Kamis, 26 Juli 2012

Harus Ada Perubahan

Krisis hutang yang melanda zona Euro maupun ancaman krisis ekonomi global mambuat kita harus berubah meninggalkan paradigma lama. 

Sebenarnya krisis bukan hanya terjadi ketika ada gejolak moneter atau keuangan. "Silent" crisis sebenarnya terjadi ketika bunga tabungan nyaris nol atau minus bila dikoreksi dengan inflasi. Namun karena krisis semacam ini hanya dirasakan rakyat, dianggap bukan krisis oleh pemerintah. Padahal kondisi seperti ini secara perlahan-lahan akan melemahkan daya beli rakyat. Dan membuat rakyat tetap miskin. Kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkan terus-menerus.

Paradigma ekonomi lama yang neolib (maupun keynesian) harus ditinggalkan. Paradigma konvensional tersebut secara akuntansi tidak bisa dipertanggungjawabkan karena membiarkan liabilitas publik jauh di atas asetnya atau dengan kata lain membiarkan aset privat lebih tinggi dari aset publik. Akibat dari ketidakseimbangan itu adalah sistem tidak mampu membayar kewajibannya (gaji, bunga, laba, dan jaminan sosial). Jatuhnya suku bunga mendekati nol atau minus (bila dikoreksi dengan inflasi) mengindikasikan bahwa sistem yang berjalan tidak mampu membayar bunga.

Bagi kebanyakan ekonom konvensional perubahan paradigma itu ternyata tidak mudah. Otak mereka telah dikuasai texbook lama yang menganggap perekonomian makro seperti pabrik raksasa yang harus berproduksi meningkatkan PDB. Pengelolaan perekonomian makro (publik) yang didasarkan pada rekening T publik (baik state maupun society) belum menjadi kebiasaan bagi kebanyakan ekonom.

Keterbelengguan pada pertumbuhan PDB itulah yang menjadi ciri kapitalisme agregat sehingga kita bisa dengan mudah bisa membedakan seorang ekonom menganut paham neoliberalisme atau tidak. Selain itu juga bisa dibedakan dengan mengetahui sikap dan opininya ketika berhadapan dengan isu pembiayaan pendidikan dan infrastruktur. 

Neoliberalisme berpandangan bahwa biaya pendidikan harus ditanggung masing-masing konsumen pendidikan (orang tua siswa). Pandangan semacam ini berasal dari pandangan neolib bahwa kebebasan berusaha seharusnya membuat daya beli rakyat terjaga. Kaum neolib lupa bahwa di dalam sejarah sudah sering terjadi jatuhnya tingkat laba maupun pengangguran. Krisis yang terjadi hanyalah pengulangan data dan fakta bahwa neoliberalisme pada hakekatnya secara akuntansi memang tidak menjamin mampu membayar kewajiban sistem. Berbeda dengan pandangan neolib, menurut biososioekonomi laba (dan akumulasinya) berasal dari konsumen dan harus dikembalikan kepada konsumen (semua orang/publik). Oleh karena itu, menurut biososioekonomi pembiayaan pendidikan adalah bagian dari redistribusi aset privat secara besar-besaran yaitu bagian dari demokrasi ekonomi dalam paradigma baru yang seharusnya mengembalikan akumulasi laba kepada konsumen. Konsumen pendidikan adalah sasaran tepat pengembalian akumulasi laba di sektor riil.

Tidak mudahnya bagi ekonom konvensional untuk mengubah paradigmanya bisa dilihat dari opini kebanyakan ekonom yang tersebar di media massa konvensional (cetak). Selain itu juga dari kasus ekonom yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Dari sikap dan responnya terhadap pembiayaan pendidikan dan pembiayaan infrastruktur terlihat bahwa ekonom itu belum mengubah paradigma neolibnya. Idenya untuk membiayai infrastruktur dengan dana investor juga menunjukkan bahwa ekonom tersebut belum berubah dari paradigma neolib. Memang membangun infrastruktur dengan dana investor tidak akan  membebani keuangan pemerintah tapi tetap saja membebani konsumen yang berarti tidak pro demokrasi ekonomi bahwa laba berasal dari konsumen dan harus dikembalikan kepada konsumen. Jaman Raja Airlangga (1021-1042M) membangun bendungan tidak memakai dana investor atau hutang. Kalau kita di jaman ini melakukan pembangunan infrastruktur dengan hutang atau dana investor berarti telah terjadi kemerosotan drastis dalam kehidupan publik, liabilitas publik jauh lebih tinggi dari asetnya. Itulah neolib.

Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan. Kalau ekonom konvensional tidak mau memahami dasar-dasar dan prinsip-prinsip akuntansi atau tidak mau meninggalkan paradigma neolibnya akan lebih baik kalau sebagian dari mereka yang hari ini telah mempelajari akuntansi secara formal juga mempelajari teori ekonomi makro biososioekonomi. Mereka yang memahami akuntasi akan mudah mempelajari teori ekonomi makro biososioekononi. Selain itu kita juga menghimbau kepada para pemimpin agar tidak memakai lagi ekonom neolib. Kepada rakyat juga dihimbau untuk tidak memilih pemimpin neolib. Dan kepada media massa konvensional juga seharusnya memberi penerangan kepada publik. Harus ada perubahan. 

Semoga tulisan ini bermanfaat. Marilah menjadi negarawan yang baik, marilah menjadi anggota masyarakat yang baik yang peduli pada kepentingan publik.

Jumat, 20 Juli 2012

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1433 H

Secara pribadi saya mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalaninya. 

Kamis, 19 Juli 2012

Percuma Memberi Pancing....(Perihal Beasiswa Neolib dan Redistribusi Aset)

Beberapa program CSR (corporate social responsibility) yang dijalankan suatu perusahaan sering memberi beasiswa kepada mahasiswa cerdas yang berasal dari keluarga kurang mampu. Tentu beasiswa semacam itu berbeda dengan paket beasiswa dalam paradigma teori ekonomi makro biososioekonomi. Perbedaannya jelas bahwa paket beasiswa biososioekonomi ditargetkan menjangkau semua anak usia sekolah sementara beasiswa ala CSR hanya dinikmati beberapa gelintir mahasiswa. Perbedaan lainnya kalau siswa/mahasiswa berhenti tidak menuntaskan pendidikannya maka pemberian dana beasiswa dihentikan, sementara paket beasiswa biososioekonomi masih bisa memberikan dana beasiswa yang tidak terpakai sebagai jaminan pensiun yang bisa diambil saat memasuki usia pensiun.

Beasiswa ala CSR di atas bisa disebut sebagai beasiswa ala neolib sementara paket beasiswa biososioekonomi adalah beasiswa yang sesuai demokrasi ekonomi karena merupakan bagian dari redistribusi aset pribadi besar-besaran. Mengapa beasiswa ala CSR atau kebanyakan beasiswa di luar paradigma biososioekonomi hanya menjangkau sebagian anak usia sekolah? Ada dua hal yang menjadi penyebabnya. Beasiswa di luar paradigma biososioekonomi biasa menggunakan kerangka berpikir neolib bahwa pembiayaan pendidikan seharusnya ditanggung masing-masing konsumen (orang tua). Kedua, secara matematis beasiswa di luar paradigma biososioekonomi terkendala terbatasnya dana. Suatu perusahaan paling-paling hanya mampu menyumbang 2,5% dari laba untuk kegiatan CSR. Dari persentase itu tidak semuanya untuk beasiswa.

