Jumat, 30 Desember 2011

Refleksi Akhir Tahun. Subyektif atau Obyektif.

Beberapa tahun yang lalu seorang pastor muda, dalam kotbahnya, mengkritik sikap atau komentar miring seorang umat. Umat yang dikritik itu bersikap tidak baik atau berkomentar negatif terhadap umat lain yang mendermakan hartanya sangat banyak. Umat yang dikritik pastor itu menyangka umat yang dermawan itu memperoleh harta dari korupsi.

Komentar miring umat itu boleh jadi obyektif tapi mungkin juga subyektif. Subyektif dan obyektif inilah yang saya jadikan bahan refleksi akhir tahun ini karena banyak kebijakan, pendapat, komentar, atau postingan di sekeliling kita yang menuntut kita mencermatinya apakah subyektif atau obyektif.

Akhir tahun seperti ini banyak ekonom yang menargetkan berapa pertumbuhan PDB tahun depan. Demikian juga krisis hutang di sebagian negara Uni Eropa diatasi dengan penghematan pengeluaran pemerintah termasuk pengurangan pengeluaran untuk tunjangan sosial.  Apakah tindakan seperti ini sudah obyektif atau subyektif sesuai selera dan perasaan subyek yang belum tentu rasional. Kenapa krisis hutang atau krisis ekonomi diatasi dengan penghematan? Kenapa tidak diatasi dengan meningkatkan pemasukan publik atau mengurangi liabilitas publik? Demikian juga apa gunanya pertumbuhan PDB ditargetkan? 

Mungkin masih banyak hal lain yang perlu kita pertanyakan obyektivitasnya berkaitan dengan ekonomi publik atau makro dan kesejahteraan rakyat, namun contoh-contoh di atas seharusnya memicu kita untuk merefleksikannya akhir tahun ini agar tahun depan bisa melangkah lebih baik dan tercerahkan.

Obyektivitas menuntut verifikasi atau cross check pihak lain yang jujur, berintegritas, dan memiliki kompetensi, serta bersifat sebagai open society yang percaya pada kebebasan, akal, dan persaudaraan sejati. Mungkin tidak mudah tetapi bukan berarti tidak bisa. Salah satu sikap open society adalah kerendahhatiannya bahwa kita mungkin keliru tapi dengan suatu upaya mungkin kita bisa menemukan kebenaran.

Di tengah keraguan antara subyektif dan obyektif itu saya berpendapat bahwa teori ekonomi makro biososioekonomi menawarkan pengetahuan yang obyektif bagi pengelolaan makro ekonomi yang pro rakyat dan pro keseimbangan ekologis. Pendapat saya ini mungkin subyektif tapi bisa jadi juga obyektif. Tetapi seperti sering saya kemukakan sebagai teori ilmiah biososioekonomi terbuka terhadap cross check, kritik, dan perbaikan. Dalam merumuskannya saya sudah mendekatkan diri dengan kebenaran dengan mempertimbangkan hukum alam mengenai keseimbangan (akuntansi), hukum alam mengenai kelangkaan(ekonomi)  dan hukum II Termodinamika.

Kembali pada contoh-contoh di atas. Sikap pastor muda yang mengkritik umat di atas sudah tepat, pastor itu cukup sigap untuk mengkritik yang keliru. 
 
Menghemat pengeluaran pemerintah dalam mengatasi krisis sangat tidak tepat karena yang tepat adalah meningkatkan pemasukan publik dan mengurangi liabilitas publik. Investasi yang berjalan ratusan tahun atau bahkan ribuan tahun telah membuat liabilitas publik jauh lebih tinggi dari asetnya. Mengatasi krisis tanpa mengurangi liabilitas publik adalah omong kosong, sebuah tindakan yang sia-sia.

