Bagan tersebut bisa anda lihat di postingan saya hari ini. Saya yakin cukup banyak yang membaca bagan tersebut sehingga memengaruhi persepsi atau opini publik.
Dalam postingan kali ini saya ingin memberi catatan terhadap bagan tersebut khususnya mengenai sila ke-5 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam bagan tersebut masalah keadilan sosial hanya disebut sebagaiv masalah korupsi dan ketimpangan wilayah.
Akar ketidakadilan sosial sebenarnya bukan itu. Akar ketidakadilan sosial adalah akumulasi kekayaan pada sekelompok individu tanpa dikoreksi demokrasi ekonomi, tanpa dikoreksi biososioekonomi. Memang kelemahan media konvensional sering tidak terbuka terhadap akar ketidakadilan sosial seperti itu, tangannya terlalu lemah menulis kebenaran atau ketimpangan sebagaimana dikritik teori ekonomi makro biososioekonomi.
Teori ekonomi makro biososioekonomi sendiri saya kemas dalam buku saya yang berjudul Herucakra Society Jalan Ketiga Ekonomi Dunia. Dalam buku itu saya tidak menuntut negara menggunakan hukum positif untuk menghentikan apa yang saya sebut sebagai linierisme individu atau pewarisan kekayaan berlimpah. Namun adanya akar ketidakadilan harus disebut secara lugas. Harapan kita negara bekerja sama dengan pusat-pusat pengaruh dalam civil society untuk mendemokrasikan ekonomi dan mencegah pewarisan kekayaan berlimpah. Sementara itu negara dalam kapasitas dan wewenangnya bisa meningkatkan nisbah pajak_yang saat ini masih sangat rendah yaitu 12,3%_ dengan menyasar golongan atas terutama melalui pajak kekayaan. Kalau nisbah pajak sudah tinggi, negara seharusnya menghapus pajak yang membebani rakyat kecil. Itulah catatan kecil yang menunjukkan adanya hal yang mengoyak nilai keadilan sosial Pancasila.
Semoga catatan kecil ini bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar