Kamis, 31 Desember 2009

Refleksi Akhir Tahun: Yang Lama dan Yang Baru

Tahun 2009 akan segera berlalu, dunia akan memasuki tahun 2010. Berbagai peristiwa terjadi di tahun 2009. Dari berbagai peristiwa itu sebenarnya kita bisa menangkap pikiran dan hati seperti apa yang dimiliki pelaku peristiwa tersebut. Sayangnya tidak semua orang mau hening sejenak melakukan refleksi dan kontemplasi. Keengganan untuk hening sejenak membuat orang jatuh pada kesalahan yang sama.

Peristiwa yang terjadi sepanjang tahun 2009 menunjukkan adanya kekuatan lama dan pro status quo yang masih malang melintang di ruang publik ditentang oleh kekuatan baru yang tidak seluruhnya memiliki arah yang jelas. Kekuatan lama yang anti demokrasi politik dan anti demokrasi ekonomi masih malang melintang di ruang publik tanpa punya rasa malu.

Padahal jabatan publik seharusnya membela kepentingan publik bukan kelompok atau individu. Adanya media baru seperti blog atau micro blog (seperti facebook) mulai dipakai warga negara, warga masyarakat atau aktivis untuk berkomunikasi dan saling mendukung untuk mengoreksi kesalahan atau penyelewengan pejabat publik. Kasus Prita dan Bibit-Chandra mendapat simpati dari para facebookers dan para facebookers ikut memberi pengaruh atas putusan yang adil dan benar.

Hidup di dunia yang transparan seharusnya membuat pejabat publik atau pun juga individu harus sering mawas diri agar sikap dan tindakannya tidak bertentangan pada kepentingan publik. Oleh karena itu segala sikap dan tindakan yang anti demokrasi politik dan anti demokrasi ekonomi termasuk cara-cara kotor atau penuh rekayasa sebaiknya ditinggalkan dan menjadi masa lalu yang tidak bolej muncul lagi.

Para aktivis juga perlu mawas diri agar aktivitasnya tidak bermuara pada perolehan kekuasaan saja. Para aktivis perlu juga memahami dan mempelajari gerakan civil society murni dengan paradigma baru yang benar-benar pro pada kesejahteraan publik tanpa ambisi memperoleh kekuasaan. Dalam buku saya Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia, sudah saya jelaskan perlunya civil society baru yang ikut mengontrol langsung kekuatan anti demokrasi ekonomi dengan cara damai tanpa harus memperoleh kekuasaan politik. Meskipun demikian bukan berarti kita mentolerir pejabat publik duduk santai di menara gading menunggu bantuan civil society. Kita membutuhkan pejabat publik yang pro aktif mau bekerjasama dengan civil society mengontrol kekuatan anti demokrasi ekonomi bukan pejabat publik yang justru mengabdi pada kepentingan kelompok anti demokrasi ekonomi. Media baru jejaring sosial micro blogging bisa dijadikan sarana untuk berkomunikasi bagi komponen civil society.

Belum dibicarakannya teori ekonomi makro biososioekonomi secara luas menunjukkan masih adanya kekuatan anti demokrasi ekonomi yang malang melintang di ruang publik. Partisipasi semua pihak memang dibutuhkan sebagaimana sering saya tulis di blog ini bahwa perubahan besar ke arah yang lebih adil dan sejahtera akan segera terwujud bila masing-masing orang pada jabatan dan kapasitasnya masing menyesuaikan diri pada paradigma biososioekonomi dan tidak menentang biososioekonomi. Akan tetapi apabila tidak ada yang berpartisipasi, saya tidak berkecil hati karena Tuhan akan menunjukkan kuasa-Nya. Hukuman sudah disediakan seperti tertulis dalam Kitab Suci bahwa triple six yang akan mendapat hukuman Tuhan itu memang berkaitan dengan pewarisan kekayaan berlimpah. Pewarisan kekayaan berlimpah inilah yang ditentang teori ekonomi makro biososioekonomi. Paradigma ekonomi lama perlu mawas diri karena dalam paradigma lama memperbaiki satu segi berarti memperburuk segi lain. Memperbaiki semua segi secara serentak hanya ada pada pradigma biososioekonomi. Semoga semua pihak menyadari cacat bawaan paradigma ekonomi lama itu. Dan semoga kekuatan anti demokrasi ekonomi segera bertobat karena "esok" mungkin terlambat. Selamat Tahun Baru 2010!

Senin, 28 Desember 2009

Damai Sejahtera n Suka Cita utk Semua

Mengucapkan selamat Hari Raya Natal 25 Desember 2009 bagi yang merayakan. Semoga kehadiran dan kelahiran Yesus di hati kita membawa damai sejahtera dan suka cita bagi semua orang...karena Tuhan baik kepada semua orang.

Rabu, 23 Desember 2009

Tiga Gempa Pasca Satu Suro

Setelah 7 gempa bumi yang berdekatan dengan hari raya (baca artikel di blog ini yang berjudul: Gempa Italia Gempa ke-7 yang diposting Jumat 10 April 2009) kini terjadi 3 gempa bumi, berskala 6 SR ke atas, di 3 negara pasca 1 Suro 1943 Saka Jawa (18 Des2009). Pertama gempa Taiwan 19 Desember (sumber http://m.kompas.com/news/read/data/2009.12.20.12123677), kedua gempa Tanzania 20 Desember (sumber http://m.kompas.com/news/read/2009.12.20.12123677), dan ketiga gempa yang terjadi di Malawi negara tetangga Tanzania 19 menit kemudian (sumber http://m.kompas.com/news/read/data/2009.12.21.00072597).

Sebagaimana saya tulis dalam postingan 10 April 2009 di blog ini saya pribadi meyakini bahwa 7 gempa (atau 8 gempa kalau memasukkan gempa Padang 30 Sept 2009) yang terjadi berdekatan dengan hari raya semenjak saya menulis surat keprihatinan tertanggal 21 Nopember 2003 (tidak diposting di blog) merupakan tanda-tanda jaman atau peringatan Tuhan. Kitab Suci menyebutkan kelaparan dan gempa bumi merupakan peringatan Tuhan (bdk Matius 24:7 atau Lukas 21:11). Saat ini kelaparan mengancam 1 milyar penduduk bumi.

Demikian juga dengan 3 gempa pasca 1 Suro ini. Saya pribadi meyakinya sebagai peringatan dari Tuhan. Namun saya TIDAK berpendapat kiamat (besar) sudah dekat. Dalam surat keprihatinan tertanggal 21-11-2003, sebelum hari-hari dahsyat di berbagai tempat itu, saya telah menulis bahwa: kalau rencana Tuhan tidak berubah kiamat (besar) baru terjadi paling tidak 1.000 tahun lagi. Dalam postingan terdahulu (Jumat 18 Desember 2009) saya mengingatkan kembali akan sabda-Nya bahwa hari Tuhan akan menimpa semua penduduk bumi.

Meskipun saya pribadi berpendapat bahwa kiamat besar baru terjadi 1.000 tahun lagi, tetapi saya meyakini bahwa hari h yang dahsyat (yang datang tak terduga seperti pencuri) itu akan segera terjadi. Menurut pendapat saya pribadi, itu bukan kiamat besar tetapi peralihan jaman di mana umat manusia di bumi yang luput dari hari yang dahsyat itu akan memasuki jaman keemasan yaitu hidup dalam damai sejahtera, dalam terang Tuhan, masih diberi kesempatan bertobat dan melihat jalan ke surga.

Saya rasa Tuhan cukup bijaksana dengan memberikan peringatan melalui Alkitab dan tanda-tanda jaman. Tanpa memberi peringatan, beberapa teolog mungkin akan menuduh Tuhan kejam karena hari h yang dahsyat itu memang dahsyat atau teolog itu akan menjadi ateis karena tidak meraskan kehadiran Tuhan padahal Tuhan bersabda: Di mana ada mayat, di situ berkerumun burung nasar (Luk 17:37).

Persiapan penting menjelang hari h dahsyat adalah menentang triple six atau implementasi biososioekonomi seperti sering saya tulis di blog ini agar 1 milyar orang yang kelaparan menjadi sejahtera, krisis ekonomi teratasi, dan pemanasan global bisa dicegah. Semoga dimengerti.


"Coba Yahoo! Mail baru yang LEBIH CEPAT. Rasakan bedanya sekarang!
http://id.mail.yahoo.com"

Jumat, 18 Desember 2009

Ketika Penanggalan Jawa Bertemu dengan Penanggalan Masehi

Hari ini tepat tanggal 1 Suro 1943 Saka Jawa atau 18 Desember 2009 M. Lima puluh tujuh tahun lagi penanggalan Jawa akan memasuki milenium ketiga, memasuki angka tahun 2000. Lima puluh tujuh tahun lagi juga bertepatan dengan 99-100 tahun usia suatu generasi atau suatu angkatan yaitu angkatan saya (yang lahir 22 Maret 1967 di Merbau Mataram, Lampung Selatan)

Saya menjadi teringat Sabda Tuhan sebagaimana ditulis dalam Kitab Suci. Berikut ini saya kutipkan Firman Tuhan:

Perhatikanlah pohon ara atau pohon apa saja. Apabila kamu melihat pohon-pohon itu sudah bertunas, kamu tahu dengan sendirinya bahwa musim panas sudah dekat. Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah, bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.

Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. Sebab ia akan menimpa semua penduduk bumi ini. Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.

Demikianlah Firman Tuhan sebagaimana tertulis dalam Luk 21:29-36.

Suatu Firman yang mengesankan yang membuat saya tertunduk untuk merenung. Saya memang terlahir sebagai tunas Mataram di awal musim semi (menurut bumi belahan utara di mana Kitab Suci itu ditulis). Kemudian saya bertanya dalam hati.
Apakah demikian yang Engkau maksud dalam Firman-Mu di atas ya Tuhan? Apakah angkatan saya yang Engkau maksud? Hamba ini sekedar titik di bumi. Terjadilah sesuai kehendak dan sabda-Mu.

Sering Firman Tuhan jauh lebih dahsyat dan lebih indah dari tafsirannya. Segala kekuasaan dan kemulian hanya ada pada Tuhan.



Selasa, 15 Desember 2009

Sosialisme Cenderung Otoriter dan Lupa Daratan?

Sebagaimana saya tulis dalam postingan terdahulu: "Dharma Ksatria: Antara Satrio Piningit dan Ksatria Luhur" bahwa sangat mengerikan bila perjuangan mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan publik hanya dilakukan oleh mereka aktivis politik dan sosial. Kejadian-kejadian di Amerika Latin baru-baru ini menunjukkan kebenaran apa yang saya tulis waktu itu.

Dalam Tajuk Rencana Kompas 24 Nopember 2009 dikatakan:
"Apa yang kini tengah diupayakan Presiden Nikaragua Daniel Ortega membuktikan bahwa kekuasaan itu memabukkan, membuat orang lupa daratan. Ortega berusaha mengikuti jejak beberapa presiden di kawasan Amerika Latin, yakni mempertahankan kekuasaan selama mungkin. Yang mengawali menggenggam kekuasaan selama mungkin adalah Presiden Venezuela Hugo Chavez.
Setelah 10 tahun berkuasa, Chavez, pemimpin berhaluan kiri yang kontroversial itu, Februari lalu memenangi referendum yang menghapus pembatasan jabatan presiden. Langkah Chavez diikuti rekannya Presiden Bolivia Evo Morales dan Presiden Equador Rafael Correa. Keduanya mereformasi konstitusi, menghapus pembatasan"

Kemudian pada beberapa alinea di bawahnya ditulis:
"Dulu rakyat berharap Ortega akan menggunakan kekuasaannya untuk rakyat, bukan untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, kini, ia telah muncul menjadi caudillus_diktator dan orang kuat_baru seperti Somaza yang ingin tetap berkuasa untuk dirinya sendiri"

Apa yang ditulis dalam Tajuk Rencana Kompas itu berbeda dengan beberapa waktu sebelumnya ketika Morales terpilih menjadi Presiden Bolivia. Segala puja dan puji bertebaran di media massa baik untuk Morales, Chavez, atau pun neo sosialisme Amerika Latin. Saya termasuk yang menahan diri atau kikir(?) untuk ikut-ikutan memuji apa yang terjadi di Amerika Latin waktu itu.

Apa yang terjadi di Amerika Latin waktu itu itu sebenarnya tidak sejalan dengan apa yang saya cita-citakan atau saya impikan. Pertama, sosialisme Amerika Latin tidak menawarkan teori ekonomi makro baru sehingga cenderung kehilangan orientasi. Padahal suatu grand teori ekonomi makro baru tetap diperlukan sebagai pedoman. Kedua, cara-cara Amerika Latin cenderung berpusat atau bertumpu hanya pada kekuasaan negara dalam mewujudkan kesejahteraan publik/rakyat. Sebagaimana saya sampaikan dalam buku saya, Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia, untuk mewujudkan kesejahteraan umum tidak boleh hanya bertumpu pada kekuasaan negara semata. Suatu pemerintahan yang pro rakyat memang diperlukan tetapi pemerintahan seperti itu harus bisa bekerja sama dengan civil society. Untuk mengontrol kekuatan anti demokrasi ekonomi perlu peran serta civil society secara langsung.

Sebagaimana saya tulis dalam buku saya dan juga di blog ini perwujudan demokrasi ekonomi atau implementasi teori ekonomi makro biososioekonomi secara damai dapat dilakukan dengan empat cara yaitu:
(1)kesadaran diri masing-masing individu
(2)tekanan institusi agama terhadap individu (umatnya masing-masing)
(3)norma atau etika sosial
(4)kontrol kekayaan oleh masyarakat konsumen (Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia hlm73).

Dengan menimbang kejadian-kejadian di Amerika Latin akhir-akhir ini kita semua harus waspada. Menurut hemat saya, apa yang harus kita lakukan saat ini adalah:

Pertama, jangan mempercayakan begitu saja perwujudan keadilan sosial dan kesejahteraa publik kepada pemegang kekuasaan siapa pun orangnya. Siapa pun pemegang kekuasaannya perlu dikontrol.

Kedua, diperlukan peran serta semua pihak bukan hanya aktivis sosial dan aktivis politik. Pebisnis yang telah berubah dan berkomitmen menjalani dharma ksatria sebagaimana yang saya maksud dalam postingan terdahulu tetap diperlukan peran sertanya tanpa pebisnis itu sendiri memegang jabatan di pemerintahan.

Ketiga, mengarusutamakan gerakan sosial civil society yang tidak bertujuan mengambil alih kekuasaan semata tetapi mewujudkan kesejahteraan publik dan keadilan sosial siapa pun presidennya. Kalau diperlukan pergantian kekuasaan jangan dijadikan tujuan dan harus dilakukan secara damai dan konstitusional. Perubahan besar akan terjadi kalau masing-masing orang pada jabatan atau kapasitasnya masing-masing mau menyesuaiakan diri dan sejalan dengan teori ekonomi makro biososioekonomi.

Marilah kita menjadi negarawan yang baik dan marilah kita menjadi anggota masyarakat (civil society) yang baik.


Lebih Bersih, Lebih Baik, Lebih Cepat - Rasakan Yahoo! Mail baru yang Lebih Cepat hari ini! http://id.mail.yahoo.com

Sabtu, 12 Desember 2009

Suatu Langkah Civil Society Mengontrol Kekuatan Anti Demokrasi

Kita patut berterima kasih kepada semua pihak karena demonstrasi memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia 9 Desember 2009 di Jakarta berlangsung aman. Di tengah hiruk-pikuk pemberitaan peringatan Hari Anti Korupsi tersebut serta tuntutan masyarakat agar kasus Century gate diselesaikan secara transparan, gerakan koin peduli Prita cukup sukses. Dukungan yang luas dari berbagai kalangan anggota masyarakat (civil society) yang rela menyumbang uang/koin juga menyumbang waktu untuk menghitung atau mengantar sumbangan patut diacungi jempol. Penghargaan perlu disampaikan pada para penggagas, pelaksana, dan penyumbang.

Dengan adanya media baru seperti facebook dan blog komponen civil society bisa saling berkomunikasi dan berinteraksi mengenai suatu kasus, seperti kasus Prita yang dituntut membayar ganti rugi pencemaran nama baik sebesar Rp 250 juta. Suatu langkah maju bagi civil society di Indonesia untuk mengawasi dan mengontrol jalannya penyelenggara negara juga mengontrol kekuatan anti demokrasi, baik politik atau ekonomi agar tidak mengganggu kepentingan publik.

Cara-cara damai mengontrol kekuatan anti demokrasi ekonomi dan politik ini perlu kita apresiasi dan kita LANJUTKAN!


___________________________________________________________________________
Nama baru untuk Anda!
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail.
Cepat sebelum diambil orang lain!
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/id/

Kamis, 10 Desember 2009

Tidak Ada Kiamat di Dalam Film 2012

Popularitas film 2012 membuat saya penasaran untuk menontonnya. Popular memang belum tentu bagus. Tetapi tidak pula harus menjadi korban popularitas dengan ikut berdesakan antri. Saya menunggunya sampai tidak terlalu banyak yang nonton.

Tidak seperti yang diributkan beberapa orang mengenai kiamat. Ternyata dalam film itu tidak ada kiamat (besar) dan juga tidak bercerita tentang kiamat.

Kiamat (besar) itu artinya kehancuran total dan muncul "dunia" baru yang abadi. Sementara yang ada dalam film itu tidak ada dunia baru. Sebagian orang memang lolos dari bencana itu dengan cara sekuler dan hidup di bumi yang lama.

Film itu pun tidak bercerita tentang awal jaman keemasan yang saya pribadi meyakini akan diawali dengan hukuman atau bencana dahsyat. Film itu terlalu simple untuk berbicara awal jaman keemasan yang bagi banyak orang adalah sesuatu yang rumit.

Menurut hemat saya film itu adalah film fiksi tentang tahun 2012 dengan kerangka berfikir atau setting cerita kisah bahtera Nuh dalam Kitab Kejadian (kitab pertama Perjanjian Lama) yang simple. Saya tidak tahu apa alasan Roland Emmerich, sutradara film itu, menggunakan kerangka pikir kisah bahtera Nuh. Mungkin karena tidak memahami gambaran awal jaman keemasan seperti dijelaskan Injil dan Kitab Wahyu (kitab terakhir Perjanjian Baru) atau karena alasan komersial karena kisah bahtera Nuh itu selain simple (tak ada penjelasan mengenai triple six) juga dipercaya kalangan yang lebih luas sehingga pangsa pasarnya luas. Kisah bahtera Nuh itu memang simple. Dahulu Tuhan menyelamatkan manusia melalui bahtera Nuh itu. Tetapi menjadi tanda tanya kalau dibawa ke abad 21 Masehi ketika penduduk bumi mencapai milyaran orang. Apakah Tuhan akan menyelamatkan manusia dengan cara seperti film 2012 itu? Wah, nanti hanya yang mampu membeli tiket yang selamat. Rasanya Tuhan tidak akan melakukan penyelamatan dengan cara seperti itu.

Sebagai sebuah peringatan film itu juga tidak memadai. Terlalu simple, tidak memberi penjelasan mengenai triple six. Film itu hanya bernilai sebagai hiburan dengan teknik grafis komputer yang bagus.

Jumat, 04 Desember 2009

Tidak Menyesal

Tanggal 28 November saya menghadiri reuni FTP (Fakultas Teknologi Pertanian) UGM angkatan 85, 86, dan 87 di Auditorium FTP UGM Yogyakarta. Hampir 20 tahun tidak pernah ketemu. Kami telah menyebar ke berbagai kota dengan berbagai profesi dan dengan berbagai kesuksesannya masing-masing. Dua orang teman datang dari Singapura. Mereka bekerja di dua perusahaan esence yang saling berkompetisi.

Saya tidak pernah menyesal mengambil jurusan itu meskipun apa yang saya tekuni saat ini berbeda dengan apa yang saya pelajari di bangku kuliah dulu.

Saya mujur mengambil jurusan eksakta di saat orde baru berkuasa. Saya menikmati kebebasan akademik sepenuhnya tanpa represi. Kontrol ketat dan represi sering dialami mereka yang mengambil jurusan non eksakta.

Dengan kebebasan itu otak saya terasah. Keberanian menciptakan prosedur analisa sendiri dalam skripsi termasuk kebebasan akademik yang saya nikmati. Dan saya mendapat nilai A untuk skripsi saya. Mahasiswa S1 yang berani menciptakan prosedur analisa sendiri termasuk sosok langka.

Dosen pembimbing skripsi menekankan pentingnya akal sehat atau logika.
Data setinggi langit tetapi kalau logikanya kacau, maka hasilnya juga kacau. Prinsip ini masih relevan dalam hidup saya saat ini.

Maka saya tidak pernah menyesal. Dengan latar belakang seperti itulah teori ekonomi makro biososioekonomi dirumuskan. Kebebasan akademik dan akal sehat.

Sabtu, 21 November 2009

Tak Perlu Rekayasa

Akhir-akhir ini aktivitas penyelenggara negara sedang menjadi sorotan publik. Pembicaraan Anggodo dengan aparat negara ditayangkan televisi dan kasusnya merambat ke mana-mana. Tidak sedikit penyelenggara negara yang mendapat kritikan.

Menjadi pemangku kepentingan publik sebenarnya tidak terlalu sulit selama para pemangku kepentingan publik itu tidak memiliki keinginan aneh-aneh yang bertentangan dengan kepentingan publik. Yang sering terjadi justru tidak sedikit penyelenggara negara (pemangku kepentingan publik) itu memiliki kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan publik tetapi menyembunyikan dan membungkusnya dengan berbagai macam trik dan rekayasa. Rekayasa tidak hanya dipakai untuk menutupi interes pribadi (kelompok) tetapi juga untuk mencapai kekuasaan atau untuk menduduki jabatan tertentu. Kelambanan menyelesaikan berbagai persoalan publik sebenarnya tidak perlu terjadi kalau pejabat yang bersangkutan tidak memiliki keinginan aneh-aneh dan tidak sedang merencanakan suatu rekayasa atau sedang berusaha menyembunyikan rekayasa atau kesalahan di masa lalu. Kerumitan dan kesulitan itu sering diciptakan sendiri dengan berbagai keinginan atau nafsu yang aneh-aneh yang
bertentangan dengan kepentingan publik.
Reformasi seharusnya mengubah sikap dan perilaku generasi tua yang pikirannya dijejali berbagai keinginan aneh, rencana rekayasa, trik, dan akal-akalan. Bahwa di masa lalu sikap dan cara-cara seperti itu berhasil membawa orang pada kekuasaan dan popularitas tidak berarti bahwa sikap dan cara-cara seperti itu boleh diteruskan dalam kehidupam publik baik dalam kehidupan berbangsa-bernegara maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Rakyat sudah terlalu lelah dan muak dengan aneka keinginan aneh (nafsu) dan cara-cara tak elok seperti itu.

Saya memperoleh wahyu keprabon pada usia 35 tahun (7 tahun lalu) bukan dengan rekayasa, trik, atau akal-akalan. Apa yang dibayangkan sebagian generasi tua itu mengenai wahyu keprabon pun tidak sama dengan apa yang saya pikirkan dan saya jalani. Sebagian generasi tua itu membayangkan bahwa orang yang telah memperoleh wahyu keprabon harus menduduki jabatan struktural (memiliki kekuasaan) dan menikmati segala privilege-nya. Sementara yang saya pikirkan dan saya jalani adalah bahwa orang yang telah menerima wahyu keprabon justru harus menjalani berbagai macam pantangan (asketisme) demi kepentingan publik (dan rakyat) serta siap menanggung resiko pekerjaannya itu. Salah satu pantangannya adalah tidak menduduki jabatan struktural seperti jabatan presiden, meskipun tetap peduli pada kepentingan publik dan rakyat kebanyakan.

Marilah kita meringankan beban rakyat, janganlah membebani publik dengan berbagai keinginan aneh dan rekayasanya.


Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! http://id.mail.yahoo.com

Sabtu, 14 November 2009

Lima Tahun Biososioekonomi dan Satu Tahun Blog "Satrio Piningit"

Postingan ini seharusnya di-post-kan bulan Oktober 2009. Namun karena beberapa hal yang harus di-post-kan terlebih dahulu maka postingan yang berkaitan dengan ulang tahun kelima publikasi biososioekonomi dan ulang tahun pertama blog "Satrio Piningit" ini baru bisa di-post-kan bulan Nopember 2009 ini.

Teori ekonomi makro biososioekonomi dipaparkan dalam buku saya Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia yang terbit sekitar Oktober 2004. Blog ini dipublikasikan pertama kali 18 Oktober 2008 setahun yang lalu. Seminar pertama biososioekonomi diadakan tanggal 2 Nopember 2004 dalam seminar bulanan ke-22 yang diselenggarakan PUSTEP UGM.

Bulan Oktober-Nopember adalah bulan istimewa bagi teori ekonomi makro biososioekonomi di mana pada bulan-bulan tersebut biososioekonomi memperoleh akses publik yang lumayan. Berbagai peristiwa dan reaksi terjadi pasca publikasi biososioekonomi. Ada yang menyambutnya dengan antusias, ada yang takut-takut (mungkin dalam hati mengakui bahwa biososioekonomi benar tetapi tidak berani memperjuangkan), ada pula yang masa bodoh dan lebih senang tetap berada pada zona nyaman dengan prinsip business as usuala-nya.

Berbagai peristiwa juga saya lihat (baik langsung atau melalui laporan media massa) atau saya alami dalam memperjuangkan biososioekonomi. Jatuh bangun dan pahit getir telah saya alami. Saya menjalaninya dengan mengalir begitu saja.

Sulitnya akses publik yang dialami biososioekonomi membuat saya menumpangkan paparan biososioekonomi pada blog "Satrio Piningit&amp" ini. Membuat blog biososioekonomi (bioekonomi) secara terpisah belum menjadi prioritas. Membuat banyak blog akan menguras waktu, tenaga, dan biaya, serta merepotkan perawatannya. Sedikit blog tetapi terawat lebih baik dari pada banyak blog tetapi tidak terawat.

Melalui postingan ini saya mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi mempublikasikan dan menyebarluaskan biososioekonomi (termasuk menyebarluaskan URL blog ini) melalui berbagai media termasuk sms. Kepada Anda yang telah berpartisipasi saya berdoa agar Anda dan keluarga Anda diluputkan dari kutukan atau hukuman Tuhan yang akan dijatuhkan ke bumi manakala biososioekonomi "dianiaya." Kelaparan yang mengancam satu miliar penduduk bumi membuat kita berada pada titik kritis di mana Tuhan mungkin akan memperpendek batas waktu kesengsaraan rakyat dan segera menjatuhkan hukuman untuk segera memasuki jaman baru, jaman keemasan. Saya mohon maaf karena belum bisa membuat blog biososioekonomi secara terpisah. Tuhan memberkati kita semua.


Lebih aman saat online. Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini!
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/

Minggu, 08 November 2009

Mendukung Upaya Pemberantasan Korupsi

Pertama-tama saya mohon maaf karena postingan ini terlambat. Terutama bukan disebabkan kesibukan saya sehari-hari yang meningkat, tetapi terutama karena permasalahan teknis sebagai akibat alat bantu aktivitas blogging yang selama ini saya pakai mengalami perbaikan.

Dalam postingan ini saya mendukung sepenuhnya upaya pemberantasan korupsi. Perseteruan antara KPK dan Polri telah menyita banyak perhatian anggota masyarakat. Dukungan dan protes digalang di sana-sini. Upaya pemberantasan korupsi perlu kita dukung bersama. Memang seperti yang pernah saya kemukakan dalam blog ini bahwa persoalan besar global yang kita hadapi adalah krisis ekonomi yang dampaknya memberatkan rakyat kecil. Dan itu terjadi juga di negara-negara yang relatif bersih dari korupsi. Akan tetapi pemberantasakan korupsi tetap perlu mendapat perhatian terutama karena beberapa anggota legislatif atau eksekutif menyuarakan pemberantasan korupsi pada saat kampanye. Bahkan saya pernah membaca sebuah spanduk di dalam kompleks town house di Lenteng Agung Jakarta Selatan yang kurang lebih menyatakan bahwa "Kalau Anda koruptor pasti tidak memilih calon ini." Selain itu juga karena korupsi adalah perbuatan kriminal atau ilegal.

Kita semua berharap agar upaya pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi bahan jualan saat kampanye tetapi sulit ditagih janjinya. Marilah kita menjadi negarawan yang baik, marilah kita menjadi anggota masyarakat yang baik.

Kamis, 29 Oktober 2009

Di Mana Posisi Kaum Muda Dalam Perubahan Kini?

Peran kaum muda dalam perubahan sering tidak bisa diabaikan. Sumpah pemuda yang kita peringati setiap tanggal 28 Oktober merupakan salah satu bukti peran tersebut. Semangat, keberanian, dan intelektualitas muda mendobrak kebuntuan dan status quo yang tidak adil. Demikian juga pemuda-pemuda anak jaman 81 tahun yang lalu menyatakan sumpahnya untuk bertanah air satu yaitu Indonesia, berbangsa satu yaitu bangsa Indonesia, dan berbahasa satu bahasa Indonesia. Peristiwa ini mendorong persatuan dan kemerdekaan Indonesia.

Kini situasi dan kondisi berbeda dengan 81 tahun yang lalu. Kini Bahasa Indonesia termasuk bahasa ketiga terbanyak yang dipakai oleh blog worpress di bawah bahasa Inggris dan Spanyol, di mana Indonesia adalah satu-satunya negara yang bukan penjajah. Di tengah kegembiraan seperti ini memang masih ada keprihatinan dengan adanya ideologi radikal dari luar yang menafikan Indonesia sebagai tanah airnya. Kita berharap agar para penganut ideologi radikal itu bertobat. Memang sejarah mencatat bahwa karena posisi geografisnya yang strategis dan tanahnya yang subur Indonesia banyak didatangi orang luar, tidak sedikit yang bermotif ekonomi. Ada yang datang ke Indonesia karena di negaranya sedang terjadi revolusi besar dimana mencari kekayaan pribadi dilarang atau di negaranya mencari rejeki begitu sulit karena sistem yang amat sangat feodal di tengah tanah yang gersang Mereka yang datang dan sudah menjadi WNI seharusnya menghargai sejarah persatuan Indonesia sebagaimana dicetuskan para pemuda dalam Sumpah Pemuda juga menghargai sejarah terbentuknya NKRI dan Pancasila dengan Bhineka Tunggal Ika-nya sebagai konsensus nasional yang sudah final.

Kaum muda kini menghadapi tantangan yang berbeda meskipun ada kemiripan dimana kurang-lebih 80 tahun lalu AS dilanda depresi besar. Perubahan ke arah yang lebih baik membutuhkan kaum muda. Krisis ekonomi global dan krisis kapitalisme mendorong kaum muda untuk berpikir kritis dan kreatif tanpa harus menghancurkan Persatuan Indonesia dan tanpa harus mengubah konsensus nasional sebagaimana disebut di atas. Biososioekonomi menawarkan perubahan ke arah yang lebih baik, lebih stabil, lebih adil-sejahtera dalam harmoni dengan alam dan lingkungan hidup. Namun tantangan biososioekonomi juga ada yaitu yang berasal dari status quo. Oleh karena itu biososioekonomi membutuhkan banyak kaum muda yang berani, cerdas, dan mau berjuang dalam jalan damai. Itu diperlukan untuk mengkritik, mengembangkan, ataupun menyebarluaskan biososioekonomi. Kalau biososioekonomi salah tunjukkan letak salahnya, kalau benar bergabunglah untuk mengembangkan dan menyebarluaskannya.

Kaum muda perlu menyadari bahwa kegagalan reformasi 1998 (dimana kaum muda punya peran besar) terjadi antara lain karena gerakan reformasi tidak memiliki konsep untuk ditawarkan sebagai solusi. Teori biososioekonomi yang baru terbit tahun 2004 belum dikenal sama sekali waktu itu. Neoklasik masih bercokol sebagai status quo padahal dalam paradigma neoklasik memperbaiki satu segi berarti memperburuk segi lain. Ini berbeda dengan paradigma biososioekonomi yang menawarkan perbaikan serentak.

Pada awal saya memperjuangkan biososioekonomi justru dari kaum tua sambutan itu datang (antara lain dari Prof. Dr. Mubyarto) sementara yang muda-muda justru masih takut-takut. Memang memprihatinkan kalau kondisi ini berlanjut. Padahal yang muda justru dituntut untuk lebih berani. Kondisi krisis dan kelaparan yang mengancam satu miliar penduduk bumi seharusnya mengetuk hati kaum muda untuk berani berjuang bersama biososioekonomi tanpa harus mengorbankan sikap kritisnya kalau biososioekonomi salah.

Jumat, 23 Oktober 2009

Peningkatan Pendapatan dan Aset Publik yang Akan Membebaskan Rakyat dari Penderitaan

Dalam paradigma konvensional (neoklasik atau keynesian), pertumbuhan PDB dijadikan obsesi agar rakyat terbebas dari penderitaan ekonomi. Paradigma seperti ini masih dipakai Kabinet Indonesia Bersatu II dalam langkahnya mengelola perekonomian (Kompas 23 Oktober 2009 hlm 1). Paradigma sering membelenggu pikiran manusia secara psikologis sehingga penjelasan yang rasional dan accountable malah diabaikan.

Padahal secara akuntansi dapat dipahami bahwa peningkatan kesejahteraan rakyat dalam situasi seperti sekarang ini bisa terwujud kalau terjadi peningkatan pendapatan dan aset publik (negara dan masyarakat) sebagaimana dijelaskan oleh teori ekonomi makro biososioekonomi yaitu peningkatan pendapatan dari pajak, derma, dan daur ulang kekayaan individu. Ketika perekonomian berada pada masa transisi antara perekonomian konvensional menuju biososioekonomi, memang akan terjadi peningkatan PDB di negara-negara berkembang. Tetapi dalam paradigma biososioekonomi peningkatan PDB tidak dijadikan obsesi. Justru ketika implementasi dan aplikasi biososioekonomi sudah merata dan mapan di seluruh dunia, peningkatan PDB harus ditekan serendah mungkin mendekati nol persen

Dalam karya tulis pengentasan kemiskinan 2005 ("Mengentaskan Kemiskinan dengan Paradigma Baru Demokrasi Ekonomi")saya mengingatkan bahwa bila laba atau kekayaan tidak dikembalikan kepada konsumen (semua orang) maka daya beli rakyat akan anjlok. Kalau Indonesia untuk sementara bisa lolos terkaman krisis ekonomi global 2008, salah satu alasannya karena konsumsi domestik.

Apa yang dikatakan pemulihan ekonomi oleh paradigma konvensional bukan berarti rakyat akan segera bebas penderitaan ekonomi karena ciri paradigma neoklasik (juga keynesian) adalah suatu perbaikan yang sifatnya parsial atau sektoral tidak bisa serentak, maka peningkatan pertumbuhan PDB pun dibayangi kenaikan harga minyak. Selain itu inflasi yang disebabkan defisit atau pencetakan uang dan utang membayang di ujung sana. Memperbaiki satu segi berarti memperburuk segi lain, itulah neoklasik.

Semoga perbedaan paradigma ini dipahami, agar rakyat tidak menanggung beban yang semakin berat.

Selasa, 20 Oktober 2009

Menjaga dan Berjaga-jaga Selama 5 Tahun Ke Depan

Pemenang Pilpres 2009 akan segera dilantik tanggal 20 Oktober 2009 ini. Sejumlah menteri telah disiapkan untuk membantu tugas Presiden RI selama 5 tahun ke depan. Saya pribadi mengucapkan selamat bertugas bagi pemerintahan ini.

Sebagai bagian dari anak bangsa saya berharap kepada semua pihak untuk menjadi negarawan yang baik dan sekaligus juga anggota masyarakat yang baik. Kita semua harus menjaga, yang pertama menjaga NKRI dan pemerintahannya yaitu pemenang Pilpres 2009 agar pemerintah ini tidak diganggu tindakan anarkis yang inkonstitusional. Sebagaimana pernah terjadi pada pemenang Pilpres 2004 pernah diganggu gerakan cabut mandat namun karena kedewasaan dan sikap rasional berbagai pihak kita bisa menjaga pemerintahan hasil pilpres 2004 sampai berakhir masa jabatannya. Tak lupa pula kita harus menjaga NKRI yang notabene adalah negara demokrasi modern berdasar hukum, Pancasila yang menghargai pluralitas, dan menjamin hak-hak asasi manusia. Dalam hal ini juga kita harus menjaga agar jabatan presiden maksimum hanya dua periode sesuai konstitusi.

Yang kedua, yang tak kalah pentingya adalah menjaga terwujudnya kesejahteraan publik dan kepentingan publik, bukan kepentingan privat atau partikular. Ini berarti kita mengutamakan kesejahteraan rakyat banyak dan kepentingan umum lainnya. Oleh karena itu suatu kritik atau oposisi yang konstruktif tetap diperlukan sebagai checks dan balances dalam sistem yang demokratis. Suatu kritik tidak ditujukan untuk menjatuhkan pemerintahan tetapi menjaga agar kepentingan publik dan kesejahteraan publik tidak diabaikan. Pemerintah tidak bisa bekerja sendirian perlu bekerjasama dengan civil society untuk menghadapi ancaman, persoalan, dan tantangan sosial ekonomi yang berat kini dan yang akan datang. Pemerintah harus benar-benar bekerja bukan sekedar menggelembungkan citranya agar tampak baik.

