bawah TUHAN tetapi tidak di bawah unit kerja lain yang sebenarnya lebih tepat disebut divisi keagamaan/kerohanian. Divisi keagamaan dan divisi kesejahteraan umum sama-sama di bawah TUHAN, tidak boleh saling mensubordinasi. Hal ini akan memberikan kemerdekaan bersama.

Kita dalam kapasitas dan jabatan kita masing-masing harus menilai diri kita berdasarkan pengetahuan yang obyektif, apakah kita menindas orang lain atau tidak. Kemerdekaan yang kita bangun adalah kemerdekaan bersama yang win-win solution. Masih adanya penindasan bukan berarti saya menyetujui perjuangan dengan kekerasan. Kita merdeka bersama biosoioekonomi, bersama media alternatif, bersama NKRI dan merdeka di bawah TUHAN.

Tak lupa saya ucapkan:"Dirgahayu Indonesiaku, negri dan bangsaku yang kita sayangi" Semoga semakin sejahtera bagi semuanya. Merdeka!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar