Sabtu, 27 Desember 2008

Di Balik Hiruk Pikuk Ramalan

Seperti biasanya menjelang akhir tahun di berbagai media disajikan ramalan-ramalan tentang tahun mendatang. Apalagi tahun 2009 adalah tahun politik bagi kita karena di tahun itu akan diselenggarakan pemilu legislatif dan pilpres. Hal ini akan membuat hiruk pikuk sajian ramalan tahun 2009.

Di internet tulisan mengenai Ratu Adil dan satrio piningit sangat banyak dan bervariasi dari yang jernih sampai komentar ngawur asal bunyi. Dari yang sejuk membawa damai sejahtera sampai yang seram-seram. Dari yang independen pro kebenaran sampai yang cenderung menunjuk capres tertentu. Media blog yang demokratis menyebabkan aneka tulisan bisa diakses publik di dunia maya.

Akan halnya ramalan, "benda" ini mungkin sudah setua peradaban manusia. Jaman dahulu Firaun pernah bermimpi melihat tujuh ekor lembu gemuk ditelan tujuh ekor lembu kurus, yang ditafsirkan Yusuf sebagai tujuh tahun masa panen berkelimpahan yang akan diikuti tujuh tahun paceklik. Ramalan ini ditindaklanjuti secara konstruktif oleh orang-orang di sekitar ramalan itu dan menghasilkan keadaan yang damai sejahtera.

Sikap salah terhadap ramalan atau nubuat sering tidak menghasilkan kedamaian tetapi kengerian. Tidak sedikit pula yang tidak mempercayai ramalan dan bahkan anti pati terhadapnya.

Pihak-pihak yang merasa terancam dengan ramalan tertentu sering bertindak ekstrim menghasilkan kekerasan. Herodes yang mendengar lahirnya bayi Mesias memerintahkan tentaranya membunuh semua bayi laki-laki yang berusia dua tahun ke bawah. Dalam Babad Tanah Jawi terjadi pertikaian antara Hadiwijaya dengan Danang Sutawijaya (Senapati) karena ramalan yang menyebutkan bahwa di tanah Mataram kan lahir seorang raja besar. Baik Hadiwijaya maupun Senapati adalah orang asing di bumi Mataram. Dalam film The Omen, Damien tokoh triple six dalam film fiksi tersebut, memerintahkan membunuh semua bayi laki-laki yang lahir pada tanggal 24 Maret atau 23 Maret malam, karena satu di antaranya diyakini sebagai bayi Kristus yang akan menentang kekuasaan triple six. Seorang rohaniwan dalam film tersebut menjawab dengan benar bahwa Yesus Kristus tidak datang sebagai bayi, tetapi sebagai orang dewasa. Menurut saya rohaniwan itu benar karena iman Semitik (Abrahamik) tidak mempercayai reinkarnasi.

Di tengah hiruk pikuk ramalan, orang sering melupakan satu hal yang penting. Memang suatu peristiwa besar sering sudah diramalkan sebelumnya baik oleh orang suci atau peramal yang dianggap kafir. Demikian juga rencana besar Tuhan biasanya sudah ditulis dalam Kitab Suci. Tetapi di balik hiruk pikuk itu ada yang paling penting yaitu pesan damai Tuhan. Kelahiran Bayi Yesus dan bintang Betlehem tidak hanya menarik perhatian tiga orang majus dan menghebohkan penduduk Yerusalem tetapi disertai pesan damai Tuhan melalui malaikat kepada para gembala: "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." Tidak sedikit orang-orang yang dipilih Tuhan untuk menerima pesan damai-Nya adalah orang-orang sederhana seperti para gembala itu.

Kondisi damai sejahtera di bumi adalah kondisi yang memang direncanakan Tuhan. Tuhan tidak hanya menciptakan Surga di langit tetapi juga damai sejahtera di bumi. Kebahagiaan Mempelai Laki-laki (Tuhan) terjadi manakala mendapati mempelai perempuan (manusia) tidak hanya gigih dan vokal menentang triple six_akar ketidakadilan ekonomi sosial di bumi_ tetapi juga menangkap pesan damai-Nya dan berkomitmen untuk mewujudkannya. Mereka tidak lagi belajar perang (Yes2:4). Bagi saya pribadi ayat Yesaya 2:4 bukan sekedar visi perdamaian atau nubuat, tetapi sesuatu yang lengkap menyeluruh yaitu nubuat, visi perdamaian, komitmen, sekaligus pengalaman spiritual dan kisah nyata. Puteri Sion sejati sudah tidak lagi belajar perang, bukan orang yang memombardir penduduk Palestina dengan senjata-senjata yang mematikan. Juga tidak bisa ditiru uapaya membunuh Damien (triple six) seperti dalam film The Omen tersebut karena Tuhan masih memilki kuasa untuk menjatuhkan tulah dan hukuman ke bumi.

Saya lahir di suatu desa yang disebut Merbau Mataram pada tanggal 22 Maret malam hari mirip bayi laki-laki_yang akan menentang triple six_yang dicari-cari dalam film The Omen. Desa tempat kelahiran saya adalah sebuah desa di Lampung yang didirikan oleh pemerintah RI dan pejuang kemerdekaan RI, para veteran. Mereka telah "mengubah" alat-alat perang menjadi alat-alat pertanian hidup normal sebagai warga sipil. Meskipun tidak semua dari mereka mengenal pesan damai Tuhan melalui nabi Yesaya, tetapi mereka telah ambil bagian dalam karya Tuhan.

Di antara mereka yang pindah dari Pulau Jawa dan membangun serta tinggal di desa Merbau Mataram adalah penduduk pewaris Mataram lama (Perdikan Mangir). Maka tidak akan ada lagi perang pembebasan Mataram. Damai sejahtera di bumi adalah pesan dan kehendak Tuhan yang utama seperti yang difirmankan dalam Yesaya 65:25 "Serigala dan anak domba akan bersama-sama makan rumput, singa akan makan jerami seperti lembu dan ular akan hidup dari debu..."

Di tengah hiruk pikuk ramalan, Tuhan menghendaki kedamaian. Damai di bumi, damai di hati. Selamat Natal bagi yang merayakannya. Tuhan memberkati Anda semua.



Rabu, 17 Desember 2008

(Sudah) Bekerja Tanpa Secuil Kekuasaan

Banyak yang menduga sebelumnya bahwa pemenang Pilpres 2004 yang lalu adalah seorang satrio piningit. Bagi kebanyakan orang, untuk bisa bekerja, satrio piningit memerlukan kekuasaan semacam lembaga kepresidenan. Padahal sebenarnya tidak begitu. Tanpa secuil kekuasaan pun saya sudah bekerja dan tetap akan bekerja, karena tugas saya hanya memberi peringatan. Selanjutnya Tuhan sendiri yang akan menyelesaikannya.

Sekedar memberi peringatan pun sebenarnya bukan suatu pekerjaan mudah. Suatu peringatan disampaikan kepada publik memang ada dasarnya tidak asal omong atau asal tulis. Hal ini tentu memerlukan suatu hubungan yang dekat dengan Tuhan. Hubungan yang dekat dengan Tuhan itu pertama-tama bukan karena saya lebih hebat atau lebih suci dari yang lain tetapi karena saya dipilih Tuhan atau ketiban pulung dan kemudian ditarik mendekati-Nya. Kebetulan latar belakang sejarah saya mendukung untuk itu. Saya terlahir sebagai hasil perkawinan antara orang Mangir (Kali Progo) dan orang kota Yogyakarta (Kali Opak) yang legendaris itu. Menurut arkeolog UI, Supratikno Rahardjo, dalam bukunya Peradaban Jawa, banyak peninggalan sejarah ditemukan di lima Kabupaten yaitu Temanggung, Magelang, Bantul, Sleman, dan Klaten yang wilayahnya di sekitar antara kedua sungai itu. Penemuan benda bersejarah berupa emas yang spektakuler ditemukan di Situs Wonoboyo, juga dalam areal tersebut. Wilayah itu memang diperkirakan sebagai pusat peradaban Mataram Kuno.

Suatu peringatan yang saya sampaikan juga kadang-kadang akan bersinggungan dengan orang atau lembaga yang mungkin menimbulkan friksi. Tentu dibutuhkan seni tersendiri untuk menyampaikannya kepada publik, selain sikap konsisten pada jalur yang saya tekuni yang ditetapkan Tuhan. Suatu peringatan yang lugas memang akan sampai sebagaimana peringatan itu dimaksud, tetapi mungkin akan menyinggung beberapa orang atau lembaga. Sedangkan suatu peringatan yang disampaikan secara tersamar (halus) memang tidak menyinggung pihak lain, tetapi sering tidak dipahami sebagaimana peringatan itu dimaksud. Dalam pengalaman hidup saya malah sering terjadi adanya pihak lain yang nylonong memasuki jalur yang ditetapkan Tuhan bagi saya. Hal itu terjadi karena pihak lain tidak tahu kalau jalur yang saya tekuni ini ada orangya. Mungkin juga mereka merasa direndahkan martabatnya kalau harus berdialog dengan orang (yang notabene bukan lembaga atau mewakili lembaga). Atau mungki n juga merasa jalur saya ini ada di bawah kekuasaannya. Sangatlah baik kalau masing-masing pihak berada pada jalurnya masing-masing. Dan saya tetap akan berusaha pada jalur yang ditetapkan Tuhan bagi saya, yaitu kesejahteraan publik. Meskipun dekat dengan Tuhan saya akan menghindari pembicaraan mengenai Surga, jalan ke Surga, atau ritual keagamaan karena hal itu wewenang pihak lain. Menurut hemat saya, Raja Saul koncatan wahyu keprabon karena merangkap pekerjaan imam. Rangkap-rangkap pekerjaan atau rangkap klaim semacam itu tidak akan saya lakukan. Saya tahu pantangannya.

Kalau memberi peringatan saja sudah meupakan pekerjaan besar yang membutuhkan konsentrasi dan seni mengapa harus mencari kekuasaan? Pengalaman saya mengatakan bahwa ketika peringatan yang saya sampaikan diabaikan, Tuhan telah bertindak. Jadi tidak perlulah kekuasaan itu. Saya termasuk orang yang percaya bahwa kuasa Tuhan untuk menjatuhkan hukuman ke bumi itu benar-benar nyata, tidak memerlukan tangan-tangan manusia sebagai eksekutornya. Keyakinan seperti inilah yang seharusnya menjadi titik pangkal perdamaian. Saya tegaskan lagi: Tidak memerlukan tangan-tangan manusia sebagai eksekutornya.

Semua tulisan dalam blog saya yang saya beri label spiritual tentu bersifat spiritual, tidak bisa dibaca sbagai peringatan eksakta seperti membaca peringatan dari lembaga seperti BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) atau badan pengawas kegunungapian. Namun demikian peringatan spiritual itu saya sampaikan karena saya meyakini kebenarannya.

Wibawa sebuah peringatan spiritual bukan terletak pada saya yang menyampaikannya tetapi terletak pada kesesuaiannya pada kehendak Tuhan. Memang, saya harus mengakui bahwa saya tidak berdialog secara fisik langsung dengan Tuhan. Tak ada tuntutan bahwa mempelai perempuan (manusia) adalah orang yang langsung berdialog dengan Tuhan. Justru tradisi Yahudi mengatakan bahwa Mempelai Laki-laki (Tuhan) tidak berbicara langsung dengan mempelai perempuan kecuali melalui sahabat-sahabat-Nya yaitu para nabi, rasul, dan penulis Kitab Suci. Dari Kitab Suci itulah peringatan itu saya sampaikan.