Berbeda dengan paradigma neolib,  menurut paradigma biososioekonomi laba berasal dari konsumen dan harus dikembalikan kepada konsumen atau publik yang berarti menyangkut semua orang. Oleh karena itu wajar bagi biososioekonomi untuk memberi paket beasiswa sampai dengan S1 bagi semua anak karena hal itu merupakan bagian dari pengembalian laba kepada konsumen. Konsumen pendidikan, dalam hal ini anak usia sekolah, adalah sasaran tepat penerima pengembalian laba kepada konsumen. Menurut paradigma biososioekonomi yang dikembalikan itu harus mendekati 100% bukan hanya 2,5% laba sebagaimana praktek yang dilakukan CSR. Dalam paradigma biososioekonomi yang mengembalikan akumulasi laba itu adalah orang bukan perusahaan. Etos sosial perusahaan terbatas, persentase laba yang dikembalikan perusahaan tidak akan besar paling hanya 2,5%. Sementara etos sosial orang tidak terbatas karena orang tidak hanya bersifat homo economicus tapi juga homo socius.

Pembiayaan pendidikan adalah bagian dari redistribusi aset pribadi ke sektor riil. Itulah paradigma biososioekonomi. Selain terdistribusi ke bidang pendidikan   kekayaan daur ulang juga terdistribusi kepada/melalui:

1. Sektor moneter dengan menjadi aset bank sentral sehingga memperkuat aset bank sentral dan mencegah inflasi atau mencegah depresiasi permanen mata uang.
2. Perbankan, yaitu terdistribusi sebagai bunga tabungan bagi penabung kecil (non triple six).
3. Publik/pemerintah, sehingga meningkatkan tax ratio, yang kemudian dipakai untuk menyediakan infrastruktur, layanan administrasi publik, hukum, keamanan dan penyelenggaraan negara pada umumnya.
4. Jaminan sosial lainnya: kesehatan, pensiun, dan food stamps/ketahanan pangan.

Selain itu, secara deduktif logis dapat dikatakan bahwa aplikasi biososioekonomi akan membuat harga rumah terjangkau rakyat kebanyakan. Properti tidak dijadikan ajang spekulasi karena secara makro, biososioekonomi menjamin mampu membayar laba sehingga tidak perlu menjadikan properti sebagai obyek spekulasi yang membuat harganya tak terjangkau rakyat.

Cara mendistribusikan kekayaan daur ulang di atas sudah saya pikirkan ketika saya merumuskan biososioekonomi sehingga tidak dituduh membuat orang malas atau hanya memberi ikan tidak memberi pancingnya. 

Dalam kondisi tertentu pun memberi pancing tidak banyak gunanya kalau memancing di kolam pemancingan di mana ikannya telah dibuat kenyang oleh pemilik kolam atau oleh mafia. Tidak akan mudah memancing ikan yang sudah kenyang. Dalam kondisi seperti itu percuma memberi pancing.

Biososioekonomi dengan nilai aset bersih rekening T publik nol atau aset publik sama dengan liabilitasnya (untuk pertumbuhan penduduk 0%) akan membuat rakyat mudah mencari rejeki, mudah "memancing" karena dalam kondisi makro seperti itu biososioekonomi menjamin mampu membayar kewajiban sistem: laba, bunga, gaji, dan jaminan sosial (pendidikan, kesehatan, food stamps/ketahanan pangan, dan pensiun).

Kapitalisme (agregat) atau neoliberalisme tidak menjamin mampu membayar kewajiban sistem. Neolib membiarkan liabilitas publik jauh di atas asetnya atau nilai aset bersih rekening T publik minus luar biasa. Itulah sebabnya sejarah kapitalisme (agregat) sering diwarnai jatuhnya laba,  kemiskinan, utang pemerintah yang besar, pengangguran, bunga tabungan yang nyaris 0% atau minus bila dipotong inflasi, dan putus sekolah karena faktor ekonomi. Sudah saatnya paradigma neolib itu ditinggalkan dan diganti. Secara akuntansi neolib itu tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Semoga tulisan ini bermanfaat. Dengan biososioekonomi tak perlu ragu bicara redistribusi aset pribadi. Kerangka berpikirnya jelas, akuntansi.


Kamis, 12 Juli 2012

Kalau Semua Orang Lulus S1....

