Sabtu, 27 Desember 2008

Di Balik Hiruk Pikuk Ramalan

Seperti biasanya menjelang akhir tahun di berbagai media disajikan ramalan-ramalan tentang tahun mendatang. Apalagi tahun 2009 adalah tahun politik bagi kita karena di tahun itu akan diselenggarakan pemilu legislatif dan pilpres. Hal ini akan membuat hiruk pikuk sajian ramalan tahun 2009.

Di internet tulisan mengenai Ratu Adil dan satrio piningit sangat banyak dan bervariasi dari yang jernih sampai komentar ngawur asal bunyi. Dari yang sejuk membawa damai sejahtera sampai yang seram-seram. Dari yang independen pro kebenaran sampai yang cenderung menunjuk capres tertentu. Media blog yang demokratis menyebabkan aneka tulisan bisa diakses publik di dunia maya.

Akan halnya ramalan, "benda" ini mungkin sudah setua peradaban manusia. Jaman dahulu Firaun pernah bermimpi melihat tujuh ekor lembu gemuk ditelan tujuh ekor lembu kurus, yang ditafsirkan Yusuf sebagai tujuh tahun masa panen berkelimpahan yang akan diikuti tujuh tahun paceklik. Ramalan ini ditindaklanjuti secara konstruktif oleh orang-orang di sekitar ramalan itu dan menghasilkan keadaan yang damai sejahtera.

Sikap salah terhadap ramalan atau nubuat sering tidak menghasilkan kedamaian tetapi kengerian. Tidak sedikit pula yang tidak mempercayai ramalan dan bahkan anti pati terhadapnya.

Pihak-pihak yang merasa terancam dengan ramalan tertentu sering bertindak ekstrim menghasilkan kekerasan. Herodes yang mendengar lahirnya bayi Mesias memerintahkan tentaranya membunuh semua bayi laki-laki yang berusia dua tahun ke bawah. Dalam Babad Tanah Jawi terjadi pertikaian antara Hadiwijaya dengan Danang Sutawijaya (Senapati) karena ramalan yang menyebutkan bahwa di tanah Mataram kan lahir seorang raja besar. Baik Hadiwijaya maupun Senapati adalah orang asing di bumi Mataram. Dalam film The Omen, Damien tokoh triple six dalam film fiksi tersebut, memerintahkan membunuh semua bayi laki-laki yang lahir pada tanggal 24 Maret atau 23 Maret malam, karena satu di antaranya diyakini sebagai bayi Kristus yang akan menentang kekuasaan triple six. Seorang rohaniwan dalam film tersebut menjawab dengan benar bahwa Yesus Kristus tidak datang sebagai bayi, tetapi sebagai orang dewasa. Menurut saya rohaniwan itu benar karena iman Semitik (Abrahamik) tidak mempercayai reinkarnasi.

Di tengah hiruk pikuk ramalan, orang sering melupakan satu hal yang penting. Memang suatu peristiwa besar sering sudah diramalkan sebelumnya baik oleh orang suci atau peramal yang dianggap kafir. Demikian juga rencana besar Tuhan biasanya sudah ditulis dalam Kitab Suci. Tetapi di balik hiruk pikuk itu ada yang paling penting yaitu pesan damai Tuhan. Kelahiran Bayi Yesus dan bintang Betlehem tidak hanya menarik perhatian tiga orang majus dan menghebohkan penduduk Yerusalem tetapi disertai pesan damai Tuhan melalui malaikat kepada para gembala: "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." Tidak sedikit orang-orang yang dipilih Tuhan untuk menerima pesan damai-Nya adalah orang-orang sederhana seperti para gembala itu.