Sekali lagi perlu saya sampaikan bahwa menyampaikan peringatan saja sudah merupakan pekerjaan besar yang membutuhkan ketekunan dan kecermatan. Sebagai orang Jawa saya harus tahu diri dimana porsi saya. Saya tidak akan mengambil posisi sentral Tuhan,dengan rangkap pekerjaan, tidak akan menduduki takhta Tuhan, serta tidak akan mengambil porsi Tuhan sebagai eksekutor. Porsi saya hanya memberi peringatan.




Sabtu, 06 Desember 2008

Mengarusutamakan Demokrasi Ekonomi dan Gerakan Dunia Baru

Salah satu hal yang memrprihatinkan saya adalah adanya suatu anggapan dalam masyarakat bahwa diberlakukannya demokrasi politik tidak membawa kepada kesejahteraan umum. Sebagian anggota masyarakat malah terkena suatu "virus" yang oleh Prof Dr. Mubyarto (alm) disebut sebagai virus SARS (saya amat rindu Soeharto).

Saya, meskipun tidak dipilih melalui prosedur demokrasi, tetapi sangat menghargai demokrasi. Sudah sering saya sampaikan dalam tulisan-tulisan saya agar kita tetap mempertahankan demokrasi politik di NKRI. Meskipun mempunyai hak atas takhta dan bumi Mataram (wilayah yang membentang antara Kali Progo dan Kali Opak), saya tidak akan menggugat perampasan dan penjajahan atas bumi Mataram. Perlu diketahui bahwa bagi saya NKRI bukanlah penindas. Justru NKRI adalah salah satu king maker-nya meskipun tanpa disadari dan tanpa sengaja. Bagi saya NKRI sebagai negara demokrasi modern yang berdasar Pancasila, hukum, yang mengahrgai pluralitas (Bhinneka Tunggal Ika) dan menghargai hak asasi manusia, sudah final. Tidak prlu ada Negara atau Kerajaan Mataram.

Dalam berbagai tulisan, saya mengatakan bahwa kesengsaraan rakyat terjadi karena tidak adanya demokrasi ekonomi, bukan karena diberlakukannya demokrasi politik. Founding father kita, Bung Hatta mengatakan bahwa kalau di samping demokrasi politik tidak ada demokrasi ekonomi maka rakyat tetap dalam kondisi terjajah. Konstitusi NKRI juga menyebutkan perlunya demokrasi ekonomi agar tidak terjadi penumpukan asset pada segelintir perusahaan atau individu.

Dengan dirumuskannya teori makro biososioekonomi, wujud dari demokrasi ekonomi itu menjadi terang benderang. Menjadi jelas. Bila Marx menganggap bahwa laba adalah hasil eksploitasi buruh maka biososioekonomi beranggapan bahwa laba itu berasal dari konsumen dan harus dikembalikan kepada konsumen (semua orang tanpa sekat-sekat primordial, sektarian, dan tanpa sekat-sekat negara). Tentu yang "diwajibkan" mengembalikan akumulasi laba (kekayaan) bukanlah perusahaan tetapi individu, karena individu adalah juga homo socius sementara institusi bisnis tidak bisa menjadi lambaga sosial.

Daur ulang kekayaan individu dalam biososioekonomi adalah wujud nyata demokrasi ekonomi itu. Kekayaan yang berlimpah (sebagai akumulasi laba) memang seharusnya tidak diwariskan kepada keturunan pemilik kekayaan. Kalau demokrasi politik membatasi kekuasaan eksekutif dengan UU dan periodenya dibatasi, serta tidak diwariskan kepada pemilik kekuasaan maka demokrasi ekonomi juga harus mencegah pewarisan kekayaan berlimpah itu. Memang mencegahnya tidak dengan UU atau hukum positif negara sebagaimana saya usulkan dalam buku saya Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia. Tetapi kritik terhadap pewarisan kekayaan berlimpah harus diartikulasikan dengan lugas sehingga dipahami dan diketahui semua pihak. Kemudian menjadi arus utama.

Kita semua yang berkeinginan untuk mewujudkan masa depan yang lebih sejahtera, lebih stabil, dan lebih damai, perlu bekerjasama untuk mengarusutamakan demokrasi ekonomi secara damai. Semua pihak bisa berperan dalam posisi, kapasitas, dan profesinya masing-masing untuk ikut serta. Sekedar tahu dan memahami demokrasi ekonomipun sebenarnya sudah berperan ikut mengarusutamakan demokrasi ekonomi meskipun peran itu sangat minimal. Paling tidak dengan mengetahui dan memahami demokrasi ekonomi, seseorang tidak bisa dikaburkan oleh pandangan yang mengatakan bahwa kesengsaraan rakyat terjadi karena diberlakukannya demokrasi politik.

Antara saya dan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM terdapat kesamaan namun juga perbedaan. PUSTEK UGM tersebut termasuk institusi yang tanggap pada kebutuhan rakyat banyak. Pada tanggal 31 Desember 2008 lembaga itu akan meluncurkan "Panduan Demokrasi Ekonomi untuk Pemilu 2009" baik cetak maupun webpage. Rencana peluncuran itu perlu saya tulis di sini sebagai partisipasi dalam mengarusutamakan demokrasi ekonomi. Sebagaimana saya berpartisipasi dalam program campaign Oxfam, saya pun perlu berpartisipasi untuk mengarusutamakan demokrasi ekonomi meskipun antara saya dan pusat studi itu mungkin memilki perbedaan.

Selain itu tak lupa pula untuk mengarusutamakan Gerakan Dunia Baru. Istilah Gerakan Dunia Baru dikemukakan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam Konferensi ke-4 Aliansi Strategis Rusia-Dunia Islam. Gerakan Dunia Baru ini merupakan jalan tengah non kekerasan. Ini perlu diingatkan lagi karena masih ada kelompok-kelompok yang memakai kekerasan seperti terjadi pada penyerangan Hotel Taj Mahal Mumbai India baru-baru ini.

Dalam berbagai agama den kebudayaan, sepanjang yang saya tahu, kedermawanan tidak hanya dibatasi 10% dari penghasilan atau kekayaan. beberapa orang Islam menyadari bahwa menerima atau mewariskan kekayaan berlimpah ruah pantas dihukum di neraka. tetapi pandangan ini belum menjadi arus utama. Di dalam Katolik sebagian orang juga sadar mewariskan atau menerima kekayaan berlimpah identik dengan triple six. Tetapi hierarki Gereja Katolik belum melarangnya.

Agama Budha sepanjang yang saya tahu juga tidak membatasi kedermawanan hanya 10%. Kisah Pangeran Sidharta yang meninggalkan istana untuk menjadi pertapa telah dikenal oleh nasyarakat Jawa ketika Candi Borobudur dibangun. Sebagian orang Yahudi memang beranggapan bahwa bederma 10% saja sudah cukup. Akan tetapi hal itu pernah dikritik Yesus Kristus. Orang Jawa tidak membatasi kedermawanan hanya cukup10% saja. Dalam tulisan saya di blog ini saya juga mengingatkan kembali orang Jawa.

Dengan melarang pewarisan kekayaan berlimpah ruah dan tidak membatasi kedermawanan hanya 10%, para pemimpin agama dan pusat pengaruh dalam masyarakat sudah mengambil perannya masing-masing dalam mengarusutamakan Gerakan Dunia Baru yaitu jalan tengah yang damai. Kita semua berharap agar peran itu segera dilaksanakan. Terlalu banyak sudah korban berjatuhan. Kita juga menghadapi krisis ekonomi dan keadaan suram tahun depan.

Dua hal penting yang akan kita lakukan tahun depan adalah mengarustamakan demokrasi ekonomi dan gerakan dunia baru. Dengan ikut menyebarluaskan tulisan ini Anda juga sudah ikut berpartisipasi untuk mengarusutamakan dua hal di atas untuk menggapai masa depan yang lebih adil, lebih sejahtera, lebih stabil, dan lebih damai. Ketidaksejahteraan terjadi bukan karena diberlakukannya demokrasi politik tetapi karena tidak adanya demokrasi ekonomi. Tidak semua orang tahu apa itu demokrasi ekonomi apa itu biosoioekonomi.

Tulisan ini merupakan upaya saya membayar hutang budi saya pada NKRI dan demokrasi politik. Saya tidak bisa membayangkan apa jadinya kalau saya lahir di Yogyakarta, saya beruntung lahir di Lampung. Saya juga tidak bisa membayangkan buku saya bisa terbit dalam masa pemerintahan otoriter Orba. Kita tidak perlu lagi kembali ke masa otoriter Orba. Sudah terlalu banyak korban yang berjatuhan untuk mereforamsi sistem yang otoriter itu entah pada tahun 1998 tahun 1996 ("kuda tuli") atau pada kesempatan lain. Korban itu tidak perlu lagi.






Sabtu, 29 November 2008

Dari Pesta Blogger 2008: Harus Diakui Media Blog Lebih Demokratis

Sabtu 22 November 2008 saya mengikuti Pesta Blogger 2008. Saya mendaftar langsung pada hari H sehingga blog saya ini tidak ditampilkan di situs Pesta Blogger 2008. Tak ada wartawan konvensional yang tahu. Yang tahu adalah wartawan pribadi atau blogger. Pagi itu saya bertemu teman sekantor yang sesama blogger, hanya saja teman saya itu tidak tahu nama blog saya karena saya belum menginformasikannya.

Peserta Pesta Blogger kali ini lebih dari 1.000 orang blogger, ada beberapa yang belum mempunyai blog. Tidak semuanya berasal dari Jakarta, bahkan banyak yang berasal dari luar Jakarta seperti Bali, Kalimantan, Palembang, Sulawesi, Yogyakarta, dll. Pejabat pemerintah yang hadir mengatakannya sebagai ajang pertemuan kaum muda ala Sumpah Pemuda. Pesta ini memang direncanakan Oktober 2008 tetapi sempat tertunda sebulan.

Beraneka ragam pemilik blog yang hadir. Tidak hanya blog politik, banyak blog yang non politik seperti blog traveling (wisata), blog gaul, bisnis, dll. Tidak sedikit yang menganggap aktifitas blogging sebagai just for fun.

Pada saat istirahat makan siang saya mengunjungi stand Oxfam yang tampil dalam rangka perayaan 50 tahun kehadirannya di Indonesia. Oxfam adalah LSM asal Inggris yang bergerak dalam pendampingan orang miskin. Saya mendapat pin "Be The Change Campaign" dengan slogannya "Stop Harming, Start Helping" dari petugas Oxfam Dian Kartikasari, yang langsung saya pakai di baju saya. Senang sekali saya memakainya. Bahkan ketika saya memulai aktifitas saya di kantor dua hari kemudian, pin itu masih saya pakai. Menurut saya, sekecil apa pun tindakan kita selama itu masih bisa kita lakukan untuk membantu mereka yang lapar dan miskin, mengapa tidak kita lakukan. Meskipun saya punya paradigma dan agenda sendiri dalam pengentasan kemiskinan. Apa yang dilakukan Oxfam dan kebanyakan LSM lain umumnya bergerak pada tataran mikro, sementara yang saya lakukan dengan teori biososioekonomi adalah pada tataran makro. Baik mikro maupun makro kedua-duanya harus dilakukan dalam pengentasan kemiskinan.