Ada perbedaan pandangan antara paradigma neolib dan biososioekonomi dalam hal pembiayaan pendidikan.  Paradigma neolib berpendapat bahwa biaya pendidikan harus ditanggung masing-masing konsumen. Sementara menurut pandangan teori ekonomi makro biososioekonomi pembiayaan pendidikan adalah salah satu sarana untuk meredistribusikan aset pribadi secara fair (adil) dan besar-besaran dari generasi sebelumnya kepada generasi mendatang, sehingga selain tercipta keadilan juga tercipta gairah ekonomi riil.

Karena dibiayai secara besar-besaran oleh pihak lain alias gratis maka secara finansial seharusnya semua anak bisa menjadi sarjana. Lantas timbul pertanyaan usil yang pernah saya baca dari account twitter seseorang:"Kalau semua orang menjadi sarjana, lantas siapa yang mau jadi sopir, petani padi dll?" Pemilik account twitter itu kemudian bersikap sinis dan menganggap goblok orang yang mempunyai obsesi agar pendidikan tinggi bisa diakses semua orang.

Kekhawatiran dan penolakan seperti itu sudah saya antisipasi ketika saya merumuskan teori ekonomi makro biososioekonomi. Bahkan dalam makalah yang diseminarkan dalam seminar bulanan ke-22 di PUSTEP-UGM 2 November 2004 hal itu sudah saya singgung. Secara teknis pemberian beasiswa dalam paradigma biososioekonomi berbeda dengan paradigma neolib.  Teknis pemberian beasiswa dalam paradigma biososioekonomi mengusulkan pembiayaan itu ke dalam suatu paket beasiswa sampai dengan lulus S1 kepada semua anak usia sekolah. Kalau ternyata kemampuan otak seorang anak hanya sampai SMP atau memang seorang anak ingin segera bekerja atau berwiraswasta selepas SMA/SMK  maka ia tetap tidak kehilangan hak atas sisa dana beasiswa yang bisa diambilnya saat memasuki usia pensiun kelak. Ini berbeda dengan pembiayaan pendidikan dalam paradigma neolib di mana kalau seorang anak berhenti sekolah ia tidak berhak lagi mendapat dana sisa beasiswa.

Dengan cara biososioekonomi di atas tidak perlu khawatir bahwa tidak ada lagi orang yang menjadi petani dan pekerjaan fisik sejenisnya.

Semoga tulisan sederhana ini mengingatkan kita perbedaan antara paradigma biososioekonomi dengan paradigma neolib.
  

Artikel Terkait

Bioekonomi, Ekonomi Masyarakat, dan Kependudukan. http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/My%20Web/sembul22.htm

Rabu, 04 Juli 2012

Tidak Dipercayakan Kepada Orang-orang Kalah

Wahyu 2:17 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, kepadanya akan Kuberikan dari manna yang tersembunyi; dan Aku akan mengaruniakan kepadanya batu putih, yang di atasnya tertulis nama baru, yang tidak diketahui oleh siapapun, selain oleh yang menerimanya."

Sabda di atas tertulis dalam Kitab Wahyu, kitab terakhir Perjanjian Baru. Di dalam postingan kali ini saya sekedar men-share-kan pengalaman rohani saya. Apa yang saya share ini bukan tafsir atas ayat tersebut tapi sekedar share perasaan dan pikiran menghadapi suatu peristiwa atau suatu  pengalaman hidup yang nyata. 

Puncak pengalaman rohani saya itu tepat terjadi 10 tahun lalu yaitu 4 Juli 2002. Pada saat itu saya berhasil membaca nama saya yang tersandi dalam nama RA Parjinah. Nama itu muncul dari mimpi penduduk Bantul tahun 1993 dan menjadi berita koran lokal tahun 1993. Namun demikian tak seorang pun berhasil menemukan saya sebagai R Hani Japar sampai akhirnya saya sendiri yang berhasil membaca nama saya tersandi dalam mimpi penduduk Bantul di atas. Maka sabda "...kecuali oleh yang menerimanya" dari Kitab Wahyu begitu dekat dengan pengalaman saya dan begitu menyentuh hati saya. 

