Kamis, 23 Februari 2012

Mengendalikan Populasi, Mengendalikan Permintaan

Seratus tahun lagi dunia akan "penuh sesak" Demikian saya baca di Antara News 22/02/2012 versi online http://m.antaranews.com/berita/298351/seratus-tahun-lagi-dunia-sesak-parah?utm  Pada tahun 2100 penduduk dunia akan mencapai 10 miliar jiwa. Hal itu merupakan peringatan bagi semua pihak untuk berperan mengendalikan pertumbuhan populasi penduduk bumi.

Bagi ekonom mengendalikan pertumbuhan penduduk menjadi maksimal nol persen berarti turut serta mengendalikan kenaikan permintaan akan berbagai kebutuhan seperti pangan, energi, papan dan lain-lain. Sering hal seperti ini tidak disadari oleh ekonom konvensional karena kurangnya rumusan sederhana namun komprehensif dalam teori ekonomi konvensional yg berorientasi pada pertumbuhan agregat.

Teori ekonomi makro biososioekonomi menawarkan rumusan sederhana namun komprehensif:"Kelahiran adalah hutang yang harus dibayar dengan kematian" Maka peningkatan jumlah populasi penduduk berarti peningkatan beban alam dan lingkungan hidup. Peningkatan populasi penduduk akan menggeser titik keseimbangan kurva penawaran permintaan. 

Dari rumusan dasar teori makro biososioekonomi itu persoalan makro ekonomi menjadi kelihatan jelas dan sederhana sehingga tindakan yang diperlukan akan menjadi terarah. Meski tindakan itu tidak selalu mudah tetapi bukan berarti tidak bisa. Sudah saatnya ekonom tidak hanya bekerja dengan otoritas fiskal tapi juga dengan pusat-pusat pengaruh dalam civil society dan gerakan konsumen sosial untuk mendemokrasikan ekonomi (mendaur ulang aset pribadi berlimpah) dan meningkatkan pendapatan serta aset publik di ranah state maupun society. Juga untuk mengendalikan populasi penduduk untuk mengendalikan permintaan.

Semoga tulisan sederhana ini dimengerti.


Tulisan Terkait

http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/My%20Web/sembul22.htm

http://www.satriopiningitasli.com/2010/02/kelahiran-adalah-hutang-yang-harus.html

http://www.satriopiningitasli.com/2009/10/cara-mudah-belajar-ekonomi-2.html

Kamis, 16 Februari 2012

Semoga Semakin Banyak Orang Kaya Berbagi

Berikut ini saya kutipkan tulisan Abun Sanda yang berjudul "Berbagi itu Mulia" Tulisan ini tampil  di Kompas Cetak 13 Februari 2012 maupun versi online yaitu di http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/02/13/10111566/Berbagi.Itu.Mulia

KOMPAS.com - Apa makna hidup? Banyak pendapat tentang hal ini. Akan tetapi, satu di antaranya adalah berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Salah seorang terkaya di dunia, Warren Buffet, agaknya memahami benar makna hidup. Ia tidak hanya ingin berguna bagi dirinya, tetapi bagaimana dirinya berguna bagi orang lain. Ia memiliki pandangan yang lebih kurang sama dengan mendiang Rose Kennedy, yang dengan tegas menyatakan bahwa semua anggota keluarga Kennedy, pria-wanita, sehat-kurang sehat, harus berguna bagi Amerika Serikat dan dunia.

Bagi Warren Buffet, hidup ini baru sangat bermakna kalau kita bisa berbagi sebab berbagi itu mulia.

Warren Buffet yang selalu bergantian dengan Bill Gates menjadi orang terkaya di Amerika Serikat dan dunia, di antaranya menjadi pemilik Bank of America, Coca Cola, IBM, Colgate, Gillette, dan aneka usaha ritel. Kekayaannya antara 40 miliar dollar AS dan 50 miliar dollar AS. Hal yang mengesankan adalah ia menyatakan akan menyerahkan 80 persen dari kekayaannya kepada sebuah lembaga sosial yang dipelopori Bill Gates. Dua anaknya tidak perlu diberi banyak warisan agar mereka tetap memiliki kreasi, inovasi, serta membangun mental suka berbagi.

Bagi Warren Buffet, hidup ini baru sangat bermakna kalau kita bisa berbagi sebab berbagi itu mulia. Amerika Serikat, meski menjadi negara kaya, masih banyak warganya yang hidup serba miskin. Mereka tidur di taman, di bawah jembatan, di samping asrama mahasiswa, dan sebagainya. Banyak pula anak muda Amerika Serikat yang brilian sehingga perlu diberi anggaran lebih untuk membuat riset berkelas. Kelak riset mereka amat berguna bagi kemanusiaan dan kemajuan peradaban manusia.

Hal yang mengejutkan, lelaki kaya raya ini hidup amat sederhana. Meski seorang triliuner, ia kurang suka pesta dan enggan membuang uang percuma. Pakaian yang dikenakannya dari bahan sederhana, begitu pula sepatunya. Perabotan di rumahnya pun, seperti pernah ditulis beberapa media terkemuka di Amerika Serikat, terbuat dari "bahan biasa", tidak mencerminkan seorang triliuner dunia.

Dalam pengamatan Kompas, para usahawan besar yang membangun usahanya dari bawah tak sedikit yang mempunyai gaya hidup mirip Warren Buffet. Mereka ada yang hidup sederhana. Mereka mengganti mobil setelah menggunakannya enam sampai delapan tahun.

Rumah mereka pun umumnya sangat sederhana. Rumah mereka sama sekali tidak mencerminkan rumah orang yang sangat berada. Mereka lebih memilih menyumbang untuk tujuan sosial.

Mereka sangat unik. Beberapa eksekutif tingkat tinggi di perusahaan-perusahaan skala besar di Jakarta menuturkan, mereka kerap sungkan kalau datang ke rumah majikannya. Rumahnya ternyata jauh lebih mentereng dibandingkan dengan rumah majikannya. (Abun Sanda)

Kita mengapresiasi tulisan seperti ini dengan cara men-share-nya. Selain di account facebook saya, saya perlu men-share-nya di blog ini. Warren Buffet menyatakan akan membagikan 80% dari hartanya untuk sosial melalui sebuah yayasan. Sebagian besar hartanya tidak diwariskan kepada keturunannya sendiri. Semoga tulisan dan kisah seperti ini menginspirasi orang kaya lain untuk juga membagikan hartanya. Sehingga semakin banyak orang kaya yang berbagi, mendaur ulang kekayaan pribadinya dan tidak mewariskan sebagian besar kekayaannya itu untuk keturunannya sendiri.

Dalam postingan saya ini ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan.

(1) Jumlah kekayaan yang sangat besar itu tentu memiliki dampak di sektor moneter dan riil sehingga perlu dikelola lebih baik. Dalam hal ini teori ekonomi makro biososioekonomi menawarkan suatu pengetahuan obyektif berdasarkan hukum alam mengenai akuntansi dan kelangkaan sehingga kekayaan yang dibagikan itu bisa bermanfaat bagi rakyat (publik) juga tidak memanaskan perekonomian. Jumlah kekayaan yang besar memang menuntut kita untuk memahami hukum alam biososioekonomi maupun Hukum II Termodinamika yang bekerja pada perekonomian. Misalnya, perlunya sebagian dana dihibahkan kepada Bank Sentral untuk memperkuat aset Bank Sentral sehingga Bank Sentral tidak perlu mencetak uang lagi (kalau pertumbuhan penduduk 0%). Selain itu juga perlu diperhatikan decomposition time-nya seperti yang disarankan teori ekonomi makro biososioekonomi sehingga selain aset publik terjaga juga terjadi sirkulasi kepemilikan yang sehat karena aset daur ulang seharusnya terdistribusi habis. Menurut biososioekonomi kakayaan daur ulang yang ada di yayasan pengelola tidak diputar menghasilkan laba atau bunga karena hal semacam ini akan memanaskan makro ekonomi. Bunga tabungan yang nyaris nol persen atau minus bila dikoreksi dengan inflasi mengindikasikan bahwa perbankan konvensional itu boros karena harus membayar bunga tabungan orang kaya yang tidak dihibahkan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa teori ekonomi makro biososioekonomi seharusnya menjadi landasan bagaimana kekayaan yang dihibahkan dikelola.