Selesai jam istirahat makan siang saya langsung brgabung dengan sesi sosial politik yang dimoderatori Martin Manurung pemilik blog (web) www.martinmanurung.com. Hadir dua orang blogger luar negeri yakni Mr. Brown (Singapura) dan Mr. Jeff Ooi (Malaysia). Jeff Ooi adalah seorang politisi yang sebelumnya seorang blogger. Menurutnya blog merupakan sarana yang baik untuk mengkritik opini arus utama atau propaganda resmi 9pemerintah).

Banyak yang bisa saya dapatkan dari Pesta Blogger 2008 itu. Dalam beberapa hari kemudian saya merenungkannya. Saya agak menyesal juga mengapa baru sekarang nge-blog bukan beberapa tahun lalu. Kalau saya nge-blog beberapa tahun lalu, tulisan saya mengenai demokrasi ekonomi dan biososioekonomi sudah bisa diakses oleh semua orang dari seluruh dunia. Mengapa harus tergantung pada media konvensional yang nyata-nyata tidak demokratis dan sangat tidak interaktif?

Perbedaan antara media blog dan media konvensional adalah bahwa blog adalah media yang editor less atau bahkan "no editor." Pengunjung blog bisa berperan sebagai editor dalam pengertian menyaring sendiri informasi yang dianggap kredibel dari blog dan berhak menyampaikan komentar yang konstruktif. Sementara para blogger bisa menampilkan gagasannya secara lebih orisinil. Interaksi dengan pembaca blog lebih setara dibandingkan interaksi dalam media konvensional yang sangat otoriter (media cetak) dan semi otoriter (media televisi).

Dalam hal ini Pak De saya telah memberikan pelajaran yang berharga ketika saya dulu tinggal bersamanya di masa remaja saya dari SMP sampai lulus S1 UGM. Pak De saya (RY Marjuki) menasihatkan kalau bisa berlangganan lebih dari satu media cetak dan harus membaca lebih dari satu. Sebagai wartawan konvensional beliau tahu apa akibatnya kalau seseorang hanya dijejali informasi dari satu media cetak selama bertahun-tahun hidupnya.

Tidak semua orang mampu berlangganan lebih dari satu media cetak dalam kurun waktu bersamaan. Seorang yang setiap hari mengunjungi perpustakaan yang lengkap atau menginap di hotel berbintang, bisa membaca lebih dari satu media cetak setiap hari. Tetapi tidak semua orang bisa seperti itu. Dengan adanya media internet dan blog seseorang bisa mengunjungi dan membaca lebih dari satu koran dan blog setiap harinya dengan biaya yang relatif lebih murah. Sebagai contoh melalui ponsel black berry dan operator XL kita bisa membaca lebih dari satu koran dan blog sepuasnya setiap hari hanya dengan biaya Rp 5.000 per hari. Yang tidak memiliki ponsel black berry pun tetap bisa mengakses lebih banyak sumber. Betapa demokratisnya dunia maya dan blog. Otak kita tidak lagi dijejali oleh satu surat kabar saja selama bertahun-tahun.

Memang tidak semua informasi dari blog kredibel. Akan tetapi sebagai blogger maupun pengunjung blog siapapun juga punya tanggung jawab untuk menjernihkan yang keruh, meluruskan yang bengkok, mendinginkan yang memanas, merelaksasikan yang menegang, dan (seperti Pak Besut) merapikan/menghaluskan yang kusut. Kita yang sudah dewasa dan memiliki kombinasi IQ dan EQ yang memadai pasti sanggup mengemban tanggung jawab seperti ini.

Apakah Anda masih mau meracuni otak Anda dengan hanya mengkonsumsi satu surat kabar saja setiap hari? Saya tidak. Kalau Anda masih muda tetapi hanya mengkonsumsi satu surat kabar setiap hari itu jadul namanya alias seperti jaman dulu, jaman kakek atau Oom-oom kita. Kita sendiri yang bisa mendemokrasikan otak kita dengan membaca dari berbagai sumber.




Minggu, 16 November 2008

Catatan atas Fenomena Obama: Pergantian Presiden Saja Tidak Cukup

Obama adalah sebuah fenomena. Sebuah fenomena spektakuler. Ia adalah Presiden pertama AS yang berlatar belakang kulit berwarna. Partisipasi warga AS dalam pilpres 2008 ini juga sangat besar. Berbagai pihak menyebut kemenangan Obama itu sebagai kemenangan demokrasi. Besarnya partisipasi warga negara AS mengikuti pilpres 2008 juga menunjukkan tanda besarnya harapan warga AS akan perubahan ke arah yang lebih baik, lebih sejahtera.

Di luar AS kemenangan Obama juga disambut hangat, sebagai suatu titik tolak akan adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Sementara itu George W Bush_seperti dikutip oleh media massa_ menunjukkan sikap defensifnya dengan sistem kapitalisme. Bahkan Bush juga mendesak agar pertemuan G-20 itu fokus pada peningkatan pertumbuhan ekonomi bukan penghakiman terhadap regulasi AS yang tidak memadai (Kompas, 15 November 2008, hlm 10:"UE Kini Berharap pada Obama").

Penggantian Presiden memang salah satu langkah untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Namun apakah hal itu cukup memadai untuk membawa seluruh dunia ke arah yang lebih adil dan sejahtera. Perlu diingat bahwa Presiden Obama dipilih oleh warga negara AS untuk kesejahteraan dalam negeri mereka. Perannya dalam tata ekonomi global yang lebih adil- sejahtera bukannya tidak ada, tetapi perlu suatu paradigma baru yang perlu diketahui dan dipahami baik oleh pemerintah (termasuk Presiden Obama) maupun civil society agar perubahan ke arah yang lebih adil dan sejahtera bisa terwujud. Untuk itulah catatan ini disajikan.

Dalam tulisannya "Menelanjangi Liberalisme" (Kompas, 13 Oktober 2008), Ahmad Erani Yustika mengatakan:"Menjadi Jelas, gagasan liberalisme dianut banyak pemikir bukan karena kedigdayaan bangun teorinya, tetapi karena rapuhnya tiang ide sosialisme. Jadi, yang dibutuhkan saat ini adalah kontestasi pemikiran genial yang tidak diikat fanatisme dua fundamentalis ideologi ekonomi itu." Menurut saya kritik terhadap kapitalisme (neoliberalisme) bukan berarti kita menerima ekstrim lainnya (komunisme). Ada jalan tengah yang kongkrit, meskipun belum menjadi arus utama. Tudingan Bush bahwa kritik terhadap kapitalisme berarti isolasi ekonomi(Kompas, 31 Oktober 2008, hlm 44) tidak benar. Ada jalan tengah atau jalan ketiga yang jelas nyata bedanya tanpa harus membenci kapitalisme, tetapi juga tidak menolak redistribusi aset individu.

Keboborokan atau kebusukan paradigma neoliberal perlu ditelanjangi tuntas agar semua pihak mengetahui duduk perkaranya. Khusus dalam blog saya ini, saya membahas dua kebobrokan paradigma neoliberal yaitu: peningkatan harga saham dan ideologi pertumbuhan PDB.

Menelanjangi Paradigma (Neoliberal) Harga Saham

Dalam sistem ekonomi liberal, pelaku ekonomi baik individu atau institusi bebas membeli atau menjual saham perusahaan yang sudah go publik. Saham-saham itu dibeli sebagai instrumen investasi. Tidak hanya institusi atau orang kaya saja yang membeli saham, individu (rumah tangga) menengah juga menyisihkan pendapatannya untuk dibelikan saham. Pembeli saham mengharapkan kenaikan harga saham atau (dan) deviden yang dibagikan perusahaan yang sahamnya dibeli.

Dalam beberapa kasus kenaikan harga saham tertentu adalah wajar dan mungkin berkaitan dengan fundamental ekonomi perusahaan dan peningkatan laba perusahaan itu. Laba suatu perusahaan bisa meningkat karena pasarnya meningkat. Sebagai contoh laba perusahaan operator telepon seluler meningkat karena pasarnya meningkat.Tetapi pada saat bersamaan terjadi penurunan pasar radio panggil (pager) dan usaha percetakan kartu ucapan. Dengan adanya layanan SMS dari operator telepon seluler maka sebuah pesan tertulis atau ucapan ulang tahun atau ucapan selamat hari raya lebih mudah dan murah dikirimkan. Peningkatan laba perusahaan karena dinamika pasar (dan teknologi) seperti itu adalah wajar. Wajar juga kalau saham perusahaanseeprti itumeningkat.

Yang tidak wajar adalah peningkatan harga saham total, tercermin dengan peningkatan indeks harga saham total (gabungan). Hal itu tidak selalu berkaitan dengan fundamental perusahaan atau membaiknya ekonomi secara keseluruhan. Peningkatan harga saham total itu boleh jadi karena arus investasi yang masuk ke bursa saham memang membesar, tidak terkait fundamental ekonomi perusahaan. Investor pertama menjual sahamnya kepada investor kedua yang harga sahamnya sudah meningkat. Investor kedua menjual sahamya kepada investor ketiga yang harganya lebih tinggi dari pada harga saham yang dibeli oleh investor kedua itu, demikian seterusnya sehingga terjadi penggelembungan harga (bubble). Apabila gelembung itu pecah akan memakan korban yang tidak hanya investor, tetapi juga perusahaan investasi seperti Lehman Brothers.

Ekonomi jalan tengah atau jalan ketiga yang saya tawarkan tidak anti peningkatan kekayaan seseorang. Tetapi penggelembungan harga saham seperti itu mestinya harus dihindari. Seseorang yang nilai aset bersihnya Rp 2,5 Milyar, kekayaannya ini bisa meningkat bukan karena peningkatan harga saham yang dimilikinya tetapi karena mendapat deviden (dan pendapatan lain) sehingga setahun kemudian nilai aset bersihnya menjadi Rp 2,95 Milyar. Peningkatan harga saham total bukan indikator perbaikan ekonomi tetapi tanda awal datangnya bencana finansial.

Dalam buku saya Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia (2004) saya sudah memperingatkan (hlm 60):"Metode analisis Marx mengenai siklus bisnis dan kejatuhan tingkat keuntungan penulis perbarui dengan menggunakan Hukum II Termodinamika sebagaimana dipaparkan dalam bab "Bioekonomi". Marx hanya menerapkannya pada sektor riil (manufaktur), sedang metode penulis bisa diterapkan untuk sektor keuangan (pasar uang, valas, dan saham) serta properti. Ramalan Marx tentang kejatuhan kapitalisme sebenarnya terlalu ambisius. Menurut Hukum II termodinamika, yang terjadi bukan kejatuhan kapitalisme tetapi suatu kondisi yang disebut chaos. Ekonomi tidak bisa diprediksi, siapa atau investasi mana yang akan mengalami keuntungan atau kerugian juga tidak bisa diprediksi, bahkan terjadi zero sum condition, yakni keuntungn yang satu diperoleh karena kerugian pihak lain. Kemudian alam akan mengoreksinya dengan depresi besar atau resesi berkepanjangan".


Pertumbuhan PDB=Beban!

Keboborkan lain paradigma neoliberal adalah ideologi pertumbuhan PDB. Bagi masyarakat awam sering terjadi persepsi rancu antara PDB (produk domestik bruto) dengan pertumbuhan PDB. Dalam komunikasi publik pertumbuhan PDB diistilahkan sebagai pertumbuhan ekonomi.
Istilah ini sebenarnya tidak tepat karena tidak menggambarkan kondisi ekonomi publik kerakyatan yang riil.

