Kamis, 30 Oktober 2008
My Short Comment: Mengarusutamakan Gerakan Dunia Baru
Ekonomi Dunia Oktober 2004, dan seminar telah dilakukan pada tgl 2/11/2004 dalam seminar bulanan ke-22 yang diselenggarakan PUSTEP-UGM. Rekan-rekan dari Muhammadiyah juga berpartisipasi dalam seminar itu. Menurut buku saya akar ketidakadilan adalah pewarisan kekayaan berlimpah pada keturunan pemilik kekayaan. Mengenai hal ini seorang peserta seminar dari Muhammadiyah berkomentar: "Pewarisan kekayaan berlimpah ruah itu tempatnya neraka."Akhir-akhir ini saya sering menggunakan istilah triple six untuk menunjuk kekayaan berlimpah dari warisan. Citra triple six sangat seram akibat dari kotbah atau pengajaran yang disampaikan para klerus maupun pelayan firman baik dilingkungan Katolik maupun Protestan sehingga kaget kalau saya mengatakan bahwa triple six adalah kekayaan seorang raja di masa lalu yang diperoleh dari warisan yang besarnya 666 talenta emas seperti dicatat Kitab 1Raj10:14 maupun Kitab parelnya 2Taw 9:13.
Oleh karena itu, menurut saya,yang paling penting adalah mengarusutamakan Gerakan Dunia Baru itu.
Rabu, 29 Oktober 2008
My Short Comment: Keynes itu Jadul!
Selasa, 28 Oktober 2008
Krisis Ekonomi: Perlu Kerjasama Pemerintah & Civil Society
global untuk itu. Disarankan agar pemerintah selain memakai cara-cara konvensional juga memakai cara berpikir bioekonomi. Pemerintah perlu bekerjasama dengan pusat-pusat pengaruh dalam civil society baik nasional maupun global agar anggota masyarakat terutama yg berkelimpahan harta dari warisan (kategori triple six) mau meningkatkan etos sosialnya secara drastis. Manusia tidak hanya homo economicus tetapi juga homo socius yang rela kehilangan peluang meraih laba atau bahkan rela berkurang hartanya demi menanggung krisis. Beban krisis jangan ditimpakan rakyat kecil. Sementara civil society perlu menyiapkan diri. Kebersamaan dalam keanekaragaman inilah yang seharusnya menjadi spirit perayaan Sumpah Pemuda, bukan semangat menghasilkan produk UU yg sektarian primordial.
Kamis, 23 Oktober 2008
Peringatan dan Pesan untuk Orang Jawa: Terhindar Kutukan, Memasuki Jaman Keemasan
From: Hani Putranto Hani Putranto |
Rabu, 22 Oktober 2008
Misteri Laba dan Kesengsaraan Rakyat
From: Hani Putranto Hani Putranto |
Minggu, 19 Oktober 2008
Wahyu Keprabon
"Wahyu untuk Rakyat"
Sudah sejak tahun 2003 saya mengingatkan media massa agar tidak mengkait-kaitkan satrio piningit dan wahyu keprabon itu dengan jabatan Presiden RI. Namun agaknya peringatan saya tidak direspon. Tulisan saya tidak dimuat. Kumpulan tulisan saya itu kemudian saya satukan bersama beberapa tulisan saya mengenai bioekonomi dan demokrasi ekonomi. Saya satukan di bawah judul "Wahyu untuk Rakyat, Kilas Balik Sikap dan Pemikiran Saya". Dalam kumpulan tulisan saya itulah saya jelaskan perihal satrio piningit dan wahyu keprabon secara panjang lebar. Saya masih mempertimbangkan apakah kumpulan tulisan saya "Wahyu untuk Rakyat" itu akan saya tampilkan dalam blog saya ini atau diterbitkan sebagai buku. Copy naskahnya memang saya sebarkan ke beberapa pihak bersama buku saya Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia (2004).
