Jumat, 27 April 2012

Perang Dagang dan Globalisasi

Perang dagang, perang kurs, atau perang ekonomi sering terjadi dalam hubungan antar negara. Menurut hemat saya terjadinya perang dagang atau perang ekonomi tersebut dikarenakan kita menggunakan teori ekonomi konvensional dan filsafat politik konvensional. Hal semacam itu sudah saya tulis dalam buku saya Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia (2004) khususnya halaman 38-48. 

Di dalam filsafat politik konvensional redistribusi aset ke luar negeri tidak dimungkinkan, kalau pun ada jumlahnya atau persentasenya kecil. Teori ekonomi konvensional (neoklasik atau keynesian) mengandung banyak kelemahan kalau diterapkan dalam tataran publik global. Salah satu kelemahan teori ekonomi konvensional adalah tidak membedakan orang dengan perusahaan. 

Pada dasarnya persoalan yang mendasari perang ekonomi atau perang dagang adalah ketidakseimbangan. Akar dari ketidakseimbangan adalah pada hubungan antar individu atau orang yang mendapatkan laba dan kekayaan lebih dari yang lain. Untuk itu kita harus melihatnya dengan ilmu-ilmu dasar seperti matematika atau statistika. Pada hakekatnya laba dan akumulasinya itu ada karena konsumen membayar lebih tinggi. Tanpa ada pengembalian akumulasi laba kepada konsumen (publik) sesuai prinsip biososioekonomi maka ketidakseimbangan itu akan tetap ada. Tentu seperti yang sering saya jelaskan bahwa yang mengembalikan akumulasi laba itu adalah orang bukan perusahaan karena orang bisa bersifat homo economicus sementara perusahaan tidak mungkin menjadi lembaga sosial. Pajak yang dibayarkan perusahaan terbatas persentasenya. Secara matematis sangat jelas bagi yang memiliki kecerdasan memadai dan memahami matematika.  Persoalannya tampak jelas. 

Ekonomi publik kerakyatan bukan dimulai dengan investasi, eksploitasi, atau peningkatan PDB. Ekonomi publik dimulai dengan menarik pajak, bederma, mulai mendaur ulang aset privat seperti harapan biososioekonomi. Dengan persentase atau tarif pajak terbatas maka perusahaan bisa ditarik pajaknya. Namun tanggung jawab utama pada orang. Kekayaan daur ulang itu bisa didistribusikan ke seluruh dunia tanpa sekat negara atau sekat sektarian-primordial.

Semoga tulisan sederhana ini bisa mengingatkan apa yang telah saya tulis di buku saya. 

Jumat, 20 April 2012

Harus Sampai Menjual Harta

Rencana pemerintah mengubah Undang-undang perpajakan untuk menarik pajak kekayaan harus kita dukung. Pertama, karena nisbah pajak kita masih rendah yaitu 12,3%. Nisbah pajak atau tax ratio adalah perbandingan antara jumlah pajak yang diterima pemerintah dibanding angka PDB tahun bersangkutan. Kemampuan keuangan pemerintah mengatasi masalah dan liabilitas publik bukan tergantung besarnya nominal pajak diterima atau PDB tapi pada tax ratio-nya karena sisa penghasilan yang tidak dibayarkan sebagai pajak akan menjadi liabilitas publik. Jadi dalam hal ini wajar perlunya peningkatan tax ratio. Suatu tindakan yang secara obyektif benar.

Kedua, pajak kekayaan berbeda dengan pajak penghasilan. Kekayaan adalah suatu bentuk akumulasi laba atau akumulasi kelebihan penghasilan yang sudah mengendap, diinvestasikan kembali, atau dinikmati selama bertahun-tahun. Hanya orang kaya yang memiliki kelebihan penghasilan atau laba. Orang miskin atau menengah yang penghasilannya terbatas sulit mengakumulasikan kekayaan karena penghasilannya habis untuk memenuhi hidup sehari-hari. Jadi rencana pemerintah menarik pajak kekayaan seharusnya merupakan bagian dari upaya mewujudkan demokrasi ekonomi. Tentu pajak kekayaan harus dimulai dari atas, bukan tengah.