PDB adalah total nilai produksi jasa dan barang akhir di suatu negara selama satu tahun. Hal ini menggambarkan penjumlahan pendapatan individual anggota masyarakat selama satu tahun yang berupa gaji pegawai, laba perusahaan perorangan, laba PT, dan pendapatan bunga serta sewa.

Pendapatan individual anggota masyarakat tentu sangat bervariasi dari yang pendapatannya kurang atau pas-pasan untuk mencukupi kebutuhan fisik minimalnya sampai yang pendapatannya ratusan kali atau ribuan kali melampaui itu, sehingga kelebihannya bisa ditabung atau diinvestasikan ke tempat lain.

Pertumbuhan PDB atau yang diistilahkan sebagai pertumbuhan ekonomi memang berarti peningkatan pendapatan anggota masyarakat secara keseluruhan. Hal itu hanyalah gambaran total. Bahwa ada anggota masyarakat pendapatannnya tidak meningkat tidak bisa dideteksi dengan ukuran pertumbuhan PDB.

Meskipun pertumbuhan PDB adalah 0% maka tetap saja ada anggota masyrakat yang asetnya meningkat yaitu mereka yang pendapatannya melampaui kebutuhan fisik minimal. Pertumbuhan PDB 0% bukan berarti tidak ada pendapatan atau laba yang dibukukan. Pertumbuhan PDB 0% hanya berarti tidak ada peningkatan pendapatan total.

Apabila pertumbuhan populasi penduduk adalah 0% (seharusnya memang dikendalikan tidak lebih dari 0% per tahun) maka sebenarnya tidak diperlukan pertumbuhan PDB bila tingkat PDB-nya sudah cukup tinggi. Ada produksi, pasti harus ada konsumsi, mau dikemanakan produksi itu? Mau diekspor ke luar planet bumi?

Pertumbuhan PDB juga memerlukan penyediaan energi yang cukup. Sumber energi fosil terbatas. Energi nabati akan berebut lahan dengan tanaman pangan yang merupakan kebutuhan semua orang termasuk rakyat kebanyakan yang daya belinya terbatas. Belum lagi gas-gas rumah kaca yang dilepaskan juga meningkat dengan peningkatan PDB. Negara dengan tingkat PDB yang tinggi seperti AS juga penyumbang gas-gas rumah kaca yang besar pula. Hal itu akan meningkatkan pemanasan global yang bisa menjadi bencana. Sama seperti pertumbuhan populasi penduduk, pertumbuhan PDB adalah beban bagi alam.

Dari sudut pandang ekonomi publik, ideologi pertumbuhan PDB juga menohok logika akuntansi yang sehat. Seorang mahasiswa S1 Ekonomi yang baru belajar Ekonomi Makro pun sudah tahu bahwa deposito anggota masyarakat adalah liabilitas bagi bank sentral. Apa yang menjadi liabilitas bagi bank sentral adalah liabilitas bagi publik, karena sistem ekonomi publik harus membayar bunga bagi deposito itu. Menggenjot PDB setinggi mungkin sama dengan menggenjot liabilitas publik. Hal-hal yang sederhana seperti ini seharusnya dipahami dan diketahui oleh pemangku kepentingan publik (baca:pejabat pemerintah) yang notabene titelnya doktor.

Memang, pertumbuhan PDB 0% atau rendah dalam jangka panjang bisa mengancam industri perbankan. Kondisi itu berarti penurunan kredit investasi yang disalurkan perbankan. Perbankan harus menggenjot habis-habisan kredit konsumsi dan harus melakukan merger untuk meningkatkan skala ekonominya supaya besaran laba nominalnya bisa dipertahankan meskipun mungkin persentsenya menurun. Kondisi seperti itu juga tidak menutup kemungkinan ambruknya perbankan. Dalam perekonomian yang mengaplikasikan teori ekonomi konvensional (baik neoliberal maupun keynesian), pertumbuhan PDB 0% atau rendah dalam jangka panjang adalah ancaman bagi industri perbankan. Tetapi solusinya tentu bukan dengan menggenjot PDB setinggi-tingginya. Untuk itu semua pihak harus terbuka terhadap suatu paradigma baru atau grand theory baru yang merupakan teori ekonomi jalan tengah atau jalan ketiga.

Mengganti Grand Theory

Dalam paradigma nonkonvensional pertumbuhan PDB 0% tidak akan mengancam industri perbankan selama pertumbuhan populasi penduduk maksimum 0%. Dalam paradigma konvensional (neoliberal ataupun keynesian) pertumbuhan PDB 0% mengancam industri perbankan karena liabilitas publik jauh lebih besar dari aset publik (government+society). PDB adalah ukuran pendapatan individual anggota masyarkat dalam satu tahun. Akumulasi dari kelebihan pendapatan individual sebagian anggota masyarakat menumpuk menjadi aset individual aggota masyarakat. Aset pribadi ini adalah beban (liabilitas) bagi perekonmian publik. Seseorang yang pernah belajar akuntansi mestinya tahu logika semacam ini.

Jumlah aset publik (government+society) bisa ditingkatkan dengan melakukan tiga hal berikut ini sebagaimana telah saya kemukakan dalam buku saya Herucakra Society jalan Ketiga Ekonomi Dunia (hlm11, tabel1). Ketiga hal tersebut adalah meningkatkan pajak individu, derma pribadi, dan memulai kebiasaan baru untuk mendaur ulang kekayaan pribadi berlimpah atau tidak mewariskan kekayaan berlimpah pada keturunan pemilik kekayan sendiri. Inilah paradigma ekonomi jalan tengah atau jalan ketiga itu..

Paradigma ekonomi jalan ketiga ini berbeda dengan apa yang diusulkan Ahmad Erani Yustika mengenai pajak progresif (Kompas, 11 November 2008). Dalam tulisannya yang berjdul "Obama dan Tata Ekonomi" Yustika mengatakan perlunya pajak progresif untuk warga yang lebih kaya (pendapatan di atas 250.000 dollar AS). Memeratakan pendapatan memang bisa meningkatkan permintaan total (agregate demand) sesuai pandangan keynesian. Akan tetapi paradigma semacam itu akan mengekalkan pandangan neoliberalistik bahwa laba (pendapatan) setelah dipotong pajak dan derma adalah pengembalian yang sah atas modal (bakat/keahlian).

Ujung-ujungnya akumulasi laba (pendapatan) yang menumpuk dalam aset pribadi berlimpah selama bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun, dan diwariskan kepada anak cucu dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan sah, tidak dianggap sebagai beban bagi perkonomian publik kerakyatan. Paradigma yang hanya mengkaitkan nisbah pajak dengan PDB jelas salah kaprah, karena PDB hanyalah pendapatan individual tahunan. Yang diperlukan adalah redistribusi aset individu sebagaimana saya usulkan dalam buku saya Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia (2004) melalui daur ulang kekayaan pribadi dalam teori biososioekonomi.

Meskipun masih bersifat embrional, teori biososioekonomi sebagai teori ekonomi jalan tengah memiliki metode berpikir dan kerangka berpikir yang jelas. Ukuran-ukurannya jelas dan accountable. Apa yang disebut aset dan libilitas oleh masyarakat (publik) juga jelas. Tabel yang menggambarkan neraca herucakra society itu dimuat dalam tulisan saya "Bioekonomi, Ekonomi Masyarkat, dan Kependudukan" yang ditampilkan oleh situs Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM yang bisa dikunjungi oleh orang dari seluruh dunia. Ekonomi jalan tengah bukan lagi ekonomi yang tak jelas seperti dulu_bukan ini atau bukan itu_ tetapi suatu ekonomi yang jelas, kongkrit, dan tegas. Untuk mengganti teori ekonomi yang neoliberlaistik memang sedikit banyak tergantung pada kehendak dan kepentingan. Kepentingan privat atau partikular itulah yang masih menjadi arus utama.

Pr0f. Dr. Mubyarto (alm) dan saya termasuk orang-orang yang tidak percaya bahwa mengganti orang saja cukup. Yang pertama harus diganti adalah grand theory-nya bukan sekedar regulasi ini atau itu. Sementara orangnya mungkin memang perlu diganti, mungkin juga tidak tergantung berbagai pertimbangan. Dalam kasus pilpres AS 2008, penggantian presiden memang satu langkah yang diperlukan.

Kamis, 30 Oktober 2008

My Short Comment: Mengarusutamakan Gerakan Dunia Baru

"Dunia Butuh Gerakan Baru yang Cinta Damai dan Keadilan" demikian judul berita di media internet Kompas Mobile 30/10/2008 pkl 03:00 meringkas pernyataan Ketua Umum PP Muhammadiyah dalam Konferensi ke-4 AliansiStrategis Rusia-Dunia Islam yang dihadiri 300 tokoh dunia Islam dan Rusia. Gerakan dunia baru itu perlu membawa paradigma baru yang menekankan nilai keadilan, kesejahteraan, kedamaian, dan keadaban. Paradigma baru itu perlu bertumpu pada prinsip jalan tengah yaitu prinsip yg tidak terjebak pada ekstrimis baik radikal maupun liberal. Kita sambut baik Gerakan Dunia Baru, tetapi yang lebih penting adalah mengarusutamakan Gerakan Dunia Baru itu jangan sampai tenggelam oleh hiruk pikuk pemberitaan kekacauan pasar finansial maupun hiruk pikuk pemberitaan demokrasi politik. Gerakan Dunia Baru yang bertumpu pada jalan tengah yang damai itu sudah saya awali dengan terbitnya buku saya Herucakra Society Jalan Ketiga
Ekonomi Dunia Oktober 2004, dan seminar telah dilakukan pada tgl 2/11/2004 dalam seminar bulanan ke-22 yang diselenggarakan PUSTEP-UGM. Rekan-rekan dari Muhammadiyah juga berpartisipasi dalam seminar itu. Menurut buku saya akar ketidakadilan adalah pewarisan kekayaan berlimpah pada keturunan pemilik kekayaan. Mengenai hal ini seorang peserta seminar dari Muhammadiyah berkomentar: "Pewarisan kekayaan berlimpah ruah itu tempatnya neraka."Akhir-akhir ini saya sering menggunakan istilah triple six untuk menunjuk kekayaan berlimpah dari warisan. Citra triple six sangat seram akibat dari kotbah atau pengajaran yang disampaikan para klerus maupun pelayan firman baik dilingkungan Katolik maupun Protestan sehingga kaget kalau saya mengatakan bahwa triple six adalah kekayaan seorang raja di masa lalu yang diperoleh dari warisan yang besarnya 666 talenta emas seperti dicatat Kitab 1Raj10:14 maupun Kitab parelnya 2Taw 9:13.
Oleh karena itu, menurut saya,yang paling penting adalah mengarusutamakan Gerakan Dunia Baru itu.

Rabu, 29 Oktober 2008

My Short Comment: Keynes itu Jadul!