Postingan sederhana ini saya tempatkan sebagai bagian dari open society yang terbuka terhadap kritik dan koreksi untuk menghasilkan kebenaran obyektif. Selamat tahun baru 1 Januari 2012, semoga di tahun 2012 kita bisa lebih obyektif sehingga dekat dengan kebenaran dan turut berpartisipasi mewujudkan kesejahteraan publik, kesejahteraan bersama, kesejahteraan rakyat kebanyakan.

Minggu, 25 Desember 2011

Selamat Natal 25 Desember 2011

 Saya mengucapkan selamat Natal 25 Desember 2011. Semoga kehadiran TUHAN menguatkan kita untuk berbuat baik dan mengasihi sesama. GBU

Kamis, 22 Desember 2011

Refleksi Natal. Menerima Yesus Berarti Turut Mewujudkan Kesejahteraan Umum

Peristiwa kelahiran Kristus sekitar 2.000 tahun yang lalu menjadi bahan refleksi yang menarik bahwa di tengah kabar suka cita dari malaikat, kisah kelahiran itu juga diwarnai keprihatinan karena Kristus Sang Juru Selamat yang kedatangan-Nya adalah hadiah besar bagi seluruh umat manusia ternyata  tidak mendapatkan tempat di penginapan.

Bagi umat Kristiani kisah kelahiran Yesus Kristus sudah bukan hal asing lagi. Ia lahir di Betlehem ketika Yusuf dan bunda Maria pergi dari Nazaret ke kota asalnya di Betlehem, kota Raja Daud, untuk disensus mengikuti perintah Kaisar Agustus. Namun karena tidak mendapatkan tempat di penginapan Bayi Yesus pun lahir di kandang (Lukas 2:7 dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan). Kabar kelahiran Kristus itu sendiri diterima dari malaikat oleh para gembala penjaga ternak sebagaimana ditulis Lukas 2:10-12  Lalu kata malaikat itu kepada mereka: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa. Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan."). Malaikat itu tidak menyampaikan kabar bohong kepada para gembala karena terbukti para gembala bisa menemukan Bayi Yesus dalam palungan (Lukas 2:16).

Hari Raya Natal yang akan dirayakan sebentar lagi merupakan perayaan akan kelahiran itu. Sebelum Natal, umat Kristiani khususnya Katolik mempersiapkan diri dengan beribadah dan mendengarkan sabda Tuhan selama masa Adven yang berlangsung 4 minggu. Selama 4 minggu itu kaum rohaniwan mempersiapkan umat untuk menerima kedatangan Kristus.

Natal tahun ini berada di tengah kondisi perekonomian yang tidak menentu. Krisis hutang melanda negara-negara Eropa, AS juga belum pulih benar dari krisis 2008. Sementara itu kemiskinan dan pengangguran masih tinggi di berbagai negara. Apakah Natal di Eropa tahun ini akan menjadi Natal yang murung karena krisis dan PHK (pemutusan hubungan kerja) menimpa sebagian warga Eropa?
 
Kejadian sekitar 2.000 tahun lalu ketika Bayi Yesus tidak mendapat tempat di penginapan seperti terulang lagi kini dalam bentuk yang berbeda. Bagi saya, yang dipekerjakan Tuhan di divisi kesejahteraan umum, krisis hutang di Eropa mengindikasikan bahwa sebagian umat manusia tidak memberi tempat bagi Kristus.

Menerima Yesus berarti menerima ajaran-Nya. Saya dengan aneka pengalaman dan pergulatan menemukan bahwa sebagian dari kita tidak memberi tempat di hati kita bagi tumbuh dan bersemayamnya ajaran Kristus yang berkaitan dengan kesejahteraan umum.

Saya menemukan paling tidak ada tiga ajaran penting yang seharusnya mendapat tempat di hati umat manusia agar tercapai kesejahteraan umum dan keadilan sosial.

Yang pertama ajaran berbagi sebagaimana ditulis oleh Injil Lukas 12:33 "Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat." Dari ajaran ini nampak bahwa kalau kita berbagi harta itu harus mendekati 100% dari harta kita, bukan hanya 3% atau 10%. Kalau persentase harta yang harus dibagikan mendekati 100% bagaimanakah dampak ekonomi-moneternya? Yesus Kristus tidak memberi penjelasan karena mungkin Dia tahu umat manusia akan menemukan sendiri jawabannya melalui ilmu pengetahuan. Mungkin juga Tuhan tidak memberi penjelasan waktu itu karena pengetahuan manusia waktu itu terbatas. Teori ekonomi makro biososioekonomi mencoba memberi penjelasan ilmiah bagaimana harta tersebut harus didistribusikan beserta dampak moneternya. Ketika harta yang dibagikan itu sangat kecil maka lama-kelamaan liabilitas publik melonjak dan akhirnya menimbulkan krisis. Ajaran Yesus benar.

Yang kedua adalah penyalur derma. Yesus Kristus ternyata memberi kebebasan kepada penderma bahwa penderma bebas memilih lembaga mana yang harus mendistribusikan atau mengelola derma tersebut. Hal ini tidak hanya tercermin dalam Matius 19:21 tetapi juga dalam peristiwa lain. Dalam Matius 19:21 Yesus TIDAK mengatakan: bawalah ke mari supaya Saya bisa membagikannya kepada orang miskin. Kebebasan memilih penyalur sumbangan juga tercermin dari sikap Yesus yang tidak mau dijadikan Raja dalam pemahaman sebagian umat Yahudi seperti tertulis dalam Yohanes 6:15 "Karena Yesus tahu, bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir pula ke gunung, seorang diri". Yesus juga menolak godaan Iblis seperti tertulis dalam Matius 4:8-10.  Dengan menolak dijadikan raja dalam pemikiran sebagian manusia berarti Yesus juga memberi kebebasan penderma memilih saluran dermanya. Pada waktu itu menjadi raja berarti menerima pembayaran pajak. Sebagai gambaran penghasilan Raja Salomo per tahun adalah 666 talenta emas, jumlah itu kalau dirupiahkan lebih dari Rp 6,6 triliun. Di dalam negara demokrasi modern yang berorientasi kesejahteraan pajak  terdistribusi untuk kesejahteraan rakyat. Ini berbeda dengan kerajaan feodal. Jadi menyalurkan sumbangan sebagai pajak negara demokrasi modern bisa berarti menuruti kehendak Tuhan.

Yang ketiga Yesus meringankan beban banyak orang meski Ia sendiri menanggung beban berat. Yesus meminta murid-murid-Nya memberi makan sesama meski Ia menolak godaan Iblis untuk mengubah batu menjadi roti.

Maka menurut hemat saya, yang dipekerjakan Tuhan di divisi kesejahteraan umum, menerima Yesus berarti ikut berjuang mewujudkan kesejahteraan umum. Kalau Eropa dan AS dilanda krisis berarti sebagian umat manusia tidak sepenuhnya memahami atau menerima ajaran Yesus di atas. Bidang kesejahteraan umum menuntut partisipasi kita semua, termasuk untuk menerjemahkan artikel ini dan menyebarkan kepada orang lain. 

Semoga kehadiran Tuhan menguatkan kita untuk berbagi dan mewujudkan kesejahteraan umum dan semoga kesukaan Natal dirasakan semua orang termasuk yang paling miskin. Selamat Natal 25 Desember 2011. Semoga kita semua hidup dalam damai sejahtera dan dalam terang Tuhan.

Kamis, 15 Desember 2011

Chaos Finansial dan Hukum II Termodinamika

Dalam bukunya, Paul Ormerod mengatakan bahwa ilmu ekonomi sudah mati karena tidak bisa digunakan untuk memprediksi keadaan. Menurut hemat saya pernyataan itu kurang  tepat, yang terjadi bukan matinya ilmu ekonomi tetapi karena perekonomian mengalami chaos.

Menurut Hukum II Termodinamika Entropi sistem yang meningkat secara terus menerus akan menyebabkan chaos atau ketidakteraturan. Masuknya energi ke dalam sistem yang diikuti dengan pengeluaran energi dari dalam sistem, sehingga prosesnya reversibel, akan menyebabkan sistem stabil. Willem Hoogendijk ( Revolusi Ekonomi, Menuju Masa Depan  Berkelanjutan Melalui Pembebasan dari Pengejaran  Uang Semata, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 1996, terj. dari  The Economics Revolution: Towards a Sustainable Future by Freeing Economy from Money-making. Uitgeveroh Jan an Ariel, 1991) pernah menggunakan model  ini untuk sistem ekonomi. Saya menggunakan hukum ini dalam buku saya "Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia" 

Berikut ini saya kutipkan dari buku saya halaman 18. "Kondisi chaos terjadi karena sistem ekonomi panas sebagai akibat tidak dikeluarkannya uang atau laba dari sistem ekonomi, kalau pun dikeluarkan jumlahnya hanya sedikit dan tidak sebanding dengan masuk atau dicetaknya uang atau laba di dalam sistem ekonomi." Tabel yang menggambarkan pembayaran hutang manusia terhadap alam seperti yang saya posting beberapa minggu [http://www.satriopiningitasli.com/2011/11/pajak-pajak-yang-anti-demokrasi-ekonomi.html] lalu memperlihatkan ketidakseimbangan tersebut karena pajak dan derma yang kecil dan terutama tidak adanya daur ulang kekayaan individu.

Saya menggunakan depresi besar 1930 sebagai contoh perekonomian yang mengalami chaos. Berikut ini kutipannya:"Sebelum tahun 1920-an, ekonomi AS mengalami kemakmuran: pekerjaan gampang diperoleh, pendapatan melonjak tajam, dan harga-harga stabil. Mulai tahun 1929 segalanya berbalik menjadi jelek. Pada tahun 1929 terdapat 2,5juta penganggur, tahun 1933 meningkat menjadi 13 juta dari 51 juta orang angkatan kerja. Produksi barang dan jasa baru merosot pada tahun 1933 menjadi US $ 55 milyar dari US $ 103 milyar pada tahun 1929. Harga saham Wall Street anjlok, milyaran kekayaan pribadi lenyap, bahkan pengangguran masih bertahan 14% sampai tahun 1940-an"

Peningkatan entropi dalam sistem ekonomi kapitalistik terjadi dengan pengejaran pertumbuhan PDB itu sendiri. Kapitalisme agregat yang mengejar pertumbuhan PDB itulah yang menyebabkan sistem tidak stabil. Tulisan kecil ini sekedar mengingatkan. Seperti dalam kasus depresi besar 1930 di atas, bagusnya data pertumbuhan ekonomi sebelum krisis tidak menjamin bahwa sistem akan bebas dari krisis.

Kita perlu mewaspadai pemicu krisis bergejolak. Pemicunya mungkin tidak diduga banyak orang. Harga property yang mengalami bubble price bisa pecah menjadi krisis bergejolak. Saya tidak memiliki data yang lengkap tetapi indikasi ke arah sana bukannya tidak ada. Saya pribadi tidak tahu pasti kapan menggelembung dan pecah apakah di Indonesia atau di luar negeri. Kita semua dituntut waspada.

Kamis, 08 Desember 2011

Krisis Global. Baca Dulu, Baru Kritik

Di tengah situasi krisis hutang di negara Uni Eropa, krisis ekonomi yang masih membayangi Amerika Serikat dan kemungkinan penjalaran krisis ke seluruh dunia yang menandai krisis kapitalisme agregat maka ada baiknya kalau setiap orang mulai memikirkan dan mengimplementasikan ekonomi jalan ketiga yang merupakan jalan tengah antara kapitalisme dan komunisme. Ekonomi jalan ketiga itu benar-benar ada.

Namun demikian bila ada orang yang ingin mengkritik ekonomi jalan ketiga, saya berharap agar membaca dulu buku saya yang berjudul "Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia" terbitan Wedatama Widya Sastra. Saya berharap pengkritik membacanya dari bab awal sampai kesimpulan. Banyak hal dalam buku itu yang tidak saya share di sini.

Berikut ini informasi dari penerbit mengenai buku itu selama bulan promosi.


Silakan klik link berikut untuk terhubung dengan web Wedatama Widya Sastra:
Wedatama Kebudayaan Nusantara Sosial Politik



Kamis, 01 Desember 2011

Pembicaraan Satrio Piningit Sekitar Tahun 1999




Pada mulanya sebagaimana sebagian Anda, saya juga tidak tahu arti satrio piningit itu apa. Bahkan awalnya saya menyangka bahwa satrio piningit adalah orang yang secara diam-diam disiapkan mantan penguasa orba untuk kembali menguasai Indonesia. Tetapi suatu hari sekitar bulan Juli atau Agustus 2001 salah seorang rekan kerja saya mengatakan bahwa satrio piningit itu orang yang akan membawa Indonesia keluar dari krisis. Kata-kata itu terngiang di telinga saya, kemudian secara kebetulan saya menemukan buku berjudul "Satrio Piningit" karya Kusumo Lelono terbitan GPU Jakarta di sebuah toko buku di Pondok Indah. Dalam "pengembaraan" selanjutnya saya juga menemukan buku-buku lain baik yang bertema satrio piningit atau Ratu Adil.

Jadi, perihal satrio piningit itu sudah dibicarakan orang sejak sekitar tahun 2000, bukan baru-baru ini saja atau baru tahun 2006. Berikut ini saya tampilkan dalam sebuah foto apa yang dibicarakan orang waktu itu.

Foto pertama adalah halaman judul dan daftar isi buku karya D. Soesetro & Zein al Arief cetakan pertama Januari 1999, Penerbit Media Presindo Yogyakarta.

Buku ini bersumber dari berbagai tulisan baik tulisan yang terbit tahun 1998 maupun sebelumnya. Foto kedua dan ketiga menunjukkan daftar pustaka yang di pakai D Soesetro dan Zein al Arief (selanjutnya disebut DSZA) tersebut.



Dari daftar pustaka buku tersebut, jelas istilah satrio piningit sudah ada paling tidak sejak tahun 1998, tahun reformasi. Pada bulan Mei 1998 mahasiswa dan rakyat berjuang mengakhiri rejim lama.

Salah satu hal yang menarik dari buku ini adalah bahwa buku  DSZA tersebut memuat sebuah pendapat bahwa satrio piningit tidak harus menduduki jabatan presiden halaman 67. Pendapat tersebut yang saya pegang teguh sehingga saya menulis dan tampil di blog ini. Berikut fotonya.

Pendapat lain yang menarik adalah bahwa satrio piningit berasal dari rakyat biasa, halaman 68. Berikut ini fotonya.

Pendapat umum dalam buku DSZA tersebut adalah bahwa satrio piningit diharapkan mengatasi krisis, seperti ditulis di halama 80.



Demikian yang dibicarakan orang waktu itu. Dari semua pembicaraan atau pendapat waktu itu, satu hal yang saya pegang teguh bahwa satrio piningit tidak harus menjadi presiden. Bukankah pengetahuan juga kekuatan? Satrio piningit tidak minta dipilih menjadi presiden atau jabatan struktural lainnya. Satrio piningit HANYA minta agar orang-orang meninggalkan paradigma ekonomi lama yang neolib dan menggantinya dengan paradigma biososioekonomi yang adalah ekonomi jalan ketiga yang pancasilais. Semoga dimengerti.