Kondisi damai sejahtera di bumi adalah kondisi yang memang direncanakan Tuhan. Tuhan tidak hanya menciptakan Surga di langit tetapi juga damai sejahtera di bumi. Kebahagiaan Mempelai Laki-laki (Tuhan) terjadi manakala mendapati mempelai perempuan (manusia) tidak hanya gigih dan vokal menentang triple six_akar ketidakadilan ekonomi sosial di bumi_ tetapi juga menangkap pesan damai-Nya dan berkomitmen untuk mewujudkannya. Mereka tidak lagi belajar perang (Yes2:4). Bagi saya pribadi ayat Yesaya 2:4 bukan sekedar visi perdamaian atau nubuat, tetapi sesuatu yang lengkap menyeluruh yaitu nubuat, visi perdamaian, komitmen, sekaligus pengalaman spiritual dan kisah nyata. Puteri Sion sejati sudah tidak lagi belajar perang, bukan orang yang memombardir penduduk Palestina dengan senjata-senjata yang mematikan. Juga tidak bisa ditiru uapaya membunuh Damien (triple six) seperti dalam film The Omen tersebut karena Tuhan masih memilki kuasa untuk menjatuhkan tulah dan hukuman ke bumi.

Saya lahir di suatu desa yang disebut Merbau Mataram pada tanggal 22 Maret malam hari mirip bayi laki-laki_yang akan menentang triple six_yang dicari-cari dalam film The Omen. Desa tempat kelahiran saya adalah sebuah desa di Lampung yang didirikan oleh pemerintah RI dan pejuang kemerdekaan RI, para veteran. Mereka telah "mengubah" alat-alat perang menjadi alat-alat pertanian hidup normal sebagai warga sipil. Meskipun tidak semua dari mereka mengenal pesan damai Tuhan melalui nabi Yesaya, tetapi mereka telah ambil bagian dalam karya Tuhan.

Di antara mereka yang pindah dari Pulau Jawa dan membangun serta tinggal di desa Merbau Mataram adalah penduduk pewaris Mataram lama (Perdikan Mangir). Maka tidak akan ada lagi perang pembebasan Mataram. Damai sejahtera di bumi adalah pesan dan kehendak Tuhan yang utama seperti yang difirmankan dalam Yesaya 65:25 "Serigala dan anak domba akan bersama-sama makan rumput, singa akan makan jerami seperti lembu dan ular akan hidup dari debu..."

Di tengah hiruk pikuk ramalan, Tuhan menghendaki kedamaian. Damai di bumi, damai di hati. Selamat Natal bagi yang merayakannya. Tuhan memberkati Anda semua.



Rabu, 17 Desember 2008

(Sudah) Bekerja Tanpa Secuil Kekuasaan

Banyak yang menduga sebelumnya bahwa pemenang Pilpres 2004 yang lalu adalah seorang satrio piningit. Bagi kebanyakan orang, untuk bisa bekerja, satrio piningit memerlukan kekuasaan semacam lembaga kepresidenan. Padahal sebenarnya tidak begitu. Tanpa secuil kekuasaan pun saya sudah bekerja dan tetap akan bekerja, karena tugas saya hanya memberi peringatan. Selanjutnya Tuhan sendiri yang akan menyelesaikannya.

Sekedar memberi peringatan pun sebenarnya bukan suatu pekerjaan mudah. Suatu peringatan disampaikan kepada publik memang ada dasarnya tidak asal omong atau asal tulis. Hal ini tentu memerlukan suatu hubungan yang dekat dengan Tuhan. Hubungan yang dekat dengan Tuhan itu pertama-tama bukan karena saya lebih hebat atau lebih suci dari yang lain tetapi karena saya dipilih Tuhan atau ketiban pulung dan kemudian ditarik mendekati-Nya. Kebetulan latar belakang sejarah saya mendukung untuk itu. Saya terlahir sebagai hasil perkawinan antara orang Mangir (Kali Progo) dan orang kota Yogyakarta (Kali Opak) yang legendaris itu. Menurut arkeolog UI, Supratikno Rahardjo, dalam bukunya Peradaban Jawa, banyak peninggalan sejarah ditemukan di lima Kabupaten yaitu Temanggung, Magelang, Bantul, Sleman, dan Klaten yang wilayahnya di sekitar antara kedua sungai itu. Penemuan benda bersejarah berupa emas yang spektakuler ditemukan di Situs Wonoboyo, juga dalam areal tersebut. Wilayah itu memang diperkirakan sebagai pusat peradaban Mataram Kuno.