Pagi ini saya membaca tulisan di harian umun nasional(cetak)hlm 19 yg berjudul "Merenungkan Kembali Resep Keynes" yg ditulis oleh seorang profesor FE perguruan tinggi terkemuka. Inti persoalannya adalah bahwa milik individu jauh lebih besar dari milik publik (government+society). Suatu unit ekonomi (pemerintah atau apapun) berhutang karena pemasukan kurang. Akumulasi dari kurangnya pemasukan publik ini menyebabkan milik individu jauh lebih besar. PDB global hanya US $ 48 Triliun sementara dana perusak 10 kalinya (516T, lihat Kompas 28/02/2008 hlm8). Untuk meningkatkan pemasukan publik tidak bisa mengandalkan otoritas fiskal saja, itu jadul! Apalagi Keynes (sepanjang yang saya tahu) tidak membedakan antara perusahaan dan individu. Etos sosial perusahaan terbatas, sementara etos sosial individu tak terbatas.

Selasa, 28 Oktober 2008

Krisis Ekonomi: Perlu Kerjasama Pemerintah & Civil Society

Di tengah perayaan 80 tahun Sumpah Pemuda, rupiah melemah mendekati Rp 12.000 per dollar AS akibat sentimen negatif yaitu berita tumbangnya beberapa negara spt Pakistan, Turki, dan Islandia yang masuk IMF (Kompas Mobile 28/10/2008). Krisis global seharusnya bisa diantisipasi dan dicarikan solusinya yang mendasar. Kalau menggunakan cara berpikir akutansi, suatu unit ekonomi mengalami krisis karena pemasukannya kurang. Publik (=pemerintah dan society) sbg unit ekonomi mengalami krisis karena pemasukannya kurang. Dlm paradigma bioekonomi yg dimaksud pemasukan bagi pemerintah dan society bukanlah pendapatan individu seperti PDB tetapi ada tiga komponen yaitu pajak, daur ulang aset pribadi, dan derma. Yang dimaksud aset daur ulang adl aset pribadi yg tidak diwariskan kepada keturunan tetapi dihibahkan kepada publik. Apabila ketiga hal ini kurang maka krisis tetap berpotensi muncul. Perlu solusi
global untuk itu. Disarankan agar pemerintah selain memakai cara-cara konvensional juga memakai cara berpikir bioekonomi. Pemerintah perlu bekerjasama dengan pusat-pusat pengaruh dalam civil society baik nasional maupun global agar anggota masyarakat terutama yg berkelimpahan harta dari warisan (kategori triple six) mau meningkatkan etos sosialnya secara drastis. Manusia tidak hanya homo economicus tetapi juga homo socius yang rela kehilangan peluang meraih laba atau bahkan rela berkurang hartanya demi menanggung krisis. Beban krisis jangan ditimpakan rakyat kecil. Sementara civil society perlu menyiapkan diri. Kebersamaan dalam keanekaragaman inilah yang seharusnya menjadi spirit perayaan Sumpah Pemuda, bukan semangat menghasilkan produk UU yg sektarian primordial.

Kamis, 23 Oktober 2008

Peringatan dan Pesan untuk Orang Jawa: Terhindar Kutukan, Memasuki Jaman Keemasan



From: Hani Putranto Hani Putranto
Subject: Peringatan dan Pesan untuk Orang Jawa: Terhindar Kutukan, Memasuki Jaman Keemasan

Date: Tuesday, July 8, 2008, 2:12 AM

Pengantar

Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebersamaannya mewujudkan jaman keemasan. Beruntung ada orang Jawa. Teori ekonomi baru rumusan saya, bioekonomi (biososioekonomi) bisa dipublikasikan. Bukan suatu kebetulan kalau orang-orang yang ikut mempublikasikan teori ekonmi saya adalah orang-orang Jawa. Petama adalah Penerbit Wedhatama Widya Sastra, Jakarta, yang pada Oktober 2004 menerbitkan buku saya Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia yang di dalamnya memuat paparan teori bioekonomi. Kedua adalah Prof. Dr. Mubyarto (alm) yang memberi kesempatan pada saya untuk memaparkan teori saya dalam seminar bulanan ke-22 (2 Nopember 2004) di PUSTEP-UGM.

Bioekonomi adalah teori ekonomi (makro) jalan ketiga atau jalan tengah antara kapitalisme dan komunisme. Sistem ekonomi yang berlandaskan bioekonomi adalah sistem ekonomi yang pancasilais. Namun perjuangan untuk untuk mewujudkan atau mengaplikasikan bioekonomi tidaklah mudah. Setelah saya amati dan saya renungkan , hambatan utamanya adalah kepentingan individu atau kelompok. Hal ini terjadi karena bioekonomi adalah ekonomi publik-kerakyatan yang menentang pewarisan kekayaan berlimpah ruah pada keturunan pemilik kekayaan itu.

Kelelahan sering menghinggapi saya dalam memperjuangkan bioekonomi. Namun saya tidak gentar karena saya yakin TUHAN bersama saya. Terlebih-lebih saat ini ketika dunia mengalami krisis. Ada yang menyebutnya krisis Tiga-F (financial, fuel/energi, dan food/pangan). Namun saya lebih senang menyebutnya krisis ekonomi karena semua gejolak harga pangan dan energi berasal dari krisis ekonomi karena overinvestment. Dalam kondisi seperti ini seharusnya bioekonomi menjadi solusi bagi Indonesia dan dunia.

Dahulu , 21 Nopember 2003, sebelum terbitnya buku saya, dalam kelelahan saya memperjuangkan terbitnya buku pertama saya tersebut, saya menulis suatu surat keprihatinan.Kalau upaya manusia non kekerasan gagal mewujudkan sistem bioekonomi, maka TUHAN akan marah dan akan menjatuhkan kutukan atau tulah-Nya ke bumi.Kutukan atau hukuman TUHAN itu jatuh begitu saja tanpa perbuatan tangan manusia.

Kini empat setengah tahun kemudian, sudah banyak peristiwa terjadi. Ketika tulisan saya tentang bioekonomi dibuang (tidak dimuat) sering bencana terjadi. Gempa Yogya, misalnya, terjadi beberapa bulan setelah situs PUSTEP-UGM default. Situs itu memuat makalah yang saya sampaikan pada tanggal 2 Nopember 2004. Gempa itu juga terjadi setelah 2 bulan 13 hari saya mengirim artikel ke salah satu media di kota itu, dan ternyata tidak dimuat. Topan durian mengamuk di Filipina setelah seorang pastor Indonesia yang berada di Filipina tidak mempercayai peringatan saya. Dialog saya dengan pastor itu terekam di e-mail saya. Itu hanya beberapa contoh dari sekian banyak peristiwa.

Oleh karena itu melalui surat ini saya ingin menyampaikan pesan dan peringatan agar Anda apapun agama Anda, bisa terhindar dari kutukan/tulah TUHAN yang dijatuhkan-Nya ke bumi. Dan agar Anda bisa selamat memasuki jaman keemasan yang akan segera tiba. Peringatan ini disampaikan dengan niat dan rasa ngeman (sayang) agar banyak orang terhindar dari kutukan TUHAN. Kalau pesan ini saya tujukan pada orang Jawa bukan karena semangat eksklusif atau sikap nepotisme tetapi rasa terima kasih saya karena orang Jawa mau bersusah payah bersama saya mewujudkan jaman keemasan. Orang lain yang bukan Jawa boleh membaca pesan ini.

Peringatan dan Pesan

Setelah saya renungkan dan pikirkan masak-masak dengan berbagai pertimbangan akhirnya pesan ini saya tulis. Peralihan jaman menuju jaman keemasan akan segera tiba. Tanda-tandanya adalah kelaparan dan gempa bumi di berbagai tempat sebagaimana ditulis Kitab Suci. Gempa bumi memang sering dianggap peristiwa biasa. Akan tetapi ada enam gempa bumi yang istimewa karena terjadi pada tanggal istimewa selama 5 tahun terakhir di 4 negara. Gempa bumi itu adalah gempa Iran 26/12/03, tsunami Asia 26/12/04, gempa Nias 28/03/05, gempa Yogya -Klaten 27/05/06, gempa Taiwan 26/12/06, dan terbaru gempa Sichuan 12/05/08. Dengan adanya krisis Tiga-F maka kelaparan akan terjadi di mana-mana. Tidak semua orang yang berada di lokasi bencana pantas terkena hukuman. Banyak di antaranya terkena hanya karena tidak mujur. Tetapi harus diakui bahwa mereka yang berada di lokasi bencana memang menyrempet-nyrempet bahaya. Oleh karena itulah pesan ini ditulis, dengan rasa ngeman, agar banyak orang terhindar dari tulah TUHAN atau kemalangan.



Di dalam buku saya, saya sebutkan ada cara-cara atau upaya manusiawi non kekerasan agar bioekonomi terwujud (diaplikasikan) yaitu (I) kesadaran masing-masing individu (II) tekanan pemimpin agama pada umatnya masing-masing (III)norma atau etika sosial dan (IV)tekanan masyarakat konsumen. Namun apabila cara-cara non kekerasan sebagaimana saya ungkapkan dalam buku saya tersebut gagal, maka TUHAN akan marah dan menjatuhkan tulah atau kutukan ke bumi, sebagaimana saya tulis dalam surat keprihatinan saya tertanggal 21-11-2003.



Orang-orang yang akan terkena tulah atau kutukan adalah (A)mereka yang mewariskan atau menerima warisan kekayaan berlimpah ruah (B)pemimpin agama dari agama manapun yang tidak melarang pewarisan kekayaan berlimpah di antara umatnya (C)mereka yang menggunakan kekerasan dengan mengatasnamakan pemerintahan TUHAN (D)media yang tidak peduli bioekonomi (E)orang-orang yang mengkorup kekayaan daur ulang (dalam sistem bioekonomi) termasuk pejabat atau ilmuwan palsu/ilmuwan pelacur yang anti bioekonomi.


Mereka yang anti bioekonomi sudah pasti triple six (penindas dan kuasa kegelapan) kecuali orang tersebut tidak tahu apa itu bioekonomi. Apabila triple six (666) tidak bertobat maka TUHAN akan menghancurkannya dengan tulah (Sabda-Nya) sebagaimana ditulis oleh Kitab Suci. Kelima hal atau kategori orang yang membuat TUHAN marah sebagaimana saya sebut di atas bukanlah sesuatu yang baru karena telah ditulis Kitab Suci.