Beberapa pihak yang saya kirimi copy tulisan saya "Wahyu untuk Rakyat" itu adalah (urut abjad): Dr. Daniel Sparinga (Unair), Darmanto Jatman (Undip), Daud Sinjal (Harian Sinar Harapan), Harmanto Eddy Jatmiko (majalah Swasembada), Prof. Dr. Hembing Wijaya Kusuma (Majalah Misteri), Drs. Kwik Kian Gie (Ekonom), Permadi, SH(Anggota DPR-PDIP), Rosiana Silalahi (SCTV), Prof. Dr. Ryaas Rasyid (IIP, Anggpta DPR), Pustaka Sinar Harapan, Dr. Sukardi Rinakit (Soegeng Sarjadi Syndicate), Tabloid Sabda, dan Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Khusus yang saya kirimkan kepada Prof. Dr. Ryaas Rasyid adalah edisi baru.
Selain kepada Prof Dr. Ryaas Rasyid, saya mengirimkan tulisan saya "Wahyu untuk Rakyat" edisi baru dalam bentuk soft copy melalui e-mail kepada Albert Kuhon (wartawan), Prof. Dr. Ir. Hariyadi (FTP-UGM), dan Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwijaya (IPB).
Satrio Piningit
Mengenai satrio piningit itu terlalu panjang untuk diungkapkan dalam artikel pendek ini. Tetapi pada dasarnya seperti dikatakan banyak orang yaitu akan membawa Indonesia keluar dari krisis. Dalam ruang yang sempit ini dengan segala kerendahan hati saya, saya perlu menceritakan tentang satrio piningit itu.
Sepuluh tahun yang lalu saya tidak memahami apa itu satrio piningit. Persepsi saya mengenai satrio piningit adalah seseorang yang secara khusus disiapkan oleh penguasa Orba secara sembunyi-sembunyi untuk menggantikannya. Sekitar tahun 2001 teman kantor saya mengatakan bahwa satrio piningit itu adalah orang yang akan membawa Indonesia keluar dari krisis. Secara kebetulan saya menemukan buku Satrio Piningit di sebuah toko buku di Pondok Indah. Baru setelah saya membaca buku Satrio Piningit karya Kusumo Lelono terbitan GPU itu pemahaman saya mengenai satrio piningit menjadi jelas.
Dari gambaran mengenai satrio piningit dalam buku itu saya merasa bahwa diri saya mirip gambaran itu. Tetapi saya tidak mau dianggap GR (gegedhen rumangsa=memiliki perasaan berlebihan).
Sampai suatu saat, yaitu 4 Juli 2002 saat usia saya 35 tahun, saya berhasil membaca nama saya tersandi dalam mimpi penduduk Bantul (DIY). Nama yang tersandi itu memang bukan nama kecil saya Hani Putranto tetapi R. Hani Japar yang tersandi dalam nama RA Parjinah. Dalam mimpi itu RA Parjinah dianggap sebagai anak pasangan Pambayun-Ki Ageng mangir (Mengenai mimpi ini bisa dibaca dalam buku Bayang-bayang Ratu Adil karya Sindhunata). Menurut hemat saya hal itu adalah wangsit, dan wangsit itu adalah sah karena yang mimpi maupun yang mempublikasikan mimpi itu bukan saya. Mereka tidak kenal secara pribadi dengan saya. Kalau yang mimpi saya, justru wangsit itu tidak sah karena orang lain tidak bisa meng-cross chek-nya. Tradisi Yahudi mengatakan bahwa kesaksian yang berasal dari diri sendiri tidaklah sah.
Sejak saat itu saya memiliki keyakinan bahwa satrio piningit yang sejati itu adalah saya. Hal ini bukanlah suatu ke-GR-an terlebih-lebih setelah saya tuntas merumuskan teori biososioekonomi. Satrio piningit dan wahyu keprabon itu tidak ada kaitannya dengan jabatan presiden RI. Presiden RI hanya memerlukan legitimasi demokrasi tidak memerlukan legitimasi wahyu.