Sebagaimana saya sampaikan dalam blog ini pada saat Obama terpilih menjadi Presiden AS maka dalam postingan saya kali ini, perlu saya ingatkan bahwa pergantian pemerintahan saja tidak cukup. Juga pernah saya tulis di blog ini bahwa perubahan besar yang tidak menyakitkan bisa terjadi kalau masing-masing orang pada jabatan dan kapasitasnya masing-masing merubah paradigmanya sejalan dengan biososioekonomi. Perubahan akan menyakitkan kalau harus mengganti pejabat tertentu. Oleh karena itu perubahan paradigma jauh lebih penting dari pada pergantian pemerintahan. Biososioekonomi merupakan keniscayaan untuk hidup lebih adil dan sejahtera dalam persahabatan dan harmoni dengan alam dan lingkungan hidup. Oleh karena itu perubahan paradigma yang saya maksud adalah perubahan ke arah yang lebih terbuka dan akomodatif terhadap teori ekonomi makro biosoioekonomi.

Sebagaimana postingan berlabel spiritual, postingan ini juga jangan dibaca dengan kacamata eksakta seperti membaca peringatan BMKG. Namun demikian saya tetap memperingatkan bahwa kita selain menjaga hal-hal yang saya sebutkan di atas juga perlu berjaga-jaga dan waspada. Sudah sering terjadi ketika biososioekonomi dibuang atau ditenggelamkan biasanya diikuti suatu kejadian seperti gempa bumi. Pengalaman saya memperjuangkan biososioekonomi sudah lebih dari 5 tahun meskipun usia blog ini baru setahun. Peringatan ini bukan dimaksud untuk meresahkan masyarakat tetapi agar kita waspada dan berjaga-jaga Semua peringatan yang telah saya sampaikan dalam blog ini (berlabel spiritual atau pengalaman spiritual) tetap berlaku. Beberapa artikel yang telah saya posting di blog ini mohon bibaca kembali antara lain: (1)"Peringatan dan Pesan untuk Orang Jawa" (2)"Perspektif Spiritual Pilpres 2009" (3)"Apakah Anda akan Membuang Biososioekonomi Juga?" dll

Demikian perlu saya sampaikan. TUHAN memberkati kita semua.




Kamis, 15 Oktober 2009

Bunga dan Tingkat Konsumsi dalam Paradigma Biososioekonomi

Kebanyakan rakyat membeli rumah dengan cara kredit pemilikan rumah (KPR). Jumlah dana yang dipinjam melalui KPR bisa mencapai 80 sampai dengan 90% dari kebutuhan dana untuk membeli rumah. Hal semacam ini dianggap wajar. Tak ada upaya untuk mengubahnya.

Dalam perekonomian konvensional (yang mengaplikasikan teori ekonomi neoklasik atau keynesian) kekayaan mengalir dari orang miskin kepada pemilik modal antara lain melalui bunga bank seperti itu. Kalau kita cukup kritis seharusnya tidak menganggap wajar hal-hal seperti itu, yang adalah suatu ketidakadilan. Dalam paradigma biososioekonomi, kekayaan daur ulang terdistribusi selain melalui bunga bank juga melalui laba usaha di sektor riil dan melalui jaminan sosial seperti untuk pendidikan, kesehatan, dan pangan (food stamps atau biaya untuk kebijakan ketahanan pangan). Dengan beasiswa ala biososioekonomi semua anak usia sekolah bisa menabung dengan bunga yang baik yang bisa dikatakan sebagai profit sharing atau redistribusi kekayaan individu sedemikian sehingga setelah lulus S1 bisa menggunakan tabungannya untuk membeli rumah atau membuka usaha. Dalam paradigma biososioekonomi ini dana yang dipinjam melalui KPR tidak perlu besar. Dalam paradigma konvensional kekayaan mengalir dari orang miskin kepada pemilik modal antara lain melalui bunga kredit, sementara dalam paradigma biososioekonomi kekayaan mengalir atau terdistribusi kepada semua orang antara lain melalui bunga tabungan atau deposito.

Dalam paradigma biososioekonomi kalau tingkat konsumsi rendah kekayaan daur ulang akan terdistribusi melalui bunga bank serta terjadi peningkatan tabungan anggota masyarakat. Tingkat konsumsi yang rendah yang terjadi pada perekonomian konvensional (neoklasik dan keynesian) sering menjadi indikator kelesuan ekonomi atau merosotnya kesejahteraan. Bahkan dalam pradigma konvensional ini penurunan konsumsi bisa menyebabkan meluasnya pengangguran.

Akan tetapi dalam paradigma biososioekonomi, rendahnya tingkat konsumsi bukan berarti indikator rendahnya kesejahteraan anggota masyarakat. Rendahnya konsumsi pada paradigma biososioekonomi bisa terjadi karena anggota masyarakat lebih suka menabung entah karena alasan ekonomi dimana bunga tabungan jauh lebih besar dari inflasi, karena alasan religius, atau karena alasan ekologis dimana anggota masyarakat sadar bahwa tingkat konsumsi tinggi akan membebani alam. Tingkat konsumsi rendah dalam paradigma biososioekonomi tidak akan menyebabkan meluasnya kesengsaraan rakyat. Kesejahteraan tetap terjaga dengan daur ulang dan redistribusi kekayaan pribadi.

Sabtu, 10 Oktober 2009

Cara Mudah Belajar Ekonomi (2)

Oleh: Hani Putranto

Kalau pada artikel pertama kita belajar ekonomi dengan membedah dan menganalisa unit-unit ekonomi dengan bantuan akuntansi maka dalam artikel kedua ini kita akan mempelajari bagaimana harga terbentuk dengan adanya interaksi kepentingan antar unit ekonomi. Dan khusus bagi unit ekonomi publik, bagaimana sikap yang harus diambil para pemangku kepentingan unit ekonomi ini terhadap perubahan harga.

Harga barang dan jasa terbentuk akibat dari adanya penawaran dan permintaan. Kurva penawaran dan permintaan sudah umum dikenal dalam teori ekonomi. Kurva itu bisa bersifat individual ataupun agregat yang merupakan penjumlahan penawaran dan permintaan individual. Tetapi baik yang individual maupun agregat tidak memasukkan unsur waktu sebagai variabel. Sebenarnya kalau mau memasukkan waktu bisa saja, hanya saja kurvanya menjadi tidak sederhana. Inilah mekanisme pasar yaitu adanya tarik menarik atau interaksi kepentingan antar unit ekonomi. Selain karena perubahan penwaran atau permintaan, harga bisa juga berubah karena perubahan atau pergeseran titik keseimbangan.

Naik turunnya harga sebenarnya tidak bisa menjadi indikator sehat tidaknya unit ekonomi publik. Harga yang stabil memang baik tetapi itu belum tentu fundamental makro ekonomi atau fundamental unit ekonomi publik juga baik. Sehat tidaknya unit ekonomi publik harus dibedah dengan bantuan akuntansi seperti dijelaskan dalam artikel pertama.

Namun demikian para pemangku kepentingan publik yang mengelola unit ekonomi publik sebisa mungkin menjaga agar tidak terjadi pergeseran titik keseimbangan sehingga harga relatif stabil, dan tidak berubah dalam jangka panjang. Menggunakan kurva penawaran-permintaan agregat saja tidak cukup untuk dipakai pedoman mempertahankan keseimbangan yang berjangka panjang mengingat kurva itu tidak memasukkan unsur waktu. Pertumbuhan populasi penduduk dan pertumbuhan PDB bisa menggeser titik keseimbangan kurva.

Untuk mempertahankan agar titik keseimbangan tidak bergeser seiring berjalannya waktu maka para pemangku dan pengelola unit ekonomi publik harus melakukan hal-hal berikut. Pertama, mempertahankan pertumbuhan populasi penduduk dan pertumbuhan PDB nol persen. Adanya dinamika teknologi memang akan menyulitkan upaya mempertahankan angka pertumbuhan PDB nol persen untuk jangka waktu lama, tetapi paling tidak angka pertumbuhan PDB harus ditekan mendekati nol persen. Memang menurut paradigma konvensional (neoklasik dan keynesian) pertumbuhan PDB nol persen berarti krisis sedang terjadi, akan tetapi menurut teori ekonomi makro biososioekonomi pertumbuhan PDB nol persen bukan suatu krisis kalau aset publik sama atau lebih besar dari liabilitas publik sebagaimana dijelaskan dalam artikel pertama.

Kedua, para pemangku kepentingan dan pengelola unit ekonomi publik perlu juga menjaga agar suplai energi stabil atau menggunakan sumber energi terbarukan atau menggunakan sumber energi tak terbarukan tetapi jangka waktu habisnya panjang seperti energi matahari. Terhambatnya atau kurangnya suplai energi akan menyebabkan kenaikan harga barang-barang lain yang menyengsarakan rakyat kebanyakan.

Ketiga, perlunya melakukan daur ulang kekayaan individu dan peningkatan derma seperti dijelaskan teori biososioekonomi. Mekanisme daur ulang (kadang saya sebut mekanisme herucakra) merupakan mekanisme non pasar yang akan mempertahankan dan menjaga keseimbangan yang berjangka panjang. Kekayaan daur ulang adalah kekayaan yang tidak diwariskan kepada keturunan pemilik kekayaan tetapi dihibahkan kepada publik untuk membayar laba, bunga, dan jaminan sosial (pendidikan, kesehatan, foodstamps/kebijakan ketahanan pangan).

Dengan daur ulang kekayaan, bank sentral tidak perlu lagi mencetak uang. Demikian juga pemerintah tidak perlu berhutang atau menerbitkan obligasi. Depresiasi permanen mata uang terjadi karena liabilitas publik lebih besar dari asetnya sebagai akibat tidak adanya daur ulang kekayaan pribadi. Mekanisme daur ulang kekayaan pribadi sesuai hukum alam yang universal. Bayangkan hal ini seperti kolam renang. Kalau setiap minggu kolam renang dikuras kemudian airnya dibuang dan untuk mengisinya kembali harus menyedot lagi air tanah, betapa borosnya. Mekanisme daur ulang merupakan mekanisme yang efisien untuk mengelola sumber daya publik yang memang langka.

Kekayaan daur ulang itu perlu dikelola dengan memperhatikan kaidah biososioekonomi (bioekonomi). Distribusi kekayaan daur ulang dalam waktu sekejap akan menyebabkan aset publik ini menjadi aset individu dalam sekejap pula, dimana menurut teori biososioekonomi semua milik individu adalah liabilitas. Distribusi sekejap ini akan membuat liabilitas publik tetap lebih besar dari asetnya. Kekayaan daur ulang sebaiknya habis terdistribusi sesuai decompostion time-nya (misal 40 tahun). Ingat definisi aset adalah yang menghasilkan waktu seperti dijelaskan dalam artikel pertama.

Sebagai gambaran, berikut ini saya kutipkan dari buku saya Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia halaman 21-22. "Kalau seorang donatur mengakumulasikan kekayaannya dalam waktu 40 tahun, dari usia 25 tahun sampai 65 tahun, maka kekayaan daur ulangnya juga harus habis dalam waktu 40 tahun. Demikian juga aset-aset yang tidak berujud mata uang (lokal) juga harus terdekomposisi sedikit demi sedikit dalam waktu 0-35 tahun. Seseorang donatur yang memiliki aset atau kekayaan 17 unit properti bisa menjualnya satu unit per dua tahun sehingga propertinya habis terjual setelah tahun ke-35. Demikian juga valasnya. Jika donatur tersebut memiliki US $ 7.000.000,00 maka setiap tahun bisa dijual US $200.000,00. Penjualan berdasarkan kerangka waktu atau jadwal yang ditetapkan donatur dalam testamennya. Penjualan tidak masalah berapa pun harga pasar properti dan harga valas saat jatuh tempo"

Kalau pertumbuhan PDB nol persen, pertumbuhan populasi penduduk nol persen, dan kekayaan pribadi didaur ulang seperti harapan biososioekonomi maka seharusnya harga properti tidak perlu naik, karena tidak ada peningkatan permintaan kebutuhan riil. Kalau harganya naik, hal itu terjadi karena adanya spekulasi. Kalau bisosioekonomi diterapkan, properti tidak lagi dijadikan instrumen investasi atau spekulasi, sehingga semua orang terjamin tempat tinggalnya. Dalam paradigma biosioekonomi semua orang bisa bertambah kekayaannya tanpa harus melakukan spekulasi atau investasi beresiko.