Suatu peringatan yang saya sampaikan juga kadang-kadang akan bersinggungan dengan orang atau lembaga yang mungkin menimbulkan friksi. Tentu dibutuhkan seni tersendiri untuk menyampaikannya kepada publik, selain sikap konsisten pada jalur yang saya tekuni yang ditetapkan Tuhan. Suatu peringatan yang lugas memang akan sampai sebagaimana peringatan itu dimaksud, tetapi mungkin akan menyinggung beberapa orang atau lembaga. Sedangkan suatu peringatan yang disampaikan secara tersamar (halus) memang tidak menyinggung pihak lain, tetapi sering tidak dipahami sebagaimana peringatan itu dimaksud. Dalam pengalaman hidup saya malah sering terjadi adanya pihak lain yang nylonong memasuki jalur yang ditetapkan Tuhan bagi saya. Hal itu terjadi karena pihak lain tidak tahu kalau jalur yang saya tekuni ini ada orangya. Mungkin juga mereka merasa direndahkan martabatnya kalau harus berdialog dengan orang (yang notabene bukan lembaga atau mewakili lembaga). Atau mungki n juga merasa jalur saya ini ada di bawah kekuasaannya. Sangatlah baik kalau masing-masing pihak berada pada jalurnya masing-masing. Dan saya tetap akan berusaha pada jalur yang ditetapkan Tuhan bagi saya, yaitu kesejahteraan publik. Meskipun dekat dengan Tuhan saya akan menghindari pembicaraan mengenai Surga, jalan ke Surga, atau ritual keagamaan karena hal itu wewenang pihak lain. Menurut hemat saya, Raja Saul koncatan wahyu keprabon karena merangkap pekerjaan imam. Rangkap-rangkap pekerjaan atau rangkap klaim semacam itu tidak akan saya lakukan. Saya tahu pantangannya.

Kalau memberi peringatan saja sudah meupakan pekerjaan besar yang membutuhkan konsentrasi dan seni mengapa harus mencari kekuasaan? Pengalaman saya mengatakan bahwa ketika peringatan yang saya sampaikan diabaikan, Tuhan telah bertindak. Jadi tidak perlulah kekuasaan itu. Saya termasuk orang yang percaya bahwa kuasa Tuhan untuk menjatuhkan hukuman ke bumi itu benar-benar nyata, tidak memerlukan tangan-tangan manusia sebagai eksekutornya. Keyakinan seperti inilah yang seharusnya menjadi titik pangkal perdamaian. Saya tegaskan lagi: Tidak memerlukan tangan-tangan manusia sebagai eksekutornya.

Semua tulisan dalam blog saya yang saya beri label spiritual tentu bersifat spiritual, tidak bisa dibaca sbagai peringatan eksakta seperti membaca peringatan dari lembaga seperti BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) atau badan pengawas kegunungapian. Namun demikian peringatan spiritual itu saya sampaikan karena saya meyakini kebenarannya.

Wibawa sebuah peringatan spiritual bukan terletak pada saya yang menyampaikannya tetapi terletak pada kesesuaiannya pada kehendak Tuhan. Memang, saya harus mengakui bahwa saya tidak berdialog secara fisik langsung dengan Tuhan. Tak ada tuntutan bahwa mempelai perempuan (manusia) adalah orang yang langsung berdialog dengan Tuhan. Justru tradisi Yahudi mengatakan bahwa Mempelai Laki-laki (Tuhan) tidak berbicara langsung dengan mempelai perempuan kecuali melalui sahabat-sahabat-Nya yaitu para nabi, rasul, dan penulis Kitab Suci. Dari Kitab Suci itulah peringatan itu saya sampaikan.

Sekali lagi perlu saya sampaikan bahwa menyampaikan peringatan saja sudah merupakan pekerjaan besar yang membutuhkan ketekunan dan kecermatan. Sebagai orang Jawa saya harus tahu diri dimana porsi saya. Saya tidak akan mengambil posisi sentral Tuhan,dengan rangkap pekerjaan, tidak akan menduduki takhta Tuhan, serta tidak akan mengambil porsi Tuhan sebagai eksekutor. Porsi saya hanya memberi peringatan.