Agar Anda terhindar dari kutukan/tulah TUHAN dan terhindar dari kemalangan dan agar Anda bisa selamat masuk ke jaman keemasan maka lakukan hal-hal berikut ini dengan sepenuh hati, dengan suka cita, dan ketulusan. Ini bukan suatu tiket untuk masuk ke Surga. Tetapi sekedar agar terhindar dari tulah TUHAN atau kemalangan di hari H yang dahsyat. Tiga hal yang harus Anda lakukan adalah:

  1. Hindari kelima hal (dari A sampai dengan E) yang membuat TUHAN marah sebagaimana saya sebut di atas. Jangan melakukan kelima hal yang membuat TUHAN marah.
  2. Meskipun Anda tidak menerima kekayaan warisan berlimpah ruah, Anda perlu meningkatkan kedrmawanan atau etos sosial Anda termasuk membantu mereka yang tertimpa bencana.
  3. Selain itu perlu juga berdoa. Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya pada agama atau keyakinan Anda masing-masing dan yang telah Anda doakan setiap hari maka ucapkan (daraskan) doa yang akan saya tulis ini dengan sepenuh hati sebagai doa tambahan.Doa ini diinspirasikan TUHAN pada kaum raja, oleh karena itu doa pendek ini bersifat universal tidak tergantung agama atau dokrtrin surgawi yang Anda anut. Pertama kali doa ini diinspirasikan kepada Raja Daud yang hidup 3.000 tahun lalu dan dicatat dalam kitab Mazmur 118:25. Seorang raja yang dekat dengan TUHAN tahu kapan doa ini harus didoakan dan disebarluaskan kepada publik. Saat yang tepat adalah ketika sebuah Gerbang Emas telah terbuka dan ketika sebuah batu yang dipilih dan ditetapkan TUHAN dibuang oleh tukang-tukang bangunan.Namun batu yang dibuang itu menjadi batu sandungan dan menumbuk hancur banyak bangsa. Dengan dirumuskannya bioekonomi Gerbang Emas itu telah terbuka. Penjaga membukakan pintu bagi saya karena mereka mengenal saya. Namun bioekonomi itu juga dibuang oleh banyak orang.maka TUHAN mendatangkan hari H yang dahsyat itu yang tak terduga sebelumnya. Untuk itulah doa ini perlu diseberluaskan dan diucapkan. Doanya sangat pendek yaittu:"Ya TUHAN, berilah kiranya keselamatan! Ya TUHAN, berilah kiranya kemujuran!" Doa ini diucapkan minimal dua kali sehari, pagi setelah bangun tidur dan malam menjelang tidur. Juga diucapkan bila Anda berada pada situasi kritis di tengah badai, gempa atau musibah lain. Doa (hal ke-3) ini tidak ada artinya apa-apa kalau kita tidak melakukan dua hal pertama yaitu menghindari lima hal yang membuat TUHAN marah dan meningkatkan kedermawanan.

Meskipun akar krisis Tiga-F adalah kebiasaan mewariskan kekayaan berlimpah pada anak cucu, tetapi BUKAN berarti mereka harus dibunuh. Jangan melakukan kekerasan sebagaimana dilakukan dalam Revolusi Perancis. Orang-orang yang menggerakkan dan melakukan Revolusi Perancis adalah orang-orang yang tidak mengenal larangan TUHAN. Kita orang Timur. Kita percaya bahwa TUHAN memiliki kuasa untuk menjatuhkan tulah-Nya ke bumi. Hukuman TUHAN itu jatuh begitu saja tanpa perbuatan tangan manusia sebagai eksekutornya. Revolusi Perancis adalah contoh kegagalan peradaban Barat memahami sabda TUHAN.

Kiranya perlu juga diketahui bahwa dalam menghadapi situasi krisis saat ini TUHAN menghendaki kesabaran dan ketabahan (tawakal). Kusumo Lelono dalam bukunya Satrio Piningit (Gramedia Pustaka Utama, 1999, hlm 40-41) juga mengingatkan perlunya kesabaran dan tawakal:"Memang kasihan keadaan rakyat, seumpama mati separo tetapi nyatanya hidup, tetapi ada juga yang selalu tega menentukan mati hidupnya orang lain, yang demikian itu selalu disebut masa gelap. Lebih baik sabar dan tawakal memohon menetesnya anugerah kasih sayang Tuhan yang sebenarnya." Tidak ada satu alasan pun untuk melakukan kekerasan. Sabar dan tawakal. Hidup saya juga susah seperti Anda.
Penutup
Sikap eling lan waspada tetap aktual untuk dijalankan. Hari H yang dahsyat yang menjadi tanda peralihan jaman itu tidak terduga sebelumnya karena keputusan untuk menetapkan hari itu mutlak ada di tangan TUHAN. Memang, TUHAN akan mempertimbangkan dua hal. Pertama, peningkatan kesengsaraan rakyat akibat krisis Tiga-F. Kedua, toleransi yang diberikan TUHAN untuk bertobat. Semakin cepat peningkatan kesengsaraan rakyat, semakin pendek kesempatan yang diberikan TUHAN. Namun demikian hari H yang dahsyat itu tetap tidak bisa diramal.Kalau tidak ada pertobatan, pukulan TUHAN itu akan sangat dahsyat sehingga penduduk bumi berkurang drastis atau bahkan tinggal sedikit.

Berbahagialah orang yang menerima (mendengarkan pembacaan) pesan ini karena orang tersebut diibaratkan orang yang memperoleh undangan pesta perkawinan secara gratis (dari mempelai perempuan). Orang-orang yang memperoleh undangan ini adalah orang-orang yang memiliki kesempatan besar untuk terhindar tulah TUHAN dan kemalangan sehingga bisa memasuki tempat pesta perkawinan dimana hidangan yang bersumsum dan bergemuk telah disediakan. Mereka akan hidup dalam damai sejahtera dan dalam terang TUHAN di jaman keemasan. Dari tempat ini TUHAN berkenan menyingkap kain perkabungan bagi bangsa-bangsa sehingga mereka terbebas dari kelaparan dan kemiskinan. Mengikuti pesan ini berarti bersedia datang ke pesta perkawinan. "Marilah!"

Sebelum pesan dan peringatan ini saya tutup saya perlu menegaskan kembali bahwa, meskipun saya mempunyai hak atas takhta Mataram, saya mendukung sepenuhnya keberadaan NKRI dan menjadi bagian NKRI sebagai negara demokrasi modern yang berdasar hukum dan Pancasila yang menghargai keberagaman (Bhinneka Tunggal Ika) dan menjamin hak-hak asasi manusia. Wahyu keprabon dan Satrio Piningit itu tak ada kaitannya dengan jabatan Presiden RI. Oleh karena itu ikutilah pemilu dan pilpres sesuai dengan agenda dan konstitusi NKRI. Tidak perlu ada Negara atau Kerajaan Mataram. Pancasila dan NKRI sudah final.

Kalau Anda mempunyai perasaan dan keprihatinan seperti saya, agar banyak orang terhindar dari tulah TUHAN atau kemalangan, saya rasa Anda tidak keberatan untuk menyebarluaskan pesan dan peringatan ini maupun membacakannya bagi mereka yang kurang lancar memahami bahasa tulis. Saya tidak memaksa Anda untuk mempercayai atau menyebarluaskannya.

Orang Jawa adalah sahabat mempelai perempuan. Pertama-tama bukan karena wahyu keprabon atau pulung kesejahteraan dalam masyarakat Jawa disimbolkan oleh perawan atau karena mitologi Dewi Sri. Tetapi pertama-tama karena orang Jawa mau bersusahpayah bersama saya mempublikasikan teori ekonomi saya. Sahabat mempelai perempuan memang layak mendapat undangan pesta perkawinan ini.Namun undangan ini juga tersebar pada orang yang bukan Jawa, yang bukan sahabat mempelai perempuan maupun yang bukan sahabat Mempelai Laki-laki, untuk berjaga-jaga bila mereka yang masuk kategori sahabat tidak mau datang (tidak mau mengikuti pesan ini).

Demikian apa yang perlu saya sampaikan. Hal-hal benar yang ada dalam pesan ini adalah benar dan itu berasal dari TUHAN. Kalau ada kesalahan hal itu adalah kekhilafan saya sebagai manusia. Namun saya sudah berusaha sebaik mungkin agar tidak salah. Kalau ada pertanyaan bisa disampaikan dengan mengunjungi blog saya dengan URL adalah http://satriopiningitasli.blogspot.com

Ditulis dengan sesungguhnya dan dengan penuh tanggung jawab oleh
Ir. R. Yohanes Hani Putranto (R. Hani Japar).


Jakarta, 8 Juli 2008


Ir. R. Yohanes Hani Putranto
( R. Hani Japar *)

*)CATATAN
  • R. Hani Japar adalah nama penunjukan (nama pulung) bukan nama kecil saya. Nama ini tersandi dalam mimpi penduduk Bantul dan pernah membuat heboh masyarakat dan menjadi pemberitaan media massa sekitar bulan Mei 1993. Mengenai mimpi ini bisa dibaca di dalam buku Bayang-bayang Ratu Adil karya Sindhunata terbitan Gramedia Pustaka Utama 1999 hlm 292-297. Nama sandi itu adalah RA Parjinah. Pada tanggal 4 Juli 2002 saya berhasil membaca sandi itu yaitu dengan memindah huruf r di tengah ke belakang kemudian membacanya dari kanan ke kiri maka terbacalah R. Hani Japar. Japar adalah nama orang tua saya.Dalam mimpi itu RA Parjinah dianggap sebagai anak pasangan Pambayun-Ki Ageng Mangir.Ini sesuai dengan kondisi saya karena kedua orang tua saya memang salah satunya berasal dari Mangir dan satunya berasal dari kota Yogyakarta.Menurut saya hal ini adalah pemenuhan ramalan Jawa yang mengatakan bahwa Mataram akan makmur setelah terjadi perkawinan antara K Progo dan K Opak yang saya tafsirkan sebagai perkawinan antara orang Mangir dengan orang kota Yogyakarta.
  • Ada juga peringatan dari Sabdopalon yang bunyinya: "Sang Prabu diaturi ngyektosi, ing besuk yen ana wong Jawa ajeneng tuwa, agegaman kawruh, iya iku sing diemong Sabdopalon, wong jawan arep diwulang weruha marang bener luput" (Ki Kalamwadi hlm 143-145, Serat Darmogandul, Dahara Prize, Semarang 1990, sebagaimana dikutip Bambang Noorsena, Menyongsong Sang Ratu Adil, Yayasan Andi, 2003 hlm 326)
  • Di tulisan lain ada juga peringatan Sabdopalon:"Tetapi ingat, bila besok ada orang yang mempunyai nama tua tidak memakai keris bersedia duduk sejajar dengan tuan (raja), dialah utusan dan asuhan saya. Saya akan membuat tanah Jawa makmur. Saya akan membawa orang seberang ke tanah Jawa, saya akan membuang orang Jawa yang kurang baik ke seberang" (Thojib Djumadi "Panguwasa Landa Jirunung Sabdopalon" dalam Jayabaya N0 37 XLII, 8 Mei 1988 sebagaimana dikutip oleh Bambang Noorsena, Menyongsong Sang Ratu Adil hlm 64). Dengan diaplikasikannya bioekonomi seharusnya seluruh dunia akan mengalami keadilan dan kemakmuran.

Tulisan Saya:
  • Buku: Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia, Penerbit Wedhatama Widya Sastra, Jakarta, 2004
  • Makalah: "Bioekonomi, Ekonomi Masyarakat, dan Kependudukan. Dalam Kaitannya dengan Upaya Membantu Pemerintah RI Mengatasi Keterpurukan Sektor Riil dan Menghadapi Tantangan di Masa Mendatang" Disampaikan dalam seminar bulanan ke-22 di Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) UGM Yogyakarta 2 Nopember 2004
  • Karya Tulis: "Mengentaskan Kemiskinan dengan Paradigma Baru Demokrasi Ekonomi" Masuk babak final (10 besar) lomba karya tulis pengentasan kemiskinan yang diselneggarakan LP3ES dan Yayasan Damandiri 2005
  • Karya Tulis: "Dampak Biososioekonomi Terhadap Upaya Mewujudkan Indonesia 2025" Disampaikn dalam lomba karya tulis yang diselenggarakan Bank Indonesia 2006

Rabu, 22 Oktober 2008

Misteri Laba dan Kesengsaraan Rakyat



From: Hani Putranto Hani Putranto
Subject: Kiriman Artikel Opini:"Misteri Labadan Kesengsaraan Rakyat"

Date: Wednesday, June 18, 2008, 1:53 AM

Pengantar:
Meskipun artikel ini saya tulis tanggal 18 Juni 2008, sebelum Lehman Brother ambruk, tetapi tetap relevan untuk ditampilkan di blog saya ini. Selamat membaca semoga mengakrabkan anda dengan metode berpikir bieoekonomi (biososioekonomi). Jakarta 22 Oktober 2008. Ir. R. Yohanes Hani Putranto


Krisis Tiga-F yaitu financial (keuangan), fuel (minyak), dan food (pangan) telah menyengsarakan rakyat dimana-mana dan menjadi ancaman global yang serius. Rakyat yang beberapa bulan lalu masih hidup berkecukupan tiba-tiba daya belinya anjlok drastis karena harga kebutuhan pokok melambung. Sementara itu kebijakan pemerintah RI menaikkan harga BBM_dengan dalih menyelamatkan APBN_ mendapat kritik tajam dari berbagai kalangan. Pemerintah meresponnya dengan merencanakan pengenaan pajak atas windfall profit (Kompas 12/06/08, hlm 17).