(2)Perlu diketahui bahwa di blog ini yang menjadi perhatian adalah kesejahteraan publik atau yang disumbang. Apakah orang kaya yang menyumbang masuk surga atau tidak itu bukan urusan blog ini, itu urusan pihak lain atau divisi lain bukan urusan saya. Demikian juga apakah orang menyumbang karena tulus atau karena ingin mendapat pujian bukan urusan blog ini.

Demikian postingan saya minggu ini semoga semakin banyak orang kaya yang berbagi harta menyamai atau melebihi Warren Buffet agar rakyat semakin sejahtera dan fundamental makro ekonomi semakin kokoh yang berarti juga makro ekonomi semakin stabil.

Kamis, 09 Februari 2012

Sekali Lagi Mengenai PDB dan Kemiskinan

Selain saya ada orang yang vokal mengkritik pendapatan per kapita. Orang tersebut adalah Johanes Lim, PhD, CPC, CHt. Berikut ini saya kutipkan tulisan Johanes Lim, PhD, CPC, CHt, yang ditulis di Kompasiana 7 Februari 2012 [http://m.kompasiana.com/post/sosbud/2012/02/07/jebakan-statistik-kemiskinan-orang-miskin-berkurang/]


Statistik yang dilakukan dan disampaikan pihak Pemerintah mengatakan bahwa tingkat kemiskinan (orang miskin) terus menurun setiap tahunnya; terakhir "hanya" di angka 31.500.000 orang saja.
Pertumbuhan ekonomi kita juga sangat baik ditahun 2011, sebesar 6,5%.
Total PDB (produk domestik bruto) kita juga terus meningkat; ditahun 2011 mencapai Rp.7.427,1 triliun, atau sekitar US$850 miliar.
Income per-kapita juga mantab. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pendapatan per kapita  masyarakat Indonesia sepanjang 2011 mencapai Rp.30,8 juta atau sekitar US$3.542,9. Angka ini naik sekitar Rp.3,7 juta dibandingkan setahun sebelumnya sebesar Rp.27,1 juta.

PERTANYAANNYA ADALAH:
Apakah hasil survey yang dilakukan oleh BPS itu benar ataukah tidak?
Jika jawabannya adalah, "Benar", maka pertanyaan selanjutnya ialah: Realistis ataukah tidak?
SEBELUM KITA MENJAWAB ATAU MENDEBAT, sebaiknya kita samakan dulu persepsi, definisi, metodologi dan parameter kita:
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB per kapita.
Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolok ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut.
PDB (Produk Domestik Bruto), diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi dalam setahun
Populasi penduduk Indonesia terhitung 31 Desember 2010 mencapai 259.940.857. Jumlah ini terdiri atas 132.240.055 laki-laki dan 127.700.802 perempuan.
Rumus umum untuk PDB dengan pendekatan pengeluaran adalah:
PDB = konsumsi + investasi + pengeluaran pemerintah + (ekspor - impor)

Nah, setelah kita sepakat dengan definisi dan angka angka, maka saya akan "melemparkan"makalah untuk bahan renungan kita; apakah benar (sungguh, senyatanya) bahwa Income perkapita setiap rakyat Indonesia adalah Rp.30.800.000,- setahun; atau Rp. 2.566.666,- sebulan; atau Rp.85.555,- sehari ???

Jika benar, maka memang benar bahwa rakyat dan negara kita telah menjadi jauh lebih makmur dibandingkan tahun tahun manapun juga sebelumnya; dan perlu kita ucapkan "SELAMAT!" kepada Pemerintah dan segenap jajarannya.