Sabtu, 06 Desember 2008

Mengarusutamakan Demokrasi Ekonomi dan Gerakan Dunia Baru

Salah satu hal yang memrprihatinkan saya adalah adanya suatu anggapan dalam masyarakat bahwa diberlakukannya demokrasi politik tidak membawa kepada kesejahteraan umum. Sebagian anggota masyarakat malah terkena suatu "virus" yang oleh Prof Dr. Mubyarto (alm) disebut sebagai virus SARS (saya amat rindu Soeharto).

Saya, meskipun tidak dipilih melalui prosedur demokrasi, tetapi sangat menghargai demokrasi. Sudah sering saya sampaikan dalam tulisan-tulisan saya agar kita tetap mempertahankan demokrasi politik di NKRI. Meskipun mempunyai hak atas takhta dan bumi Mataram (wilayah yang membentang antara Kali Progo dan Kali Opak), saya tidak akan menggugat perampasan dan penjajahan atas bumi Mataram. Perlu diketahui bahwa bagi saya NKRI bukanlah penindas. Justru NKRI adalah salah satu king maker-nya meskipun tanpa disadari dan tanpa sengaja. Bagi saya NKRI sebagai negara demokrasi modern yang berdasar Pancasila, hukum, yang mengahrgai pluralitas (Bhinneka Tunggal Ika) dan menghargai hak asasi manusia, sudah final. Tidak prlu ada Negara atau Kerajaan Mataram.

Dalam berbagai tulisan, saya mengatakan bahwa kesengsaraan rakyat terjadi karena tidak adanya demokrasi ekonomi, bukan karena diberlakukannya demokrasi politik. Founding father kita, Bung Hatta mengatakan bahwa kalau di samping demokrasi politik tidak ada demokrasi ekonomi maka rakyat tetap dalam kondisi terjajah. Konstitusi NKRI juga menyebutkan perlunya demokrasi ekonomi agar tidak terjadi penumpukan asset pada segelintir perusahaan atau individu.

Dengan dirumuskannya teori makro biososioekonomi, wujud dari demokrasi ekonomi itu menjadi terang benderang. Menjadi jelas. Bila Marx menganggap bahwa laba adalah hasil eksploitasi buruh maka biososioekonomi beranggapan bahwa laba itu berasal dari konsumen dan harus dikembalikan kepada konsumen (semua orang tanpa sekat-sekat primordial, sektarian, dan tanpa sekat-sekat negara). Tentu yang "diwajibkan" mengembalikan akumulasi laba (kekayaan) bukanlah perusahaan tetapi individu, karena individu adalah juga homo socius sementara institusi bisnis tidak bisa menjadi lambaga sosial.

Daur ulang kekayaan individu dalam biososioekonomi adalah wujud nyata demokrasi ekonomi itu. Kekayaan yang berlimpah (sebagai akumulasi laba) memang seharusnya tidak diwariskan kepada keturunan pemilik kekayaan. Kalau demokrasi politik membatasi kekuasaan eksekutif dengan UU dan periodenya dibatasi, serta tidak diwariskan kepada pemilik kekuasaan maka demokrasi ekonomi juga harus mencegah pewarisan kekayaan berlimpah itu. Memang mencegahnya tidak dengan UU atau hukum positif negara sebagaimana saya usulkan dalam buku saya Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia. Tetapi kritik terhadap pewarisan kekayaan berlimpah harus diartikulasikan dengan lugas sehingga dipahami dan diketahui semua pihak. Kemudian menjadi arus utama.

Kita semua yang berkeinginan untuk mewujudkan masa depan yang lebih sejahtera, lebih stabil, dan lebih damai, perlu bekerjasama untuk mengarusutamakan demokrasi ekonomi secara damai. Semua pihak bisa berperan dalam posisi, kapasitas, dan profesinya masing-masing untuk ikut serta. Sekedar tahu dan memahami demokrasi ekonomipun sebenarnya sudah berperan ikut mengarusutamakan demokrasi ekonomi meskipun peran itu sangat minimal. Paling tidak dengan mengetahui dan memahami demokrasi ekonomi, seseorang tidak bisa dikaburkan oleh pandangan yang mengatakan bahwa kesengsaraan rakyat terjadi karena diberlakukannya demokrasi politik.