Inti dari artikel ini adalah bahwa adanya tarik-menarik kepentingan antar unit ekonomi akan membentuk harga sesuai mekanisme pasar dan kurva penawaran-permintaan. Akan tetapi para pemangku dan pengelola unit ekonomi publik harus mempertahankan titik keseimbangan tidak bergeser untuk menjamin kesejahteraan publik dengan tidak berubahnya harga-harga barang dan jasa termasuk dalam hal ini mencegah depresiasi permanen mata uang atau mencegah inflasi.

Minggu, 04 Oktober 2009

Cara Mudah Belajar Ekonomi (1)

Oleh: Hani Putranto

KTT negara-negara G-20 di Pittsburgh AS telah berakhir dan menghasilkan kesepakatan bersama bahwa kelompok G-20 menggantikan kelompok G-8 dalam forum kerjasama ekonomi global. Hasil itu telah mendapat banyak komentar atau tanggapan termasuk opini yang dimuat di media cetak.

Postingan saya kali ini berkaitan dengan ekonomi sebagai ilmu dan teori serta bagaimana kita bisa mempelajarinya secara mudah tetapi tajam dan tepat tidak rancu. Harapan saya agar banyak orang bisa memahami ekonomi dengan baik dan tepat sehingga bisa ikut memantau kebijakan yang diambil pejabat pemerintah dan pemangku kepentingan publik lainnya. Segala kritik dan saran atas postingan kali ini akan saya terima dengan hati dan pikiran terbuka.

Pembahasan ini saya bagi menjadi 2 postingan. Yang pertama berkaitan dengan pendapatan dan aset (kekayaan) bagi suatu unit ekonomi. Dan yang kedua mengenai harga barang dan jasa yang akan saya sampaikan dalam postingan yang akan datang.

Kita bisa belajar ekonomi lebih mudah kalau kembali ke makna dasar ekonomi. Kata "ekonomi" berasal dari bahasa Yunani economos, yang berarti 'seseorang yang mengelola' atau 'yang disebut pengurus atau pelayan' (Curry, Jeffry Edmund, MBA, PhD. Memahami Ekonomi Internasional, PPM, Jakarta, 2001, terj. Dari Short Course "International Economics" World Trade Press, 2000). Untuk bisa mengelola, kita harus tahu dan fokus pada sudut pandang kepentingannya. Satuan yang memiliki kepentingan yang sama perlu dikelompokkan dalam suatu unit, yang saya namakan unit ekonomi. Unit ekonomi itu bisa berupa individu (rumah tangga), kelompok, dan publik. Perusahaan baik manufaktur atau perbankan termasuk unit ekonomi kelompok, demikian juga klan(dinasti). Bahkan dalam tataran global negara pun termasuk unit ekonomi kelompok, meskipun dalam tataran nasional termasuk unit ekonomi publik. Demikian juga dengan koperasi, termasuk unit ekonomi kelompok karena koperasi bekerja hanya untuk kepentingan anggotanya saja. Sementara yang bisa dimasukkan dalam kategori unit ekonomi publik adalah masyarakat.

Mengapa sudut pandang kepentingan ini perlu? Karena dalam ekonomi itu ada keterkaitan yang bisa berlawanan. Pemasukan bagi satu unit ekonomi bisa jadi merupakan pengeluaran bagi unit ekonomi yang lain. Demikian juga kekayaan bagi unit ekonomi yang satu bisa berarti liabilitas bagi unit ekonomi lain. Atau pemborosan bagi yang satu bisa berarti efisiensi bagi yang lain. Juga pendapatan bagi seseorang (individu) bisa berarti pengeluaran bagi orang lain. Dengan fokus dan mengetahui sudut pandang kepentingannya ini, kita bisa mengelola dengan baik suatu unit ekonomi apakah itu individu, kelompok, atau publik. Teori ekonomi makro biososioekonomi yang saya rumuskan termasuk teori ekonomi publik yang memberikan pedoman untuk mengelola unit ekonomi publik.

Dalam postingan kali ini banyak berkaitan dengan akuntansi. Meskipun postingan ini tidak dimaksudkan untuk mendidik seseorang menjadi akuntan (profesional) akan tetapi hal-hal yang mendasar mengenai akuntansi itu perlu diketahui banyak orang (publik) agar kita tidak dibodohi.

Dalam mengelola suatu unit ekonomi perlulah kiranya mengetahui pendapatan dan pengeluaran unit ekonomi itu. Beberapa ekonom memasukkan hutang sebagai suatu pendapatan. Tetapi saya tidak setuju, yang saya maksud pendapatan adalah pendapatan riil saat ini. Bukan pendapatan nanti, hutang adalah pendapatan di masa yang akan datang dimana masa akan datang itu tidak mudah diprediksi apalagi dalam situasi chaos dimana pendapatan bisa melambung atau lenyap. Untuk lebih aman dan pasti, maka harus ada kedisiplinan dan konsistensi dengan menggunakan dasar perhitungan pendapatan riil saat ini. Ini berlaku untuk semua unit ekonomi apakah individu, kelompok, atau publik.

Mengetahui pendapatan dan pengeluaran saja tidak cukup dalam mengelola suatu unit ekonomi karena pendapatan suatu unit ekonomi bisa saja besar tetapi tidak pernah menjadi aset atau kekayaan. Untuk itu perlu suatu neraca yang bisa menggambarkan besarnya aset dan liabilitas yang umum disebut rekening T. Rekening T bisa dibuat untuk unit ekonomi individu, kelompok, atau publik. Salah satu rekening T untuk publik adalah neraca yang saya namakan neraca herucakra society yang sudah dipublikasikan dan dapat dilihat di buku saya atau makalah saya yang ditampilkan situs Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM.

Seperti halnya pendapatan, definisi aset pun harus jelas. Robert T kiyosaki seorang guru investasi sekaligus pelaku bisnis dan investor, menggunakan rekening untuk menjelaskan kepada individu (rumah tangga) dalam mengelola dan mengembangkan kekayaannya. Dia mendefinisikan kekayaan dengan tepat dan sangat bagus yaitu:"jumlah hari dimana Anda bisa bertahan hidup tanpa bekerja secara fisik (atau tanpa siapapun dalam keluarga Anda bekerja secara fisik) dan tetap mempertahankan kehidupan Anda" (Kiyosaki, Robert T, 2001. The Cashflow Quadrant, Panduan Ayah Kaya Menuju Kebebasan Finansial, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 48). Kalau kita memiliki deposito Rp 15000.000,- dan biaya hidup kita adalah Rp 1.500.000,- per bulan berarti kekayaan kita adalah 300 hari atau sepuluh bulan. Sementara itu seorang karyawan berusia 25 tahun yang baru saja menerima pengangkatan sebagai karyawan tetap bukan berarti memiliki kekayaan 30 tahun (kalau peraturan usia pensiunnya 55 tahun). Surat pengangkatan itu bukan "menghasilkan" waktu tetapi menghasilkan kewajiban, kalau karyawan tersebut tidak bekerja satu bulan saja pasti dipecat. Dalam unit ekonomi publik, seperti disarankan teori ekonomi makro biososioekonomi, kekayaan alam seperti emas atau minyak di perut bumi tidak dimasukkan sebagai aset atau liabiliatas unit ekonomi manapun. Dimasukkan sebagai aset negara pun kurang tepat karena masih memerlukan waktu, modal, input teknologi, dan manajemen untuk memperolehnya. Definisi aset atau kekayaan adalah yang menghasilkan waktu bukan memerlukan waktu Kalau selama ini hal tersebut dianggap kekayaan negara hal itu karena pandangan politis bukan pandangan ekonomis (paling tidak teori ekonomi makro biososioekonomi menolaknya). Definisi tentang kekayaan ini sangat penting agar neraca aset-liabilitas atau rekening T ini bisa berfungsi maksimal sebagai pisau bedah analisis untuk mengetahui kesehatan unit ekonomi yang dikelola apakah individu, kelompok atau publik.

Dalam mengelola, kita harus memiliki integritas yang tinggi dengan unit ekonomi yang kita kelola karena apa yang oleh suatu unit ekonomi yang satu disebut aset, oleh unit ekonomi lain disebut liabilitas. Contohnya adalah deposito, bagi kita sebagai individu deposito milik kita adalah aset kita pribadi tetapi dalam tataran makro atau oleh unit ekonomi publik disebut liabilitas. Integritas dan kejelasan ini penting agar tidak rancu. Kita harus menegaskan unit ekonomi mana yang sedang kita kelola atau kita sedang bekerja untuk unit ekonomi mana.

Aset-aset itu berasal dari pendapatan tergantung unit ekonominya. Bagi perusahaan pendapatan diperoleh dari penjualan produk atau jasa yang diproduksinya. Bagi individu bisa berupa gaji, bunga bank, hasil reksadana, hasil investasi, bonus, hasil usaha, komisi, atau hal-hal lain seperti hadiah atau hibah. Bagi negara penghasilannya berupa pajak, laba BUMN, dan hibah. Sementara bagi publik (masyarakat) penghasilannya berupa derma dan daur ulang kekayaan sebagimana dijelaskan teori ekonomi makro biososioekonomi.

Krisis terjadi karena pendapatan bagi unit ekonomi itu kurang atau liabilitasnya lebih tinggi dari asetnya. Dalam tataran makro ekonomi atau unit ekonomi publik, liabilitas yang lebih tinggi dari aset terjadi karena total milik individu lebih tinggi daripada total milik publik (yang diperoleh dari pajak, derma dan daur ulang kekayaan individu). Itulah krisis dalam bahasa akuntansi. Sederhana kan?

Teori ekonomi neo klasik atau neo liberal adalah teori ekonomi yang rancu karena tujuannya mau mengelola ekonomi publik (makro) tapi prakteknya justru meningkatkan liabilitas publik dengan menggenjot PDB setinggi mungkin, padahal PDB adalah total pendapatan individual tahunan yang hanya sebagian kecil saja yang diabayarkan sebagai pajak dan derma.

Semoga postingan ini mencerahkan dan bermanfaat.

Kamis, 01 Oktober 2009

Turut Berbelasungkawa Atas Gempa Sumbar 30 September

Saya ikut berbelasungkawa yang sedalam-dalamnya atas terjadinya gempa Sumatra Barat yang terjadi 30 September 2009 sore hari

"Semoga yang meninggal mendapatkan tempat dan istirahat kekal dalam damai Tuhan. Tuhan memberi ketabahan bagi yang ditinggalkan. Semoga korban selamat yang masih terjebak di bawah reruntuhan diberi kekuatan, segera dievakuasi, dan disembuhkan luka-lukanya. Ya Tuhan berkatilah tangan-tangan yang menolong korban. Berilah kekuatan dan kesehatan."

Marilah kita membantu dengan menyumbangkan kemampuan atau sebagian harta milik kita.

Kamis, 24 September 2009

"Sihir" di Balik Kata-kata "Pertumbuhan Ekonomi"

Banyak pejabat atau ekonom yang menilai pemulihan ekonomi didasarkan pada angka pertumbuhan ekonomi semata seperti tercermin dalam beberapa pemberitaan akhir-akhir ini. Dalam Kompas Mobile 22/09/2009, 16:25 WIB (http://m.kompas.com/news/read/data/2009.09.22.16254238) disebutkan (sebagai judul): "Perekonomian Asia ternyata Lebih Tahan Krisis." Sementara itu untuk berita yang sama, Detik Mobile menyajikannya dengan judul "ADB Naikkan Pertumbuhan Ekonomi Asia jadi 3,9%" (http://m.detik.com/read/2009/09/22/173020/1207857/4/adb-naikkan-pertumbuhan-ekonomi-asia-jadi-39). Detik mengutip Chief Economist ADB Jong-Wha Lee: "Meski kondisi ekonomi global masih kurang baik, negara berkembang di Asia justru memimpin pemulihan dari perlambatan ekonomi dunia."

Sementara itu dalam berita lain disebutkan: "Nilai saham AS di Wall Street naik ke angka tertinggi baru pada 2009, di tengah pulihnya optimisme pemulihan ekonomi dan prospek pendapatan perusahaan. Hal itu berlangsung karena pembuat kebijakan Federal Reserve, bertemu untuk meninjau langkah-langkah yang ditujukan guna memulihkan pertumbuhan ekonomi" (http://m.kompas.com/news/read/data/2009.09.23.07180028).