Namun supaya adil, saya akan menyampaikan data yang telah dipublikasikan dibawah ini.
Berikut daftar 40 orang terkaya di Indonesia yang dirilis Forbes Rabu, 23 November 2011.
Hanya mereka 40 ORANG SAJA, nominal kekayaannya sudah mencapai TOTAL US$84,57 milyar; atau Rp.769.587.000.000.000,- (tujuh ratus enam puluh sembilan triliun lima ratus delapan puluh tujuh miliar Rupiah)
1. R Budi dan Michael Hartono (US$ 14 miliar)
2. Susilo Wonowidjojo (US$ 10 miliar)
3. Eka Tjipta Widjaja (US$ 8 miliar)
4. Low Tuck Kwong (US$ 3,7 miliar)
5. Anthoni Salim (US$ 3,6 miliar)
6. Sukanto Tanoto (US$ 2,8 miliar)
7. Martua Sitorus (US$ 2,7 miliar)
8. Peter Sondakh (US$ 2,6 miliar)
9. Putera Sampoerna (US$ 2,4 miliar)
10. Achmad Hamami (US$ 2,2 miliar)
11. Chairul Tanjung (US$ 2,1 miliar)
12. Boenjamin Setiawan (US$ 2 miliar)
13. Sri Prakash Lohia (US$ 1,7 miliar)
14. Murdaya Poo (US$ 1,5 miliar)
15. Tahir (US$ 1,4 miliar)
16. Edwin Soeryadjaya (US$ 1,35 miliar)
17. Kiki Barki (US$ 1,3 miliar)
18. Garibaldi Thohir (US$ 1,3 miliar)
19. Sjamsul Nursalim (US$ 1,22 miliar)
20. Ciliandra Fangiono (US$ 1,210 miliar)
21. Eddy Wiliam Katuari (US$ 1,2 miliar)
22. Hary Tanoesoedibjo (US$ 1,19 miliar)
23. Kartini Muljadi (US$ 1,15 miliar)
24. TP Rachmat (US$ 1,140 miliar)
25. Djoko Susanto (US$ 1,040 miliar)
26. Harjo Sutanto (US$ 1 miliar)
27. Ciputra (US$ 950 juta)
28. Samin Tan (US$ 940 juta)
29. Benny Subianto (US$ 900 juta)
30. Aburizal Bakrie (US$ 890 juta)
31. Engki Wibowo dan Jenny Quantero (US$ 810 juta)
32. Hashim Djojohadikusumo (US$ 790 juta)
33. Soegiarto Adikoesoemo (US$ 770 juta)
34. Kuncoro Wibowo (US$ 730 juta)
35. Muhammad Aksa Mahmud (US$ 710 dollar)
36. Husain Sjojonegoro (US$ 700 juta)
37. Sandiaga Uno (US$ 660 juta)
38. Mochtar Riady (US$ 650 juta)
39. Triatma Haliman (US$ 640 juta)
40. Handojo Santosa (US$ 630 juta)

Dan perlu diingat, bahwa data angka diatas HANYA UNTUK 40 ORANG TERKAYA SAJA (yang diduga angkanya segitu); belum yang tidak dipublikasikan;
dan belum termasuk entah BERAPA PULUH RIBU ATAU RATUS RIBU ORANG LAGI yang tidak dicantumkan Forbes (perhatikan: keluarga Cendana tidak ada satupun yang tercantum;
apakah mereka kurang cukup kaya? Atau memang tidak mau disurvey?)
Mungkin pula ada berapa JUTA ORANG LAGI yang masuk kategori kaya raya namun "low profile" (mungkin karena menghindari petugas pajak ataupun KPK)

MAKSUD JOHANES LIM mengungkapkan data publik diatas adalah mau MENGINGATKAN PEMANGKU KEKUASAAN agar jangan terlena!
Jangan merasa sudah berhasil mengurangi angka kemiskinan!
Jika penghasilan rakyat jelata, rakyat yang kadang berpenghasilan dan kadang tidak, DIGABUNGKAN DENGAN PENGHASILAN PARA TRILIUNER DAN MILYARDER kita, dan kemudian DIBAGI DENGAN POPULASI PENDUDUK, maka tentu saja income perkapita menjadi tinggi!
Namun INCOME PERKAPITANYA SIAPA??
Inilah yang saya maksudkan dengan JEBAKAN STATISTIK: kelihatannya ilmiah, intelek, metodologik, NAMUN MENYESATKAN! Dan jauh dari realita.