Antara saya dan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM terdapat kesamaan namun juga perbedaan. PUSTEK UGM tersebut termasuk institusi yang tanggap pada kebutuhan rakyat banyak. Pada tanggal 31 Desember 2008 lembaga itu akan meluncurkan "Panduan Demokrasi Ekonomi untuk Pemilu 2009" baik cetak maupun webpage. Rencana peluncuran itu perlu saya tulis di sini sebagai partisipasi dalam mengarusutamakan demokrasi ekonomi. Sebagaimana saya berpartisipasi dalam program campaign Oxfam, saya pun perlu berpartisipasi untuk mengarusutamakan demokrasi ekonomi meskipun antara saya dan pusat studi itu mungkin memilki perbedaan.

Selain itu tak lupa pula untuk mengarusutamakan Gerakan Dunia Baru. Istilah Gerakan Dunia Baru dikemukakan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam Konferensi ke-4 Aliansi Strategis Rusia-Dunia Islam. Gerakan Dunia Baru ini merupakan jalan tengah non kekerasan. Ini perlu diingatkan lagi karena masih ada kelompok-kelompok yang memakai kekerasan seperti terjadi pada penyerangan Hotel Taj Mahal Mumbai India baru-baru ini.

Dalam berbagai agama den kebudayaan, sepanjang yang saya tahu, kedermawanan tidak hanya dibatasi 10% dari penghasilan atau kekayaan. beberapa orang Islam menyadari bahwa menerima atau mewariskan kekayaan berlimpah ruah pantas dihukum di neraka. tetapi pandangan ini belum menjadi arus utama. Di dalam Katolik sebagian orang juga sadar mewariskan atau menerima kekayaan berlimpah identik dengan triple six. Tetapi hierarki Gereja Katolik belum melarangnya.

Agama Budha sepanjang yang saya tahu juga tidak membatasi kedermawanan hanya 10%. Kisah Pangeran Sidharta yang meninggalkan istana untuk menjadi pertapa telah dikenal oleh nasyarakat Jawa ketika Candi Borobudur dibangun. Sebagian orang Yahudi memang beranggapan bahwa bederma 10% saja sudah cukup. Akan tetapi hal itu pernah dikritik Yesus Kristus. Orang Jawa tidak membatasi kedermawanan hanya cukup10% saja. Dalam tulisan saya di blog ini saya juga mengingatkan kembali orang Jawa.

Dengan melarang pewarisan kekayaan berlimpah ruah dan tidak membatasi kedermawanan hanya 10%, para pemimpin agama dan pusat pengaruh dalam masyarakat sudah mengambil perannya masing-masing dalam mengarusutamakan Gerakan Dunia Baru yaitu jalan tengah yang damai. Kita semua berharap agar peran itu segera dilaksanakan. Terlalu banyak sudah korban berjatuhan. Kita juga menghadapi krisis ekonomi dan keadaan suram tahun depan.

Dua hal penting yang akan kita lakukan tahun depan adalah mengarustamakan demokrasi ekonomi dan gerakan dunia baru. Dengan ikut menyebarluaskan tulisan ini Anda juga sudah ikut berpartisipasi untuk mengarusutamakan dua hal di atas untuk menggapai masa depan yang lebih adil, lebih sejahtera, lebih stabil, dan lebih damai. Ketidaksejahteraan terjadi bukan karena diberlakukannya demokrasi politik tetapi karena tidak adanya demokrasi ekonomi. Tidak semua orang tahu apa itu demokrasi ekonomi apa itu biosoioekonomi.

Tulisan ini merupakan upaya saya membayar hutang budi saya pada NKRI dan demokrasi politik. Saya tidak bisa membayangkan apa jadinya kalau saya lahir di Yogyakarta, saya beruntung lahir di Lampung. Saya juga tidak bisa membayangkan buku saya bisa terbit dalam masa pemerintahan otoriter Orba. Kita tidak perlu lagi kembali ke masa otoriter Orba. Sudah terlalu banyak korban yang berjatuhan untuk mereforamsi sistem yang otoriter itu entah pada tahun 1998 tahun 1996 ("kuda tuli") atau pada kesempatan lain. Korban itu tidak perlu lagi.