Patut disayangkan kalau banyak orang "tersihir" oleh kata-kata "pertumbuhan ekonomi" termasuk kata-kata "pertumbuhan ekonomi berkelanjutan" sehingga kehilangan daya kritis atau akal sehat. Dalam Kompas Cetak 28/02/2008 hlm 8 disebutkan dana perusak perekonomian besarnya mencapai 516 triliun dollar AS, sementara total PDB global 48 triliun dollar AS. Bagi banyak orang sering kaget dengan data seperti itu, mengapa PDB global begitu kecil di hadapan dana perusak. Akan tetapi bagi yang memahami biososioekonomi atau paling tidak memahami dan menguasai konsep PDB, statistik, matematik dan akuntansi seharusnya tidak kaget membaca data seperti itu. Konsep PDB dan pertumbuhannya sudah saya bahas dalam blog ini. Sementara dalam postingan kali ini saya ringkaskan bahwa PDB atau GNP sekalipun adalah total pendapatan individual tahunan. Maka di dalam suatu populasi ada sekelompok orang yang pendapatannya kurang atau pas-pasan sehingga habis dikonsumsi sementara ada kelompok lain yang pendapatan tahunannya berlebihan sehingga terakumulasi menjadi aset dan modal. Hal ini tidak tercermin dalam angka PDB. Maka sebenarnya pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan PDB itu tidak akan otomatis memperbaiki ekonomi publik dan ekonomi rakyat kebanyakan.

Dalam kondisi seperti itu turbulensi ekonomi, keuangan, atau berlanjutnya kesengsaraan (beban) rakyat masih akan terjadi. Oleh karena itu saya berharap kepada semua pihak agar jangan sampai terkena "sihir" kata-kata pertumbuhan ekonomi bahkan yang diberi tambahan "berkelanjutan" sekalipun. Ada suatu hal yang harus diperhatikan seperti saya nyatakan dalam postingan terdahulu, pastikan bahwa sistem mampu membayar kewajibannya. Melalui postingan ini saya berharap agar kita semua menjadi anggota masyarakat dan negarawan yang baik yang peduli pada kepentingan publik. Saya akan tetap menjalankan dharma ksatria seperti saya jelaskan dalam postingan yang berjudul:"Dharma Ksatria: Antara Satrio Piningit dan Ksatria Luhur. "




Jumat, 18 September 2009

Krisis Ekonomi: Ketika Sistem Tidak Mampu Membayar

IMF memperingatkan bahwa krisis ekonomi belum akan berakhir dalam waktu dekat kendati sudah ada tanda positif dari sejumlah negara yang memiliki perekonomian terbesar di kawasan Eropa. Demikian diungkapkan Managing Direktur IMF Dominique Straus Kahn menjelang pertemuan G20 yang akan digelar di Pittsburg AS 24-25 September. "Dia menambahkan, tidak banyak yang bisa diharapkan dari adanya pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara Eropa. 'Krisis ekonomi global akan terus berlangsung meskipun faktanya Jerman dan Perancis berhasil mencetak angka pertumbuhan ekonomi yang positif pada kuartal terakhir,' katanya. Hanya saja Sttauss menyayangkan, kondisi itu tak membuat lapangan kerja baru di kedua negara tersebut akan terbuka lebar. Ia malah memperkirakan angka pengangguran akan terus meningkat, setidaknya selama satu tahun ke depan." (Sumber http://m.kompas.com/news/read/data/2009.09.15.15370914)

Sementara itu jumlah orang yang kelaparan akan melampaui angka 1 miliar pada tahun ini. "Bantuan pangan dunia mencapai tingkat terendah dalam 20 tahun terakhir. Di sisi lain, jumlah orang yang menghadapi kelaparan parah meningkat tahun ini. Jumlah warga kelaparan untuk pertama kali akan melampaui angka 1 miliar orang pada tahun 2009. " Demikian dikatakan dalam berita di koran Kompas (cetak) 18 September 2009.

Pertumbuhan PDB, yang sering disebut pertumbuhan ekonomi, bukan suatu tanda bahwa krisis ekonomi atau kesengsaraan rakyat akan segera berakhir. Orang yang memahami konsep PDB dan pertumbuhan PDB serta biososioekonomi pasti tahu bahwa peningkatan PDB bisa berarti peningkatan liabiltas publik (makro) yang berarti peningkatan masalah. Demikian juga kalau ekonom konvensioanal (neo liberal atau keynesian) mengatakan indikator makro membaik atau stabil itu sebenarnya bukan jaminan bawa kondisi makro tidak ada masalah (menurut biososioekonomi). Lantas bagaimana mengetahui kondisi makro sehat atau tidak kalau teori ekonomi konvensional sudah tidak relevan?

Perekonomian bisa dipandang sebagai suatu sistem dengan input atau output yang jelas dan tunduk pada hukum alam mengenai akuntansi (keseimbangan) dan ekonomi (kelangkaan), oleh karenanya bisa didekati dengan cara deduktif matematis. Hal itu mirip dengan sistem pemabayaran bonus (marketing plan) pada usaha multi level marketing (MLM) yang sehat dan benar, bukan MLM palsu. Perancang
Marketing plan MLM harus menguasai matematika dengan baik. Adanya perusahaan MLM yang sehat menunjukkan bahwa otak manusia mampu merancang sistem yang baik pula, karena merancang sistem pemberian bonus pada MLM jauh lebih rumit dari pada single level marketing. Tetapi mengapa hal itu belum menginspirasi ekonom lain untuk merancang sistem ekonomi yang sehat?

Perancang marketing plan MLM harus tahu berapa margin laba riil setiap produk. Bonus yang dijanjikan akan dibagikan kepada jaringan (seperti tertulis dalam marketing plan) tidak boleh melebihi laba riil. Oleh karena itu sampai level tertentu harus dipotong (cut). Apabila bonus yang dijanjikan melebihi margin laba setiap produk maka sistem tidak akan mampu membayar bonus atau tidak mampu memenuhi janjinya dan perusahaan bangkrut. Dalam MLM palsu laba riil tidak ada, bonus yang dibayarkan diambil dari iuran atau investasi anggota yang bergabung belakangan sehingga bebannya semakin berat dan tidak sanggup membayar bonus atau "hasil investasi" yang dijanjikan.

Demikian juga dengan sistem ekonomi. Kita harus merinci apa saja yang harus dibayar sistem ekonomi. Inilah yang harus dibayar sistem ekonomi:
(1) Laba
(2) Bunga
(3) Gaji pegawai negeri dan swasta
(4) Jaminan sosial untuk pendidikan, kesehatan, dan pangan (food stamp atau untuk kebijakan ketahanan pangan)

Memang yang menggaji pegawai swasta adalah perusahaan atau yayasan akan tetapi secara makro bisa dipandang yang membayar adalah sistem. Banyaknya pengangguran menunjukkan bahwa sistem tidak mampu membayar gaji. Demikian juga dengan jatuhnya laba, kejadian ini juga merupakan indikasi bahwa sistem tidak lagi mampu membayar laba. Suku bunga rendah belum tentu merupakan indikasi sehatnya keadaan makro ekonomi. Suku bunga (riil) deposito atau tabungan nol atau minus bila dikoreksi dengan inflasi menunjukkan bahwa sistem tidak mampu membayar bunga. Demikian juga dengan tingginya angka putus sekolah karena ketidakmampuan orang tua siswa, juga menjadi indikasi bahwa sistem tidak mampu membayar jaminan sosial. Begitu pula dengan kelaparan yang menimpa 1 miliar orang di seluruh dunia.

Krisis ekonomi bisa dipandang sebagai ketidakmampuan sistem membayar beberapa atau semua kewajiban yang seharusnya dibayar sistem seperti dirinci di atas. Berulangya krisis ekonomi atau gejolak moneter jatuhnya laba yang terjadi berulang-ulang menunjukkan bahwa perekonomian konvensional yang didasarkan pada teori ekonomi neo klasik (neo liberal) atau keynesian itu tidak mampu membayar kewajiban yang seharusnya dibayar sistem seperti dirinci di atas. Dalam perekonomian konvevsional itu, konsumen (rakyat kebanyakan) dan lingkungan hidup mendapat tekanan dan menanggung beban yang amat berat.

Sebagaimana dalam MLM ada pemotongan demikian juga dalam biososioekonomi ada pemotongan untuk menjamin bahwa sistem mampu membayar kewajibannya. Itulah yang disebut daur ulang kekayaan pribadi Dengan kekayaan daur ulang itu, sistem mampu membayar kewajibannya sesuai dengan hukum akuntansi dan kelangkaan serta hukum II termodinamika. Pendekatan deduktif matematis bisa meminimalkan jumlah korban akibat krisis ekonomi.

Marilah kita menjadi negarawan dan anggota masyarakat yang baik Marilah menjalankan dharma ksatria seperti yang saya jelaskan dalam postingan terdahulu:"Dharma Ksatria: Antara Satrio Piningit dan Ksatria Luhur." Hindari jatuhnya korban akibat krisis ekonomi. Pastikan bahwa sitem mampu membayar.

Minggu, 13 September 2009

Apakah Anda Akan Membuang Biososioekonomi Juga?

Saya tidak khawatir popularitas blog ini merosot. Tetapi saya was-was karena biasanya kalau biososioekonomi dibuang sering terjadi sesuatu seperti gempa bumi. Demikian pula hari Senin tanggal 7 September 2009, pagi-pagi saya melihat mesin penghitung kunjungan di blog ini, yang seperti gambar matahari, mencatat angka 4.226 yang berarti hanya meningkat 16 klik. Padahal biasanya di atas 20 klik per hari, bahkan pernah mencapai di atas 50 klik.

Hari itu di tengah rasa was-was, saya menyempatkan diri menonton film "Merah Putih" di Blok M Square yang berarti saya harus berada di lantai tinggi (5) di ruang gelap selama kurang lebih dua jam. Setelah pertunjukan selesai dan menginjak tanah saya bersyukur tidak terjadi apa-apa. Pulang nonton sebelum tidur saya meng-update status facebook saya dengan
doa rutin: Good night....."Ya TUHAN, berilah kiranya keselamatan! Ya TUHAN, berilah kiranya kemujuran!" Demikian tercatat di status facebook saya jam 9:53pm.

Pagi hari saya membaca berita memang ada gempa di Wonosari DIY (http://m.kompas.com/news/read/data/200909.08.00310831) yang terjadi hari Senin 7 September jam 23:12 WIB. Hari Selasa pagi 8 September saya melihat mesin penghitung mencatat angka 4.244 yang berarti masih di bawah 20 klik. Rabu dini hari tanggal 9 memang ada gempa di Sulawesi Tengah (http://m.kompas.com/news/read/data/2009.09.09.04482662) dengan 6,0 skala Richter.

Saya meyakini bahwa aplikasi atau implementasi biososioekonomi akan membawa kepada kesejahteraan publik dan keseimbangan alam serta kelestarian lingkungan hidup. Kalau perjuangan damai mewujudkan biososioekonomi dalam aplikasi praktis berbangsa dan bermasyarakat menemui jalan buntu, saya menyerahkannya pada TUHAN apa yang akan terjadi. Sementara itu secara pribadi saya tetap pada komitmen saya untuk menjalankan dharma ksatria seperti yang saya jelaskan dalam postingan terdahulu:"Dharma Ksatria: Antara Satrio Piningit dan Ksatria Luhur."

Hal seperti ini pernah saya tulis dalam naskah buku saya "Wahyu untuk Rakyat" edisi kedua di bagian penutup. Saya tulis tanggal 12 Februari 2007. Karena "Wahyu untuk Rakyat" edisi kedua tidak banyak beredar maka saya posting selengkapnya di blog ini. Berikut ini kutipan selengkapnya.

Salah satu ciri perekonomian konvensional (neo klasik atau keynesian-pen) yang harus diwaspadai oleh para pemangku kepentingan publik adalah harga komoditas atau instrumen investasi yang bisa melambung tinggi di atas nilai fundamentalnya. Properti mengalami bubble price kemudian jatuh menjadi krisis ekonomi. Demikian juga dengan saham dan mata uang suatu negara. Itu semua terjadi karena investasi besar-besaran dan terus menerus yang tidak diimbangi dengan pengeluaran laba dari sistem ekonomi dalam jumlah yang memadai. Ketika minyak mentah dijadikan instrumen investasi atau spekulasi, nasibnya sama dengan saham atau properti. Ketika harga minyak mentah melambung tinggi maka hal ini akan memberikan dampak bagi hajat hidup orang banyak, yakni menyengsarakan konsumen yang notabene adalah rakyat kebanyakan.