Kenyataan, realita, fakta, mencari uang susahnya bukan main; masih ditambah dengan melambungnya harga harga; kok berani dibilang angka kemiskinan terus menurun dan kemakmuran terus meningkat?
Maaf, yang berkurang itu ORANG MISKIN (karena mati bunuh diri atau lapar) dan BUKAN KEMISKINAN!

JEBAKAN STATISTIK seperti diatas bukan hanya terjadi diinstansi Pemerintah seperti BPS; namun juga di Lembaga Survey profesional (independen) untuk politik, ekonomi, bisnis, dsb

Sesungguhnya masih ada beberapa argumen yang ingin saya sampaikan untuk membuktikan bahwa data yang dipublikasikan adalah "jauh panggang dari api"; namun karena sudah terlalu panjang, ya sudah, saya akhiri dulu
Johanes Lim, Ph.D, CPC, CHt
Management Consultant, Author
Social Politic Observer
http://www.johanesliminternational.com
http://www.presiden-ri.com


Demikian kutipan saya. Baik melalui Twitter maupun Facebook saya telah memberi catatan atau tambahan. Berikut ini perlu saya sampaikan catatan dan info tambahan sebagaimana pernah saya singgung di FB maupun Twitter saya. 

1. Angka pendapatan per kapita diperoleh dengan cara membagi PDB dengan jumlah penduduk, istilah dibagi di atas BUKAN berarti bahwa pendapatan orang-orang kaya telah dibagi-bagikan kepada orang lain. Jadi kalau dikatakan pendapatan per kapita kita Rp 30,8 juta per tahun bukan berarti semua orang (termasuk anak-anak dan lansia)  pendapatannya adalah Rp 30,8 juta per tahun. Tulisan Johanes Lim dan tulisan saya sudah sang jelas. Itulah yang disebut jebakan statistik. Di blog ini saya sudah mengkritik kelemahan konsep PDB dan pertumbuhan PDB, artikel  saya (Hani Putranto) itu termasuk 10 besar yang populer di blog ini dari waktu ke waktu. 

2. PDB berkaitan dengan pendapatan dalam setahun bukan aset. Aset diperoleh karena adanya pendapatan yang tidak dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau dengan kata lain adanya aset karena adanya kelebihan pendapatan. Karena PDB hanya menyinggung pendapatan maka hal itu tidak cukup informatif untuk mengelola suatu perekonomian.  Apalagi sebagian besar pendapatan adalah pendapatan individual atau pendapatan orang per orang yang dijumlahkan. Ini jelas tidak memadai untuk mengelola ekonomi publik. Semua aset individu adalah liabilitas bagi publik. Dibutuhkan informasi mengenai aset dan liabilitas publik yang disajikan dalam apa yang disebut Rekening T baik rekening T pemerintah maupun society yang disajikan terpisah. Untuk pemerintah sudah ada, untuk society mungkin harus dibuat, sebuah tantangan menarik bagi profesi akuntan maupun yang sedang menyiapkan tesis akuntansi, silakan lihat makalah saya di PUSTEP UGM. <a href="http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/My%20Web/sembul22.htm"> Bioekonomi, Ekonomi Masyarakat, dan Kependudukan </a>
Secara deduktif-logis dapat dihipotesakan bahwa bila aset publik sama dengan liabilitasnya maka sistem ekonomi yang berjalan sudah mampu membayar kewajibannya yaitu: laba, gaji, bunga, dan jaminan sosial (pendidikan, kesehatan, food stamps/ketahanan pangan, jaminan pensiun bagi lansia). 

3. Kalau PDB meningkat bukan berarti pendapatan semua orang meningkat. Sebagai contoh meski pertumbuhan PDB tahun 2011 adalah 6,5%, pendapatan saya tahun 2011 lebih rendah dibanding tahun 2010 atau dengan kata lain pendapatan saya turun.

4. Ukuran PIT saya usulkan untuk mengganti  pertumbuhan PDB. PIT adalah angka yang menjadi ukuran peningkatan kesejahteraan rakyat. PIT menunjuk persentase individu atau rumah tangga yang berhasil meningkatkan kekayaannya atau penghasilannya. PIT 100% berarti semua orang semakin kaya atau semakin sejahtera. Semakin besar PITnya berarti semakin baik perekonomian rakyat.