Kepercayaan mengenai wahyu keprabon ada pada ranah budaya Jawa, tidak bisa dijejalkan dalam struktur politik NKRI. Justru ketika saya mnerima wahyu keprabon itu, saya harus menjalani banyak pantangan antara lain tidak menduduki jabatan struktural publik seperti jabatan Presiden. Melalui penggemblengan yang tak saya sadari sebelumnya, nafsu struktural saya telah dimatikan. Sejak jobless, akhir Februari 1993, saya mulai menekuni dan akhirnya menyenangi profesi non struktural sebagai marketing (sales) yang hidup dari omzet bukan gaji tetap. Menggunakan bahasa komando seperti halnya mereka yang memiliki jabatan struktural tidak lagi menjadi kebiasaan saya.
Memang kalau melihat sejarah Jawa sebagaimana saya baca dari de Graaf, kita tahu bahwa Senopati (Sutowijoyo) bukanlah orang Mataram karena tidak pernah lahir di Mataram (wilayah yang membentang antara Kali Progo dan Kali Opak). Menurut sejarah, menurut wangsit di atas , dan menurut berbagai kesaksian (ramalan lain) mestinya saya berhak menjadi Raja Mataram. Tetapi kalau menurut saya, saya memang raja mataram (dengan huruf r dan m kecil) yang artinya cendekiawan (intelektual) yang menemukan teori ekonomi yang bermanfaat bagi rakyat banyak atau cendekiawan yang menemukan pengetahuan yang direstui (arti kata mataram). Bukan raja dalam pengertian teritorial struktural. Bagi saya Pancasila dan NKRI sebgai negara demokrasi modern yang berdasar hukum dan menghargai pluralitas adalah final. Tidak perlu ada negara atau Kerajaan Mataram.
Kalau saya boleh memilih, saya lebih menyukai hidup tenang jauh dari hingar bingar publikasi. Saya tidak akan mengklaim sebagai satrio piningit atau raja mataram kalau teori biososioekonomi salah. Sampai saat ini berjalan 4 tahun penerbitan buku saya, tak ada yang menunjukkan kepada saya bahwa teori bioekonomi salah. Kalau bioekonomi salah tolong tunjukkanlah melalui blog ini. Dan kalau biososioekonomi salah saya rela melepaskan semua klaim saya di atas. Mengenai wangsit itu? Lupakan saja....
Sabtu, 18 Oktober 2008
Selamat Datang di Blog Satrio Piningit
Saya perlu menjelaskan bahwa satrio piningit sejati itu hanya seseorang yang kebetulan kejatuhan pulung untuk memberi peringatan. Ya, sekedar pemberi peringatan. Bukan penguasa, bukan eksekutor, bukan pula algojo.
Mengenai blog saya ini Anda akan menemukan beberapa hal tidak hanya mengenai satrio piningit, situasi sosial-politik aktual, atau mengenai budaya dan sejarah Jawa tetapi juga teori ekonomi yang saya rumuskan yakni bioekonomi (biososioekonomi), demokrasi ekonomi, dan kesejahteraan publik yang diperjuangkan tanpa kekerasan.
Di tengah krisis ekonomi dunia saat ini teori ekonomi saya menunjukkan relevansinya. Dari blog saya ini Anda bisa belajar melihat permasalahan ekonomi publik-kerakyatan dengan metode analisis dan metode berpikir bioekonomi. Anda boleh tidak setuju dengan saya. Komentar, kritik, atau pertanyaan silakan Anda ajukan.
Saya yakin banyak hal yang Anda dapatkan dari blog saya ini langsung dari narasumber utamanya, dari pelakunya, bukan dari komentator atau akademisi yang pengetahuannya sudah kurang up to date karena mungkin tidak mengetahui bioekonomi atau satrio piningit dan wahyu keprabon secara benar. Perihal bioekonomi dan satrio piningit itu tidak banyak Anda dapatkan di tempat lain, seperti media cetak, atau media lain.
Penjelasan lengkap mengenai satrio piningit dapat Anda peroleh dalam postingan yang berjudul:"Wahyu Keprabon" yang diarsip bulan Oktober 2008 di blog ini di bawah label budaya. Tulisan lain yang penting adalah "Peringatan dan Pesan untuk Orang Jawa: Terhindar Kutukan Memasuki Jaman Keemasan" juga diarsip di bulan Oktober 2008 di bawah label spiritual. Semoga Anda mendapatkan informasi yang berharga dan aktual.