Secara matematis kalau pajak kekayaan mau dipakai untuk mewujudkan demokrasi ekonomi maka dalam kasus tertentu seseorang harus sampai menjual hartanya untuk membayar pajak. Ambillah contoh misalnya seseorang memiliki kekayaan berupa saham senilai Rp 120 miliar, property Rp 60 miliar, dan deposito termasuk tabungan senilai Rp 20 miliar. Kalau seandainya pajak yang harus dibayarkan adalah Rp 60 miliar maka ia harus menjual sebagian hartanya karena deposito dan tabungannya hanya Rp 20 miliar.

Salah satu indikator bahwa demokrasi ekonomi berjalan adalah kalau pembayar pajak harus membayar pajak dengan menjual hartanya. Pajak yang dibayar dengan uang tanpa menjual harta pastilah persentasenya kecil.

Secara matematis obyektif untuk mewujudkan demokrasi ekonomi memang harus seperti itu. Namun secara psikologis perlu persuasi dan pendekatan agar tidak menimbulkan penolakan atau resistensi. Perlu kerja sama dengan pusat pengaruh dalam civil society. Selain itu pejabat publik juga harus memperbaiki diri dan mereformasi dirinya dan aparat di bawahnya termasuk tidak korupsi. Pejabat publik harus membuang jauh sikap feodal dan gaya hidup boros. Ia harus menyadari bahwa dirinya adalah pejabat publik yang bertugas melayani publik. Kita semua harus sadar bahwa kita hidup di republik, suatu negara demokrasi modern bukan kerajaan feodal. 

Semoga tulisan singkat ini dimengerti. Tuhan memberkati niat baik dan upaya baik kita semua.

Jumat, 13 April 2012

Internasionalisme Yang Adil dan Beradab

Aktif di media sosial seperti Twitter membuat saya mengenal berbagai pandangan dan ideilogi banyak orang, di antaranya adalah internasionalisme. Para pengikunya menguasai bahasa asing dan banyak membaca buku. 

Mungkin justru karena banyak membaca buku sehingga  mereka melupakan hal-hal mendasar seperti statistika, matematika, akuntansi, dan fisika. Tidak semua buku menggunakan ilmu-ilmu dasar tersebut sebagai landasan berpikirnya. Sebagai contoh konsep PDB dan pertumbuhan PDB yang dikritik tajam oleh cendekiawan kritis, sering menjadi paradigma yang mendasari banyak buku baik buku ekonomi atau bukan. Gambaran ekonomi makro seperti pabrik raksasa telah membutakan banyak ekonom akan pentingnya akuntansi. Mungkin menggelikan atau menjengkelkan bahwa seorang ekonom tidak memahami akuntansi. Tetapi hal itu adalah kenyataan yang kita jumpai sehari-hari di sekitar kita entah tercermin dari opininya di media massa atau melalui media sosial seperti Twitter.

Bagi para penganut internasionalisme, bukan hanya pertumbuhan ekonomi global yang dikejar tetapi juga kebebasan mengeksploitasi sumber daya alam di negara mana pun. Akibatnya bukan hanya kerusakan lingkungan hidup tetapi juga terjadinya ketimpangan di mana liabilitas publik jauh di atas asetnya yang ujung-ujungnya mengakibatkan ketidakstabilan makro ekonomi, merosotnya daya beli rakyat, dan kesenjangan kaya-miskin yang melebar.

Internasionalisme sebenarnya bukan hal yang jelek kalau ia terbuka pada keadilan distributif yang hakiki yang menyadari bahwa semua aset individu adalah liabilitas bagi publik sebagaimana dijelaskan teori ekonomi makro baru biososioekonomi. Internasionalisme yang adil dan beradab adalah internasionalisme yang menjaga keseimbangan makro di mana aset publik tidak lebih kecil dari liabilitasnya. Biososioekonomi adalah pedomannya. Ekonomi publik seperti biososioekonomi tidak dimulai dengan investasi dan eksploitasi sumber daya alam tetapi dimulai dengan mengembalikan akumulasi laba kepada publik dengan membayar pajak kekayaan, derma, dan daur ulang aset pribadi.