Namun sebelum upaya itu direalisasikan, hendaknya semua pihak melihat dengan jernih mengenai windfall profit ataupun laba secara umum. Hal ini perlu ditegaskan karena saya menangkap ambiguitas pernyataan Purnomo Yusgiantoro bahwa pengenaan pajak itu sebatas tidak merugikan kontraktor migas. Tanpa pendangan yang jernih dan mendasar tentang laba, maka krisis dan persoalan yang kita hadapi ini akan sulit teratasi.

Pengembalian yang sah atas modal?

Pandangan ekonomi neoklasik atau yang populer disebut neoliberal mengatakan bahwa laba adalah pengembalian yang sah atas modal. (Case & Fair, 2001:437). Pandangan ini sering diperlakukan sebgai harga mati dan ideologi bagi banyak negara di dunia termasuk rezim yang saat ini memenangi pilpres 2004.

Berbeda dengan pandangan neoklasik, pandangan Marx mengatakan bahwa laba adalah nilai yang diciptakan tenaga kerja dan diambil alih secara tidak adil oleh kapitalis yang non produktif. Atau dengan kata lain laba diperoleh karena adanya eksploitasi terhadap buruh. Melihat gejolak harga-harga komoditas saat ini apakah pandangan Marx ini relevan? Rasanya tidak.Berapa pekerja yang terlibat dalam perdagangan berjangka minyak yang melambungkan harga minyak mentah di bursa komoditas berjangka? Tidak banyak. Apakah pekerja di sana dieksploitasi? Agaknya tidak. Pandangan Marx ini absurd dan tidak relevan.

Pandangan yang lebih mencerahkan dan relevan seperti yang sering saya sampaikan dalam berbagai kesempatan adalah bahwa laba diperoleh karena konsumen membayar lebih tinggi dari biaya produksi, distribusi, dan komponen pajak di dalamnya. Dalam kondisi normal, tidak terjadi gejolak harga, konsumen memandang bahwa harga yang harus dibayar itu wajar. Dalam arti konsumen tidak menuntut produsen dan distributor agar tidak menarik laba. Pajak yang ditarik pemerintah juga wajar karena pemerintah bisa berjalan kalau ada pajak yang dibayarkan kepadanya.

Akan tetapi apabila harga-harga tersebut melambung maka konsumen (baca: rakyat) akan menjerit karena hal itu menyengsarakan hidup mereka. Benar bahwa, harga terbentuk karena tarik-menarik antara penawaran dan permintaan. Namun Permintaan ini pun harus dibedakan antara permintaan riil konsumen end user dengan permintaan spekulatif termasuk untuk tujuan investasi.

Suatu produk apakah itu properti, minyak mentah, atau yang lain harganya bisa melambung apabila dijadikan instrumen investasi (dan spekulasi). Dengan diperdagangkannya minyak mentah dalam bursa berjangka, minyak menjadi ajang spekulasi yang harganya bisa melambung. Investor pertama yang masuk berharap harga minyak meningkat. Setelah meningkat ia akan menjualnya kepada investor kedua demikian seterusnya tergantung jumlah dana yang tersedia dan harapan akan peningkatan harga dikemudian hari. Menurut Paul B Farrel, sebgaimana dikutip Kompas 29/02/08, dana perusak itu besarnya 516 triliun dollar AS atau lebih dari sepuluh kali lipat PDB dunia yang hanya 48 triliun dollar AS.

Maka pandangan neoklasik tidak boleh diperlakukan sebagai harga mati tetapi harus dilihat konteks dan porsinya. Pandangan neoklasik masih bisa diterima sepanjang modal itu milik institusi bisnis dalam kondisi normal atau milik individu dalam skala kecil (usaha rakyat). Dalam tataran mikro dan kondisi normal seperti itu pandanagan neoklasik bisa diterima. Namun pemerintah adalah pemangku kepentingan publik sehingga harus melihat persoalannya secara makro.

Individu vs institusi bisnis

Apa yang dimaksud tidak merugikan dalam pernyataan Purnomo Yusgiantoro belum jelas. Sebuah perusahaan kontraktor migas dalam kondisi normal bisa meraih laba, misalnya, Rp20 miliar. Dengan melambungnya harga minyak labanya menjadi Rp 110 miliar misalnya. Berapa besarnya pajak yang pantas dikenakan dengan adanya windfall profit tersebut? Rp20 miliar atau Rp 90 miliar? Dengan mengenakan pajak hanya Rp 20 miliar, keadaan rakyat tidak kembali normal artinya konsumen (baca:rakyat) tetap sengsara karena merekalah yang membayar laba itu.

Pengenaan pajak atas windfall profit tetap relevan sebagai upaya kuratif. Namun upaya preventif agar harga tidak melambung, perlu dilakukan juga. Apakah itu berarti perlu semacam "Keynes baru" seperti anjuran A Tony Prasetiantono (Kompas 16/06/08)? Harus diingat bahwa kelemahan atau kesalahan Keynes adalah tidak membedakan antara individu dan institusi bisnis. Padahal keduanya berbeda.

Individu selain homo economicus juga homo socius sekaligus. Individu bisa membagikan 100% labanya, atau bahkan 100% kekayaannya, mampu menanggung kerugian besar, juga bisa secara sukarela kehilangan kesempatan untuk meraih laba. Sementara institusi bisnis tidak bisa melakukan apa yang dilakukan individu. Oleh karenanya anjuran Prasetiantono tidak boleh dipisahkan dari upaya menyeluruh untuk mencegah melambungnya harga-harga. Memang untuk itu diperlukan suatu etos sosial.

Yang diharapkan dari Pemerintah

Sebagai salah satu pemangku kepentingan publik pemerintah diharapkan tidak lagi membebani rakyat dengan dalih menyelamatkan APBN.Kedepannya pemerintah perlu melakukan hal-hal berikut.

Pertama, pemerintah harus mengubah paradigma neoliberalnya yang menganggap laba adalah pengembalian yang sah atas modal. Kedua, pemerintah perlu bekerja sama dengan pusat-pusat pengaruh baik formal atau non formal dalam civil society baik lokal atau global. Pusat-pusat pengaruh ini memiliki kemampuan efektif agar individu meningkatkan etos sosialnya, rela kehilangan peluang meraih laba, rela membagikan laba atau bahkan kekayaannya. Ketiga, pemerintah perlu menegosiasikan pembayaran utang luar negeri yang akan jatuh tempo. Keempat, pemerintah harus benar-benar bekerja untuk kepentingan publik dan rakyat bukan untuk kepentingan kelompok.

Semoga rakyat terhindar dari kesengsaraan, kemiskinan, atau kelaparan. Pemerintah seharusnya bisa kalau ada kemauan.

Jakarta 18 Juni 2008

Hani Putranto

Daftar Pustaka

Case, Karl E and Ray C Fair, 2001 Prinsip-prinsip Ekonomi Makro, Prenhalindo, Jakarta. Terj. dari Principles of Economics Prentice Hall, New Jersey 1999

Prasetiantono, A Tony. "Harga Minyak dan Bencana Fiskal" Kompas 16 Juni 2008

______, "Dampak Kenaikan BBM, Produsen Migas akan Dikenai "Windfall Profit Tax" Kompas 12 Juni 2008 hlm 17

______, "Komoditas akan Bergolak. 526 Triliun Dollar AS Kekuatan Perusak" Kompas 29 Februari 2008 hlm 8

Tentang Penulis

Hani Putranto, yang lahir di Merbau Mataram, Lampung Selatan 22 Maret 1967, adalah lulusan S1 Jurusan Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Karya-karyanya adalah:

  • Buku: Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia, Penerbit Wedhatama Widya Sastra, Jakarta, 2004.
  • Makalah: "Bioekonomi, Ekonomi Masyarakat, dan Kependudukan. Dalam Kaitannya dengan Upaya Membantu Pemerintah RI mengatasi Keterpurukan Sektor Riil dan Menghadapi Tantangan di Masa Mendatang". Disampaikan dalam seminar bulanan ke-22 di Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM 2 November 2004
  • Karya Tulis: "Mengentaskan Kemiskinan dengan Paradigma Baru Demokrasi Ekonomi". Masuk 10 besar lomba karya tulis yang diselenggarakan LP3ES dan Yayasan Damandiri tahun 2005
  • Karya Tulis:"Dampak Biososioekonomi Terhadap Upaya Mewujudkan Indonesia 2025". Disampaikan dalam Lomba Karya Tulis yang diselenggarakan Bank Indonesia 2006

Sehari-hari bekerja di Jakarta sebagai agen property.


Minggu, 19 Oktober 2008

Wahyu Keprabon

Di tengah situasi negara dan bangsa kita saat ini, pembicaraan mengenai satrio piningit dan wahyu keprabon selalu menarik perhatian. Sebagian orang mempercayai keberadaannya sementara sebagian lain tidak. Namun justru karena media tidak membicarakannya secara jujur dan terbuka maka kepercayaan mengenai adanya satrio piningit itu bisa dimanfaatkan oleh petualang politik untuk memenangi pemilu dengan memanipulasi dan menggelembungkan citra diri di hadapan rakyat. Patut disayangkan memang, karena ujung-ujungnya rakyat tetap susah.

"Wahyu untuk Rakyat"

Sudah sejak tahun 2003 saya mengingatkan media massa agar tidak mengkait-kaitkan satrio piningit dan wahyu keprabon itu dengan jabatan Presiden RI. Namun agaknya peringatan saya tidak direspon. Tulisan saya tidak dimuat. Kumpulan tulisan saya itu kemudian saya satukan bersama beberapa tulisan saya mengenai bioekonomi dan demokrasi ekonomi. Saya satukan di bawah judul "Wahyu untuk Rakyat, Kilas Balik Sikap dan Pemikiran Saya". Dalam kumpulan tulisan saya itulah saya jelaskan perihal satrio piningit dan wahyu keprabon secara panjang lebar. Saya masih mempertimbangkan apakah kumpulan tulisan saya "Wahyu untuk Rakyat" itu akan saya tampilkan dalam blog saya ini atau diterbitkan sebagai buku. Copy naskahnya memang saya sebarkan ke beberapa pihak bersama buku saya Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia (2004).