Maksud tulisan saya di atas pada dasarnya adalah sebagai sebuah koreksi dan peringatan agar PDB dan  angka pertumbuhan PDB tidak lagi dipakai sebagai pedoman kesejahteraan rakyat. Ekonom seharusnya punya tanggung jawab moral dan sosial atas penderitaan rakyat dan kebenaran.


Kamis, 02 Februari 2012

Berfungsi kalau Dikenal Luas

Tidak sedikit orang yang menganggap bahwa satrio piningit, pemegang wahyu keprabon, hanya berfungsi kalau menduduki jabatan presiden. Anggapan seperti itu sering digemakan oleh media massa konvensional jyang mengutip nara sumber tertentu. Suatu pernyataan seorang narasumber bahwa satrio piningit akan muncul tahun 2014 tentu mengacu pada pemilihan presiden. Mengenai nara sumber tersebut saya pernah mengingatkan agar tidak mengkaitkan satrio piningit dengan jabatan presiden. Saya mengingatkan beliau melalui komentar di blog Ndoro Kakung tahun 2009 menjelang pilpres 2009. Selain itu saya juga pernah memberikan buku karya saya Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia kepadanya juga sebuah naskah karya saya yang berjudul Wahyu untuk Rakyat.

Dalam pengalaman hidup saya satrio piningit tidak berkaitan dengan jabatan presiden tetapi dengan suatu pengetahuan yang bermanfaat bagi publik atau orang banyak. Dengan kata lain berkaitan dengan Mataram karena seperti itulah arti dan hakekat mataram. Jadi satrio piningit itu berkaitan dengan Mataram, dengan pengetahuan yaitu teori ekonomi makro baru yang merupakan ekonomi jalan ketiga. Karena berkaitan dengan pengetahuan yakni teori ekonomi makro baru maka bisa berfungsi kalau dikenal luas sehingga setiap orang berubah pada kapasitas dan jabatannya masing-masing menyesuaikan diri dengan biososioekonomi, teori ekonomi makro baru.

Oleh karena itu untuk memperkenalkan seluas  mungkin teori ekonomi makro baru yaitu biososioekonomi yang berarti juga demokrasi ekonomi, tiga bulan lalu saya mengumumkan kalau ada penerbit yang berminat menerbitkan blog ini silakan kirim surat ke alamat email saya. Namun sampai dengan hari ini belum ada penerbit yang berminat. Saya tetap berharap ada penerbit yang berminat menerbitkan artikel blog ini. Penerbitan artikel blog ini baik semua atau sebagian niscaya akan turut memperkenalkan biososioekonomi secara luas sehingga bisa berfungsi memberi penerangan. Pelita dinyalakan bukan untuk disembunyikan tetapi untuk dipakai memberi penerangan secara luas sehingga orang mendapat pedoman jelas. Pelita membutuhkan kaki dian,  internet telah menyediakan diri menjadi kaki dian, namun masih perlu diperluas lagi agar berfungsi maksimal.

Dalam artikel pendek sederhana ini saya juga perlu mengingatkan artikel penting terkait yang pernah saya tulis, meski tidak masuk sepuluh besar tapi penting untuk direnungkan.

Sebelum artikel ini saya tutup saya perlu mengutip sebuah status yang saya tulis di facebook saya tanggal 31Januari 2012 malam sebelum sebuah gempa mengguncang Bengkulu 1 Februari siang (http://m.antaranews.com/berita/295449/gempa-warga-bengkulu-berhamburan-keluar-rumah?utm_source=twitterfeed&utm_medium=twitter) "Kita mungkin bisa keliru dalam menafsirkan tanda-tanda, tapi suatu hal yang tak mungkin keliru adalah kalau kita menambahkan doa Mazmur 118:25  dalam doa harian kita "Ya TUHAN, berilah kiranya keselamatan! Ya TUHAN, berilah kiranya kemujuran!"

Semoga TUHAN memberkati kita semua.

Artikel terkait.