Meredistribusikan aset privat ke luar negeri (tanpa batas negara) seharusnya menjadi gerakan bagi internasionalisme baru yaitu internasionalisme yang adil dan beradab. Ketika tsunami melanda Asia 26 Desember 2004 bantuan pribadi datang dari berbagai negara.

Kita patut bersyukur bahwa gempa bumi  kembar di atas 8 SR yang terjadi di Aceh 11 April 2012 ini  tidak banyak memakan korban jiwa. Akan tetapi redistribusi aset privat tanpa sekat negara yang didasari biososioekonomi seharusnya dijalankan. Tanpa menunggu bencana. Tidak diperlukan bencana untuk suatu redistribusi aset ke seluruh dunia tanpa sekat.

Semoga tulisan ini dimengerti. Bagi pendatang baru di blog ini yang belum mengerti silakan baca postingan lain di blog ini. Banyak komentar tidak bermutu muncul karena komentatornya tidak membaca postingan lain, padahal di postingan lain ada penjelasannya.

Sabtu, 07 April 2012

Selamat Hari Raya Paskah 2012

Selamat Hari Raya Paskah 2012 bagi umat Kristiani. Semoga karya dan teladan Tuhan Yesus membuat hati kita tersentuh dan tergerak untuk berbagi kepada sesama sehingga kegembiraan Paskah dirasakan semua orang penduduk Bumi.

Kamis, 05 April 2012

Pelajaran dari Penolakan Kenaikan Harga BBM

Penolakan masyarakat terhadap rencana kenaikan harga BBM sebenarnya memberi pelajaran bagi kita semua. Pelajaran itu sangat berharga. Pertama, BBM menyangkut hajat hidup orang banyak. Kalau harga BBM naik, harga barang dan jasa juga naik.

Kedua, menaikkan harga BBM seharusnya tidak dilakukan ketika daya beli rakyat dalam kondisi lemah. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa tingginya daya beli rakyat tidak tergantung pada tingginya angka PDB (produk domestik bruto) tapi pada persentase dikembalikannya laba pada publik sesuai biososioekonomi yang adalah suatu demokrasi ekonomi dalam paradigma baru. Ketika demokrasi ekonomi itu belum terwujud, belum mapan, maka rencana kenaikan harga BBM akan mengalami penolakan.

Ketiga, pelajaran yang sangat berharga adalah  bahwa meredistribusikan aset pribadi ke luar negeri tidak akan melemahkan ekonomi negara asal aset pribadi tersebut. Aset pribadi adalah manifestasi dari akumulasi laba selama bertahun-tahun, puluhan atau ratusan tahun bahkan. Ketika aset itu dikembalikan kepada publik secara global sesuai biososioekonomi maka maka daya beli konsumen (rakyat) di seluruh dunia akan terjaga. Pada saat kondisi mapan seperti itu, meski harga premium secara nominal naik menjadi Rp 7.000 per liter misalnya tidak akan membebani rakyat karena daya beli rakyat tinggi. Usaha eceran pompa bensin asing tetap bisa hidup. Memang dalam hal ini kita memerlukan organisasi konsumen sosial untuk mengembalikan dan nredistribusikan aset pribadi tadi secara global tanpa sekat nefara dan tanpa sekat sektarian sesuai prinsip-prinsip biososioekonomi. Bagi yang memahami matematika sebenarnya mudah memahami logika ini. Kuncinya adalah membedakan individu (manusia) dengan institusi bisnis. Yang mengembalikan aset pribadi tadi adalah orang bukan institusi bisnis karena orang juga bersifat homo socius bukan hanya homo economicus.

Semoga tulisan sederhana ini dipahami. Bagi yang belum memahaminya perlu membaca dan  menyimak artikel lain di blog ini.