Beberapa pihak yang saya kirimi copy tulisan saya "Wahyu untuk Rakyat" itu adalah (urut abjad): Dr. Daniel Sparinga (Unair), Darmanto Jatman (Undip), Daud Sinjal (Harian Sinar Harapan), Harmanto Eddy Jatmiko (majalah Swasembada), Prof. Dr. Hembing Wijaya Kusuma (Majalah Misteri), Drs. Kwik Kian Gie (Ekonom), Permadi, SH(Anggota DPR-PDIP), Rosiana Silalahi (SCTV), Prof. Dr. Ryaas Rasyid (IIP, Anggpta DPR), Pustaka Sinar Harapan, Dr. Sukardi Rinakit (Soegeng Sarjadi Syndicate), Tabloid Sabda, dan Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Khusus yang saya kirimkan kepada Prof. Dr. Ryaas Rasyid adalah edisi baru.

Selain kepada Prof Dr. Ryaas Rasyid, saya mengirimkan tulisan saya "Wahyu untuk Rakyat" edisi baru dalam bentuk soft copy melalui e-mail kepada Albert Kuhon (wartawan), Prof. Dr. Ir. Hariyadi (FTP-UGM), dan Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwijaya (IPB).

Satrio Piningit

Mengenai satrio piningit itu terlalu panjang untuk diungkapkan dalam artikel pendek ini. Tetapi pada dasarnya seperti dikatakan banyak orang yaitu akan membawa Indonesia keluar dari krisis. Dalam ruang yang sempit ini dengan segala kerendahan hati saya, saya perlu menceritakan tentang satrio piningit itu.

Saya sebenarnya enggan menceritakan mengenai satrio piningit itu. Namun karena fenomena satrio piningit dan wahyu keprabon telah dimanfaatkan oleh petualang politik maka saya perlu menjelaskannya dalam blog saya ini.

Sepuluh tahun yang lalu saya tidak memahami apa itu satrio piningit. Persepsi saya mengenai satrio piningit adalah seseorang yang secara khusus disiapkan oleh penguasa Orba secara sembunyi-sembunyi untuk menggantikannya. Sekitar tahun 2001 teman kantor saya mengatakan bahwa satrio piningit itu adalah orang yang akan membawa Indonesia keluar dari krisis. Secara kebetulan saya menemukan buku Satrio Piningit di sebuah toko buku di Pondok Indah. Baru setelah saya membaca buku Satrio Piningit karya Kusumo Lelono terbitan GPU itu pemahaman saya mengenai satrio piningit menjadi jelas.

Dari gambaran mengenai satrio piningit dalam buku itu saya merasa bahwa diri saya mirip gambaran itu. Tetapi saya tidak mau dianggap GR (gegedhen rumangsa=memiliki perasaan berlebihan).

Sampai suatu saat, yaitu 4 Juli 2002 saat usia saya 35 tahun, saya berhasil membaca nama saya tersandi dalam mimpi penduduk Bantul (DIY). Nama yang tersandi itu memang bukan nama kecil saya Hani Putranto tetapi R. Hani Japar yang tersandi dalam nama RA Parjinah. Dalam mimpi itu RA Parjinah dianggap sebagai anak pasangan Pambayun-Ki Ageng mangir (Mengenai mimpi ini bisa dibaca dalam buku Bayang-bayang Ratu Adil karya Sindhunata). Menurut hemat saya hal itu adalah wangsit, dan wangsit itu adalah sah karena yang mimpi maupun yang mempublikasikan mimpi itu bukan saya. Mereka tidak kenal secara pribadi dengan saya. Kalau yang mimpi saya, justru wangsit itu tidak sah karena orang lain tidak bisa meng-cross chek-nya. Tradisi Yahudi mengatakan bahwa kesaksian yang berasal dari diri sendiri tidaklah sah.

Sejak saat itu saya memiliki keyakinan bahwa satrio piningit yang sejati itu adalah saya. Hal ini bukanlah suatu ke-GR-an terlebih-lebih setelah saya tuntas merumuskan teori biososioekonomi. Satrio piningit dan wahyu keprabon itu tidak ada kaitannya dengan jabatan presiden RI. Presiden RI hanya memerlukan legitimasi demokrasi tidak memerlukan legitimasi wahyu.

Kepercayaan mengenai wahyu keprabon ada pada ranah budaya Jawa, tidak bisa dijejalkan dalam struktur politik NKRI. Justru ketika saya mnerima wahyu keprabon itu, saya harus menjalani banyak pantangan antara lain tidak menduduki jabatan struktural publik seperti jabatan Presiden. Melalui penggemblengan yang tak saya sadari sebelumnya, nafsu struktural saya telah dimatikan. Sejak jobless, akhir Februari 1993, saya mulai menekuni dan akhirnya menyenangi profesi non struktural sebagai marketing (sales) yang hidup dari omzet bukan gaji tetap. Menggunakan bahasa komando seperti halnya mereka yang memiliki jabatan struktural tidak lagi menjadi kebiasaan saya.

Memang kalau melihat sejarah Jawa sebagaimana saya baca dari de Graaf, kita tahu bahwa Senopati (Sutowijoyo) bukanlah orang Mataram karena tidak pernah lahir di Mataram (wilayah yang membentang antara Kali Progo dan Kali Opak). Menurut sejarah, menurut wangsit di atas , dan menurut berbagai kesaksian (ramalan lain) mestinya saya berhak menjadi Raja Mataram. Tetapi kalau menurut saya, saya memang raja mataram (dengan huruf r dan m kecil) yang artinya cendekiawan (intelektual) yang menemukan teori ekonomi yang bermanfaat bagi rakyat banyak atau cendekiawan yang menemukan pengetahuan yang direstui (arti kata mataram). Bukan raja dalam pengertian teritorial struktural. Bagi saya Pancasila dan NKRI sebgai negara demokrasi modern yang berdasar hukum dan menghargai pluralitas adalah final. Tidak perlu ada negara atau Kerajaan Mataram.

Kalau saya boleh memilih, saya lebih menyukai hidup tenang jauh dari hingar bingar publikasi. Saya tidak akan mengklaim sebagai satrio piningit atau raja mataram kalau teori biososioekonomi salah. Sampai saat ini berjalan 4 tahun penerbitan buku saya, tak ada yang menunjukkan kepada saya bahwa teori bioekonomi salah. Kalau bioekonomi salah tolong tunjukkanlah melalui blog ini. Dan kalau biososioekonomi salah saya rela melepaskan semua klaim saya di atas. Mengenai wangsit itu? Lupakan saja....


Sabtu, 18 Oktober 2008

Selamat Datang di Blog Satrio Piningit

Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih karena Anda mau mengunjungi blog saya , Blog Satrio Piningit, yang sederhana ini. Kedua saya mohon dengan hormat janganlah kiranya memiliki gambaran yang seram mengenai satrio piningit.

Saya perlu menjelaskan bahwa satrio piningit sejati itu hanya seseorang yang kebetulan kejatuhan pulung untuk memberi peringatan. Ya, sekedar pemberi peringatan. Bukan penguasa, bukan eksekutor, bukan pula algojo.

Mengenai blog saya ini Anda akan menemukan beberapa hal tidak hanya mengenai satrio piningit, situasi sosial-politik aktual, atau mengenai budaya dan sejarah Jawa tetapi juga teori ekonomi yang saya rumuskan yakni bioekonomi (biososioekonomi), demokrasi ekonomi, dan kesejahteraan publik yang diperjuangkan tanpa kekerasan.

Di tengah krisis ekonomi dunia saat ini teori ekonomi saya menunjukkan relevansinya. Dari blog saya ini Anda bisa belajar melihat permasalahan ekonomi publik-kerakyatan dengan metode analisis dan metode berpikir bioekonomi. Anda boleh tidak setuju dengan saya. Komentar, kritik, atau pertanyaan silakan Anda ajukan.

Saya yakin banyak hal yang Anda dapatkan dari blog saya ini langsung dari narasumber utamanya, dari pelakunya, bukan dari komentator atau akademisi yang pengetahuannya sudah kurang up to date karena mungkin tidak mengetahui bioekonomi atau satrio piningit dan wahyu keprabon secara benar. Perihal bioekonomi dan satrio piningit itu tidak banyak Anda dapatkan di tempat lain, seperti media cetak, atau media lain.

Penjelasan lengkap mengenai satrio piningit dapat Anda peroleh dalam postingan yang berjudul:"Wahyu Keprabon" yang diarsip bulan Oktober 2008 di blog ini di bawah label budaya. Tulisan lain yang penting adalah "Peringatan dan Pesan untuk Orang Jawa: Terhindar Kutukan Memasuki Jaman Keemasan" juga diarsip di bulan Oktober 2008 di bawah label spiritual. Semoga Anda mendapatkan informasi yang berharga dan aktual.

Salam Indonesia

Minggu, 18 Mei 2008

Cara Mudah Mengidentifikasi Neoliberalisme

Istilah neoliberalisme sedang menjadi pembicaraan publik ketika salah satu capres-cawapres dinilai menganut neoliberalisme. Di dalam berbagai diskusi baik di dunia nyata atau maya seperti facebook, neoliberalisme sering dipersepsikan sebagai pro asing atau antek asing. Persepsi neoliberalisme sebagai pro asing sebenarnya kurang tepat atau bahkan menyesatkan. Bagi publik, khususnya aktivis sosial atau politik perlu mengenal suatu cara praktis tapi tepat, bagaimana mengidentifikasi neoliberalisme Seseorang yang menyatakan diri pro domestik saja tidak otomatis telah meninggalkan paradigma neoliberalistiknya.

Pada dasarnya kekeliruan mendasar neoliberalisme adalah menggunakan cara pandang mikro pada tataran makro. Padahal kedua tataran itu sering bertentangan. Deposito milik kita pribadi memang aset bagi kita sebagai individu, tetapi pada tataran makro deposito tadi adalah liabilitas. Sebenarnya penganut neoliberal atau yang dalam bahasa halusnya disebut neoklasik sudah mengingatkan dalam texbook ekonomi makro:"Hampir semua peristiwa ekonomi makro sering berkaitan_seringnya memperbaiki satu sisi berarti memperburuk yang lain" (Case & Fair, 2001, Prinsip-prinsip Ekonomi Makro, Prenhalindo, Jakarta 2001), misalnya resesi diperlukan untuk menahan inflasi tetapi resesi sendiri meningkatkan pengangguran. Solusi yang menyeluruh pada semua sisi tidak dikenal pada mazhab neoklasik (atau yang populer dengan sebutan ejekan neoliberal). Oleh karena itu penganut mazhab ini membebankan beban dan persoalannya kepada wilayah (negara) lain dengan ekspansi investasi. Mungkin karena cara mengatasi masalah sepert i ini maka penganut mazhab ini, di Indonesia, dipersepsikan sebagai pro asing atau antek asing.

Cara yang paling mudah untuk mengidentifikasi neoliberalisme adalah: (1)Melihat obsesi seseorang pada pertumbuhan PDB. Penganut mazhab ini terobsesi pada pertumbuhan PDB tinggi. Jadi kalau seseorang menyatakan diri pro domestik tetapi terobsesi untuk meraih pertumbuhan PDB tinggi, tetap saja orang tersebut penganut neoliberalisme yang pro pemilik modal. (2)Ketergantungan pembiayaan APBN dengaan hutang entah hutang luar negeri atau dalam negeri. Ketergantungan pada hutang menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi yang dibuatnya pro pemilik modal yang berkeinginan mengakumulasi modal dan kekayaan privatnya.

Inilah cara-cara yang sederhana tapi bisa dipertanggungjawabkan untuk mengidentifikasi neoliberalisme. Seseorang bisa saja mengubah paradigmanya, tetapi waktu nanti yang akan membuktikan kebenarannya.