Dalam kondisi seperti itu seharusnya keseimbangan yang ditawarkan oleh teori biososioekonomi mendapat tempat yang semestinya sehingga bisa menyejahterakan semua orang tanpa gejolak harga minyak, properti, valas, ataupun siklus bisnis yang bergelombang tajam sehingga pernah menimbulkan depresi besar seperti terjadi di AS tahun 1930-an. Meskipun pemerintah dan Bank Indonesia mempunyai peran strategis untuk menyejahterakan rakyat, namun beban itu tidak bisa sepenuhnya ditimpakan kepada pemerintah siapapun presidennya Kita akan selalu mengalami kesulitan dalam menyejahterakan rakyat manakala hukum biososioekonomi diabaikan. Sebaliknya dari pihak pemerintah_apalagi kalau pernah berjanji menyejahterakan rakyat_perlu lebih peduli dengan mereka yang lapar dan miskin dengan bekerja sama dengan society.

Teori ekonomi konvensional tidak bisa menyelesaikan semua persoalan secara serentak. Pada saat inflasi teratasi, sektor riil terpuruk, kemiskinan dan pengangguran merajalela. Pada saat perekonomian dikatakan membaik, lingkungan hidup hancur bencana datang silih berganti. Dengan diterapkannya biososioekonomi pemasukan bagi pemerintah-masyarakat juga meningkat, yang pada gilirannya akan meningkatkan asetnya. Kesejahteraan dan kelestarian lingkungan hidup bisa berjalan bersamaan. Sesuatu yang tidak mungkin terjadi dengan perekonomian konvensional.

Prof. Dr. Mubyarto (alm) mengatakan bahwa Ekonomi Pancasila memang tidak mudah diterapkan. Demikian juga saya mengakui bahwa biososioekonomi memang tidak mudah diterapkan. Dari perkenalannya dengan beliau, saya mendapatkan berbagai buku tentang ekonomi antara lain Gagasan Besar Ekonomi dan Kemajuan Kemanusiaan: Antara Ilmuwan dan Seniman Ekonomi. Dari buku itu saya mengetahui perjuangan para pemikir ekonomi memang sangat berat bahkan dicemooh dan diremehkan. Dengan memberi buku itu seolah-olah beliau mengatakan kepada saya: "Perjuangan Anda akan berat, tetapi jangan berkecil hati. " Buku itu memberi manfaat bagi saya.

Saya tidak gentar untuk menghadapi rintangan, terlebih-lebih ketika bekal spiritual telah saya peroleh dengan memadai, terutama sejak 4 Juli 2002 ketika saya akhirnya mengenal diri saya secara penah seperti yang saya ceritakan pada bagian depan buku ini. Benar bahwa sebagai sebuah teori ilmiah, biososioekonomi terbuka terhadap kritik, koreksi, maupun perbaikan. Bekal spiritual hanya digunakan bila biososioekonomi dihambat dipublikasikan atau dihambat diaplikasikan. Bekal spiritual tidak digunakan untuk mengintimidasi pihak pengkritik.

Bekal spiritual itu bisa menghindari tindak kekerasan dan anarki. Revolusi sosial ala komunis, revolusi Perancis, atau perampasan ala Robin Hood harus dikubur dalam-dalam karena tidak relevan lagi. Gusti ora sare, Tuhan tidak tidur. Dia tetap peduli kepada mereka yang lapar, miskin, dan tertindas. Oleh karena itu seperti ditulis oleh Kusumo Lelono dalam bukunya Satrio Piningit (hlm 40-41) rakyat harus tetap sabar menunggu anugerah kasih sayang Tuhan yang sebenarnya.

Aplikasi biososioekonomi itu memang tidak menggunakan hukum positif negara untuk melarang pewarisan kekayaan, tetapi dengan empat cara seperti yang telah saya kemukakan dalam buku ini yaitu: 1)kesadaran masing-masing individu 2)tekanan institusi agama pada umatnya masing-masing 3)norma atau etika sosial 4)kontrol oleh masyarakat konsumen. Itulah cara-cara nonviolence agar biososioekonomi bisa siterapkan. Dengan cara-cara itu semua orang apapun latar belakang kebangsaan, agama, atau budayanya bisa ikut berpartisipasi menyejahterakan rakyat melalui biososioekonomi tanpa takut dituduh genit. Bahkan orang yang cenderung ateis pun bisa berpartisipasi. Namun apabila belum banyak pihak yang bergabung menyejahterakan rakyat melalui biososioekonomi saya tetap tidak berkecil hati.

Sebelum tulisan ini saya tutup ijinkanlah saya membagikan pengalaman saya dalam memperjuangkan biososioekonomi, dimana saya merasakan dukungan Tuhan yang nyata dalam perjuangan saya. Pada tanggal 21 November 2003 setelah lelah memperjuangkan publikasi biososioekonomi, saya menulis suatu surat keprihatinan. Dalam surat itu saya katakan bahwa apabila keempat cara-cara nonviolence di atas gagal maka kemungkinan besar Tuhan marah dan menjatuhkan tulah-Nya ke bumi secara kasat mata.

Ada beberapa kelompok kategori orang yang akan terkena tulah Tuhan. Sebelumnya saya mohon maaf, kategori ini terpaksa saya sebut dalam sharing ini bukan untuk meresahkan publik, tetapi dengan maksud agar mereka berubah tidak melakukan hal-hal yang membuat Tuhan marah. Kategori itu adalah 1) mereka yang menerima atau mewariskan kekayaan berjumlah besar 2)pemimpin agama dari agama manapun yang tidak mencegah pewarisan kekayaan berjumlah besar 3) mereka yang menggunakan kekerasan dengan mengatasnamakan pemerintahan Tuhan 4)media massa yang mengabaikan biososioekonomi 5)mereka yang mengkorupsi kekayaan daur ulang (pejelasan: mengenai kategori 5 ini sudah saya perjelas dan saya perbarui serta dapat dilihat dalam postingan "Peringatan dan Pesan untuk Orang Jawa..." di blog ini). Satu bulan 5 hari setelah saya menulis surat keprihatinan yang saya kirim ke suatu media komunitas itu, pada tanggal 26 Desember 2003 gempa besar terjadi di Iran dengan korban meninggal lebih dari 30.000 orang. Persis satu tahun kemudian tsunami menimpa Asia, beberapa korban di antaranya adalah puluhan wartawan media cetak.

Sesaat setelah tsunami Aceh ada yang meramalkan bahwa Yogya akan terkena bencana. Namun saya tidak mempercayainya karena menurut saya belum ada alasan Yogya terkena "pukulan." Baru setelah situs PUSTEP-UGM yang memuat tulisan saya default, saya memberi peringatan pada dua orang adik saya
Dan seorang teman asal Yogyakarta. Pada tanggal 14 Maret 2006 saya mengirim sebuah artikel ke salah satu media di Yogyakarta. Dalam bagian terakhir artikel saya itu saya mengatakan:

"Inilah catatan kecil atas GSB (Gerakan Sosial Baru) dan GSC (Global Civil Society). Dunia lain yang lebih baik memang sangat mungkin. Tetapi rasa-rasanya tidak mungkin tanpa daur ulang kekayaan dan paradigma baru demokrasi ekonomi. Demokrasi politik saja tidak cukup. Lihatlah Indonesia dan Filipina yang demokrasi politiknya berjalan (paling tidak demokrasi politik prosedural) tetapi rakyatnya sengsara. Memberhentikan presiden sebelum akhir masa jabatannya tidak akan mengubah nasib rakyat secara nyata. Bagi rakyat yang dibutuhkan adalah daur ulang kekayaan. Kasus rakyat Indonesia dan Filipina yang sengsara adalah batu ujian bagi GSB dan GCS. Apakah pelaku GSB dan GCS mau terbuka dan mau mengakomodasi daur ulang kekayaan individu dan bioekonomi yang notabene adalah ilmu ekonomi masyarakat atau tetap pada habitus lama yang sekedar memberi remah-remah kepada rakyat Indonesia dan Filipina? Remah-remah itu bernama derma atau pajak yang paling-paling besarnya hanya 20%. Itupun masih dipotong untuk membayar utang negara."

Kata "batu ujian" sengaja saya tulis dengan kesadaran agar menjadi peringatan kepada semua pihak supaya tidak main-main dengan biososioekonomi. Orang-orang bijak ribuan tahun yang lalu telah memperingatkan bahwa batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru, hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Siapa yang tertimpa akan hancur dan yang tersandung akan jatuh. Dan saya yakin dewan redaksi yang sedang menghakimi tulisan saya itu mengenal peringatan itu dengan baik.

Pada tanggal 2 Oktober 2006 saya membuat surat keprihatinan lagi, kali ini saya sebarkan kepada wartawan dari berbagai media termasuk majalah berbahasa Jawa. Dalam surat keprihatinan dan peringatan kedua ini saya mengingatkan sekali lagi apabila teori biososioekonomi dianiyaya_publikasi atau aplikasinya dihambat_Tuhan akan marah. Mereka yang memperoleh warisan atau mewariskan kekayaan berjumlah besar akan terkena kemarahan Tuhan yang dijatuhkan ke bumi sehingga terlihat mata.

Dalam surat keprihatinan itu pula saya sebutkan tempat-tempat yang kemungkinan akan terjadi sesuatu antara lain Taipei. Setelah surat keprihatinan itu saya sebarkan, beberapa kejadian memang menjadi kenyataan, antara lain yang patut dicatat adalah gempa Taiwan 26 Desember 2006. Gempa itu memang tidak menelan korban sedahsyat tsunami 26 Desember 2004, tetapi membuat jaringan internet terganggu.

Dari pengalaman dan tanda-tanda itulah saya yakin bahwa Tuhan akan marah. Hanya saja hari H yang dahsyat yang akan menjadi titik balik menuju jaman baru yaitu jaman keemasan tidak akan terduga sebelumnya. Menurut hemat saya hari H yang dahsyat itu tidak terlalu selektif sehingga mereka yang tidak pantas dihukum pun mungkin akan kecipratan getahnya. Bagi kita yang tidak melakukan kelima hal yang membuat Tuhan marah seperti saya tulis di atas, tetap juga perli berjaga-jaga. Suatu harapan dan doa yang telah ditulis ribuan tahun yang lalu bisa dijadikan pegangan untuk didaraskan: "Ya Tuhan, berilah kiranya keselamatan! Ya Tuhan, berilah kiranya kemujuran!"

Benar tidaknya apa yang saya katakan ini waktu yang akan membuktikannya dan itu akan terlihat di bumi. Kita sedang berbicara jaman keemasan di bumi yang tampak oleh mata, bukan berbicara mengenai akhirat yang tak tampak oleh mata sebelum kita sendiri mati. Kalau masih ada yang ingin membuang teori biososioekonomi, silakan saja. Kita lihat siapa yang akan hancur.

Jakarta 12 Februari 2007

Demikian tulisan saya pada bagian penutup naskah buku "Wahyu untuk Rakyat." Saya merumuskan teori ekonomi makro biososioekonomi dengan tujuan agar diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat sehingga tercapai masyarakat yang adil dan sejahtera. Kalau saya mepublikasikannya juga dengan maksud itu, bukan dengan maksud agar TUHAN menjatuhkan hukuman ke bumi. Kalau cara-cara damai di atas gagal, semuanya saya serahkan kepada TUHAN apa yang akan terjadi. Sementara saya tetap pada komitmen saya untuk menjalani dharma ksatria seperti saya tulis di bagian pengantar postingan ini. Apakah Anda akan membuang biososioekonomi juga?

Kamis, 10 September 2009

Gempur Soeharto

Bagi orang yang tidak mengerti bahasa Indonesia dan tidak memahami budaya Jawa bagaimana orang Jawa memberi nama pada anaknya, akan menyangka bahwa seseorang yang bernama Gempur Soeharto adalah anaknya Soeharto. Sementara bagi orang yang mengerti bahasa Indonesia tetapi tidak memahami budaya Jawa akan merasa aneh dengan nama Gempur Soeharto. Tetapi bagi orang yang mengerti bahasa Indonesia dan memahami budaya Jawa tidak merasa aneh dengan nama itu, meskipun nama itu terasa keras. Nama Gempur Soeharto sudah sesuai dengan kaidah pemberian nama anak bagi orang Jawa.

Gempur Soeharto adalah nama yang diberikan aktivis mahsiswa Heri Akhmadi kepada anaknya sebagai protes terhdap Presiden Soeharto waktu itu. Dalam budaya Jawa tidak ada tradisi menempelkan nama orang tua di belakang nama anaknya sebagai nama keluarga. Jadi seseorang yang bernama Gempur Soeharto sudah pasti bukan anaknya Soeharto.