Selama bertahun-tahun saya merasakan sentuhan dan getaran kalau membaca sabda itu. Namun saya tetap bertanya-tanya apa yang dimaksud dengan kata-kata "Barang siapa menang,..." Pertanyaan itu terus berkecamuk di dalam hati selama bertahun-tahun bergulat dalam kehidupan sehari-hari.

Sampai akhirnya krisis keuangan melanda Amerika Serikat dan krisis hutang melanda negara zona Euro. Ketika banyak orang, pejabat, atau lembaga menyerah pada pandangan neolib (laba adalah pengembalian yang sah atas modal). Ketika orang mengajarkan bahwa bederma cukup 3 atau 10% saja, saya dengan teori ekonomi makro biososioekonomi tetap bertekun dengan suatu  pandangan bahwa laba berasal dari konsumen dan harus dikembalikan kepada konsumen (publik atau semua orang) sesuai prinsip biososioekonomi. Kalau laba yang dikembalikan hanya 3, 10, atau 50% maka segala perhitungan ekonomi tidak akan ketemu keseimbangannya. Aneka macam krisis ekonomi adalah karena adanya pandangan keliru mengenai laba itu bahwa bederma (termasuk membayar pajak) tidak perlu sampai 100%.

Ketika saya bertekun dengan prinsip saya (biososioekonomi) bahwa laba yang dikembalikan harus mendekati 100% maka bisa dikatakan bahwa saya menang, dalam artian saya tidak menyerah pada ajaran yang keliru. Tuhan sendiri menegaskan dalam ajaran-Nya (bdk  Lukas 12:33 Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua,....)

Saya pribadi meyakini bahwa dengan segala pengalaman pribadi itu, TUHAN mengapresiasi segala komitmen, jerih payah, dan sikap saya yang sudah tekuni sebelum 2 Juli 2002 agar rakyat-Nya hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan. 

Dari pengalaman rohani saya itu saya meyakini apa yang disebut sebagai Kingdom of Heaven (Kingdom of JHWH) dalam artian pemerintahan TUHAN tidak dipercayakan kepada orang-orang yang menyerah kalah pada ajaran keliru bahwa bederma (termasuk bayar pajak) tidak perlu sampai 100%. Saya pribadi meyakini bahwa saya dilibatkan dalam kerajaan-Nya khususnya di divisi kesejahteraan umum.

Semoga tulisan sederhana ini bisa menjadi bahan refleksi yang berguna. Bagi yang baru pertama berkunjung ke blog ini silakan baca dulu semua artikel kalau mau berkomentar. Banyak komentar tidak bermutu karena tidak membaca tulisan saya yang lain. Mengenai komentar, saya tetap pada kebijakan saya bahwa komentar pengunjung tidak mewakili opini saya. Saya tetap membiarkan komentar pengunjung yang bertentangan dengan sikap dan opini saya. Pengunjung dipersilakan menilai dan, memilah-milah sendiri komentar yang cerdas bermutu dan mana yang tidak bermutu.

Semoga TUHAN memberkati kita semua.


Beberapa Artikel Terkait

Harus Sampai Menjual Harta (2) http://www.satriopiningitasli.com/2012/05/harus-sampai-menjual-harta-2.html

Pemerintahan Tuhan http://www.satriopiningitasli.com/2010/08/pemerintahan-tuhan.html

Damarwulan, Lohgender, dan Realitas Hidup Kita http://www.satriopiningitasli.com/2010/06/damarwulan-lohgender-dan-realitas-hidup.html

Quo Vadis Teologi Pembebasan http://www.satriopiningitasli.com/2010/12/quo-vadis-teologi-pembebasan.html

Apakah Kejadian 2012 Siklus 1.000 tahunan? http://www.satriopiningitasli.com/2009/02/apakah-kejadian-2012-adalah-siklus-1000.html

Wahyu Keprabon http://www.satriopiningitasli.com/2008/10/wahyu-keprabon.html