Nama yang diberikan orang tua Jawa kepada anaknya biasa disebut nama kecil. Setelah seseorang menjadi dewasa bisa saja memakai nama tua atau nama sepuh sesuai dengan pencapaian intelektual atau spiritual termasuk perkawinan. Tetapi saat ini jarang orang Jawa yang memakai nama tua.

Memang tidak semua orang Jawa memahami budaya atau tradisi pemberian nama ini. Ada orang yang namanya Soemarwoto, oleh teman-temannya sering ditegur (dan diledek): orang kok hanya punya nama keluarga. Maka ia menambahkan nama Otto sehingga menjadi Otto Soemarwoto, padahal nama Soemarwoto adalah nama kecil bukan nama keluarga. Orang Jawa tidak mempunyai tradisi menempelkan nama keluarga.

Nama anak (orang) dalam tradisi dan budaya Jawa bisa berarti doa atau permohonan atau tetenger (tanda) suatu peristiwa bersejarah. Guru bahasa Indonesia SMA saya bernama Lindhu Supardjo, mungkin karena waktu lahir pas ada lindhu (gempa). Suatu nama memang sebaiknya harus "bunyi" atau ada artinya. Adik saya meskipun memakai nama Dwi tidak berarti anak nomor dua. Kata dwi (dalam Dwi Puji Astuti Rahayu) dipakai untuk menunjukkan adanya dua permohonan keselamatan bagi adik saya yang lahir itu dan bagi kakaknya yang sedang di-opname di rumah sakit.

Kalaupun orang Jawa mau menempelkan namanya di belakang nama anaknya biasanya harus ditata sedemikian rupa sehingga halus tidak kaku. Contoh orang Jawa yang menempelkan namanya di belakang nama anaknya adalah Presiden Soekarno. Nama itu ditata sehingga terdengar luwes kalau diucapkan seperti Guruh Soekrnoputra atau Dyah Permata Megawati Soekarnoputri. Kalau dalam pewayangan misalnya Arimbiatmaja (putera Arimbi) atau Bayusuta (putera Bayu).

Di kalangan keraton pun seperti itu tidak ada kebiasaan menempelkan nama seseorang pada nama anaknya. Sultan HB X, misalnya, nama kecilnya adalah Herdjuno Darpito, dimana Darpito bukan nama keluarga.

Saya tidak tahu persis mengapa orang Jawa tidak memiliki tradisi menempelkan namanya di belakang nama anak sebagai nama keluarga. Mungkin orang Jawa memiliki pandangan bahwa seorang anak adalah pribadi unik yang akan menajalani ruang dan waktu kehidupan dan kelak diharapkan menjadi orang yang berarti (berguna), dewasa, dan mandiri. Kalau demikian halnya hal ini adalah suatu kearifan yang luar biasa agar setiap anak bisa tumbuh dewasa, berarti (berguna) dan mandiri tidak tergantung kekayaan atau nama besar orang tuanya. Mungkin karena budaya dan kearifan seperti itulah mengapa teori ekonomi makro biososioekonomi ditemukan atau dirumuskan orang Jawa.

Minggu, 06 September 2009

Berbagi dalam Peradaban Jawa

Nisbah pajak dan kedermawanan kita saat ini sangat rendah. Nisbah pajak kita hanya sekitar 13%. Sementara nisbah kedermawanan kita memang belum pernah dihitung, tetapi menurut perkiraan saya tidak sampai 10%. Itu semua adalah persentase dari PDB (produk domestik bruto) suatu ukuran yang menggambarkan total pendapatan individual tahunan. Kalau dasar perhitungannya adalah persentase dari total aset individu dalam suatu populasi maka mungkin persentasenya akan lebih kecil lagi. Dalam kondisi seperti itu maka masuk akal kalau kesengsaraan rakyat berlanjut. Apalagi sebagian pajak dipakai untuk membayar hutang.

Teori ekonomi neolib sering menyesatkan publik dengan angka-angka yang kelihatannya besar tetapi tidak relevan dengan kesejahteraan rakyat. Bagi yang memahami atau menguasai matematika, statistik, dan akutansi seharusnya tidak terkecoh atau dibodohi kaum neolib yang pro pemilik modal.

Kesejahteraan publik bisa tercapai dimulai dengan berbagi bukan dimulai dengan investasi, demikian menurut pandangan biososioekonomi. Mengapa? Pertama, akibat nisbah pajak dan kedermawanan yang rendah yang telah berlangsung berpuluh-puluh tahun atau bahkan ratusan tahun maka terjadi kesenjangan yang parah. Kedua, kekayaan yang tidak didermakan atau dibayarkan sebagai pajak akan membebani sistem perekonomian karena sistem harus membayar laba dan bunga untuk aset individu seperti itu, dimana salah satu akibatnya adalah untuk membeli rumah yng adalah kebutuhan pokok rakyat kebanyakan rakyat harus meminjam uang dari pemilik modal melalui bank sebesar 80% dari kebutuhan dana pembelian rumah. Kesejahteraan publik tanpa berbagi kekayaan pribadi adalah omong kosong.

Dalam sejarah peradaban Jawa kuno pun, masyarakat Jawa pada waktu itu memahami pentingnya berbagi. Berikut ini saya kutipkan tulisan arkeolog UI Supratikno Rahardjo dalam bukunya "Peradaban Jawa."
"Data prasasti dari masa Jawa Tengah mengindikasikan bahwa sumber awal pengakuan masyarakat terhadap seorang pemimpin adalah prestasi pribadinya dalam salah satu atau kombinasi dari tiga kemungkinan ini: kemampuannya dalam membagi kekayaan dan meningkatkan kesejahteraan; prestasi di bidang kemiliteran; atau prestasi di bidang keagamaan." (hlm 83).

Kemudian di halaman 84 ditulis:

"Gagasan-gagasan Sanna untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya tercermin dalam sumber-sumber prasasti yang berkaitan dengan pemberian anugerah sima (perdikan-pen). Pemberian anugerah sima oleh raja seringkali diikuti oleh pembukaan tanah lama yang kurang produktif (ladang, pekarangan, kebun) menjadi lahan baru yang lebih produktif, yakni sawah. Pranata sima sebagai sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan tampak sangat dominan pada masa itu. Dalam daftar prasasti tentang sima yang berasal dari masa Jawa Kuno, periode Jawa Tengah mengeluarkan 104 buah. Jumlah ini jauh melebihi periode-periode sesudahnya. Masa Tamwlang-Kahuripan hanya 26 prasasti; Masa Janggala-Kadiri lebih sedikt lagi, yakni 22; sedangkan masa Singhasari dan Majapahit secara bersama-sama hanya menghasilkan sembilan buah (Suhadi 1993:365-78). Kecenderungan untuk memperluas tanah sawah pada periode ini terutama tampak pada akhir abad ke-9, khususnya pada masa pemerintahan Kayuwangi."

"Di tingkat desa kualitas kepemimpinan tampaknya juga dinilai dari segi kemampuannya dalam membagi kekayaan. Hal ini tercermin dalam sumber-sumber prasasti, terutama yang memuat upacara penetapan suatu daerah menjadi sima. Pada bagian awal dari rangkaian upacara ini digambarkan bagaimana pemimpin desa, yang mendapat anugerah sima dari raja, membagi-bagikan kekayaannya kepada anggota masyarakat yang berasal dari berbagai lapisan sosial"

Kedermawanan dan kegotongroyongan agaknya sudah menjadi tradisi dalam masyarakat Jawa Kuno. Dan menurut hemat saya persentase kekayaan yang dibagi-bagikan tidak dibatasi hanya 10%. Hal ini saya simpulkan dari kutipan berikut:"Dalam kajiannya tentang sima berdasarkan prasasti-prasasti Jawa Kuno yang dikeluarkan pada abad ke-9 hingga abad ke-10 (termasuk periode awal masa Jawa Timur), Darmosutopo (1997:181-2) menegaskan bahwa biaya upacara penetapan sima terhitung besar bila dibandingkan dengan pendapatan sima setiap tahunnya" (Supratikno Rahardjo, 2002 hlm 85).

Memang saat ini dibutuhkan suara vokal untuk meningkatkan kedermawanan anggota masyarakat. Kalau pada masa Rakai Kayuwangi (memerintah 855-885M) kekayaan yang dibagi berasal dari kerajaan, kini kekayaan itu berada di kantong pribadi anggota masyarakat (pengusaha). Diperlukan nyali besar untuk meredistribusikan kekayaan pribadi yang melebihi apa yang dilakukan Rakai Kayuwangi.

Kamis, 03 September 2009

Gempa, Facebook, dan Doa Raja Daud

Pengalaman gempa bumi 02/09/2009 termasuk pengalaman yang agak menegangkan bagi saya. Saat itu saya berada di kantor di lantai tiga sendirian, saat yang lain berada di lantai dua dan satu. Saya sedang terlibat negosiasi serius melalui fasilitas paging dengan rekan di lantai dua. Di tengah pembicaraan itu terucap dari mulut saya: "hish...hish..hish..." Dalam pikiran saya ini gempa, sementara rekan saya belum sadar. Pembicaraan berlanjut beberapa detik lagi sampai selesai. Setelah itu saya turun sambil berdoa:"Ya TUHAN, berilah kiranya keselamtan! Ya TUHAN, berilah kiranya kemujuran!"

Hari itu tanggal 02/09/2009 ada sesuatu yang penting yang perlu saya tulis di status facebook-ku di pagi hari. Hujan yang terjadi di pagi itu menginspirasi untuk menulis sesuatu yang penting itu. Hal itu merupakan kelanjutan dari apa yang saya tulis di status facebook-ku pagi hari sebelumnya. Inilah yang tertulis di statusku sebelumnya (01/09/2009): "Mencorong tetapi tidak sombong, menyisakan ruang dan waktu bagi yang lain untuk tampil, tidak pernah memonopoli angkasa raya. Tahu diri kapan life cycle-nya. Ada saatnya tenggelam ada saatnya TERBIT!! (filsafat matahari). Selamat pagi teman2, selamat BERAKTIVITAS & BERPROSES semoga TUHAN memberkati :)"

Maka sehari kemudian, pada pagi hari, saya tulis dua status berurutan supaya keduanya mudah dibandingkan dan dibaca lengkap.

Inilah yang saya tulis tanggal 02/09/2009:
"Malam dan hujan adalah bagian dari siklus kehidupan. Merpati tak pernah ingkar janji, mentari tidak pernah memonopoli. Selamat pagi teman2, selamat beraktivitas dan berproses. GBU all"

Beberapa detik sebelumnya saya tulis distatusku:
"Pada waktu itulah orang-orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka (Sabda Tuhan)
Jaman keemasan diawali dg munculnya matahari kembar (ramalan Jawa)
'Ya TUHAN berilah kiranya keselamatan!Ya TUHAN berilah kiranya kemujuran!' (Doa Raja Daud doa kita)"

Demikian saya tulis di statusku. Mengenai doa Raja Daud itu pernah saya tulis di blog ini pada postingan yang berjudul "Peringatan dan Pesan untuk Orang Jawa..." Doa itu saya tambahkn dalam doa harian saya dan saat-saat menegangkan seperti gempa bumi 2 September itu.

Setelah menulis ucapan syukur atas lindungan TUHAN di dalam facebook, saya melihat di facebook ada orang yang anti Pancasila menentang komentar saya yang pro Pancasila. Komentar anti Pancasila itu diposting jam 1:24 pm tanggal 02/09/2009, sekitar satu jam sebelum gempa . Belakangan memang orang itu minta maaf.

Hari itu tanggal 2 September 2009 aneka perasaan dan pengalaman saya temui. Melalui postingan ini saya mengucapkan: "Turut berduka cita atas bencana alam gempa bumi Tasikmalya 02/09/2009, semoga yang meninggal beristirahat dalam damai TUHAN, yang ditinggalkan diberi kekuatan dan ketabahan, yang terluka segera disembuhkan dan dipulihkan. TUHAN memberkati tangan-tangan yang menolong korban, Amin"

Selain meningkatkan kemampuan ilmiah mendeteksi bencana yang merupakan wewenang BMKG, kita masing-masing orang mungkin perlu meningkatkan kepekaan spriritual. Kepekaan spiritual mungkin subyektif tetapi kalau untuk dipakai pedoman bagi diri sendiri hal itu tidak salah. Apa yang dirasakan oleh kepekaan spiritual sering sulit dirumuskan dengan kata-kata secara tepat. Merasa tetapi sulit mengatakannya.