Kamis, 23 Juni 2011

Moral, Keteladanan, dan Media

Kondisi bangsa yang karut-marut memang membuat kita semua prihatin. Mulai dari kasus gagalnya pemerintah melindungi WNI di Arab Saudi sampai kemerosotan moral penyelenggara negara dan sebagian anggota masyarakat yang mencuat ke permukaan sebagaimana dikemukakan oleh media massa. Kejujuran dan kerja keras dalam berproses tidak menjadi jalan yang harus ditempuh. Pragmatisme dengan mengutamakan hasil, citra, dan kenikmatan diri serta kelompok justru menjadi jalan yang sering dilalui. Dalam kondisi seperti ini kita semua harus sadar untuk memperbaiki diri, termasuk media massa juga perlu memperbaiki diri.

Mengapa media massa perlu memperbaiki diri? Suka atau tidak, media massa konvensional (cetak dan tv) masih besar pengaruhnya di masyarakat meskipun media semacam itu juga memiliki cacat bawaan yang sangat mengganggu. Media cetak (apapun merknya) adalah media yang sangat tidak interaktif dengan ruang terbatas yang mudah terjerumus kepada sikap otoriter, sementara tv sering menjadi corong kepentingan tertentu yang bukan kepentingan publik dan bukan menyangkut hajat hidup orang banyak. Kedua macam media itu sama-sama memiliki cacat bawaan dengan prinsipnya "bad news is good news" Dengan prinsip semacam itu orang yang sebelumnya adalah orang baik bisa ikut-ikutan menjadi tidak baik karena mengira semua orang atau kebanyakan orang telah menjadi tidak baik atau menggunakan jalan yang tidak baik. Padahal orang baik dan jujur juga masih ada tetapi karena tidak diberitakan maka publik tidak tahu.

Ada suatu kelompok atau komunitas yang dikelola atau dipimpin seorang manager, dimana manager itu bertanggung jawab untuk pencapaian hasil kerja keseluruhan dengan cara menjaga semangat kerja dan mengelola informasi yang beredar. Manager yang terampil dan baik dalam kelompok seperti itu tahu bahwa informasi bisa mempengaruhi kejiwaan kelompoknya dan ujung-ujungnya mempengaruhi semangat kerja orang-orang anggota kelompok itu. Kelompok atau team kerja semacam itu banyak dijumpai pada perusahaan yang menggunakan metode direct selling dalam bisnisnya. Pemasaran polis asuransi jiwa, property, ensiklopedi dan beberapa product lain biasanya menggunakan cara seperti itu dalam bisnisnya Tidak mudahnya menjual dengan cara direct selling menyebabkan perusahaan membuat suatu pelatihan bagi sales force-nya namun juga diperlukan manager atau leader yang baik untuk menunjang keberhasilan team maupun anggotanya. Salah satu "virus" yang mengancam kelangsungan prestasi team dan anggotanya adalah "virus kegagalan." Kalau ada anggota team gagal menjual kemudian banyak ngoceh mengenai kegagalannya, secaara kejiwaan, bisa mempengaruhi anggota team yang lain sehingga secara team bisa gagal mencapai target atau bahkan gagal total. Untuk mencegah kegagalan team, manager atau leader yang baik akan selalu menampilkan anggotanya yang berhasil membukukan penjualan. Anggota team yang berhasil, ditampilkan dalam rapat untuk men-share-kan pengalaman keberhasilannya dengan lika-likunya termasuk kiatnya. Dengan cara seperti itu anggota team yang lain bisa belajar dan memperbaiki diri. Sikap mau belajar dan memperbaiki diri dituntut bagi anggota team yang belum berhasil. Sementara dengan menampilkan keberhasilan anggota team, manager team menunjukkan kepada anggota lain, dalam situasi seperti ini toh ada yang sukses, kalau ada anggota yang belum berhasil tentu anggota itu harus memperbaiki diri jangan menyalahkan situasi atau orang lain. Dengan menampilkan keberhasilan anggotanya manager itu juga berarti menjaga semangat team dan mencegah "virus kegagalan" menjangkiti semua anggota teamnya.

Di dalam masyarakat umum pun ada semacam "virus kegagalan" yaitu "virus korupsi" atau "virus keburukan" yang lain yang menyebar melalui media massa. Dengan prinsip "bad news is good news," "virus" itu menyebar. Bintang mesum, koruptor, politisi kutu loncat, atau pelaku terorisme lebih terkenal dari pejuang kepentingan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak, ini akan mempengurhi mental anggota masyarakat dan mengira semua orang atau kebanyakan orang telah menjadi buruk. Bahkan mungkin ada orang yang justru menjadi buruk atau menggunakan cara-cara buruk seperti itu supaya terkenal. Di dalam komunitas direct sales "virus kegagalan" mudah dicegah penyebarannya karena ada manager yang baik dan terampil namun di dalam masyarakat umum tidak mudah mencegah penyebarannya karena pemberitaan media massa konvensional. Salah satu penyebab gagalnya reformasi adalah karena media massa konvensional tidak pernah mereformasi dirinya sendiri, pers menjadi bebas tetapi tak pernah merformasi diri dari prinsipnya "bad news is good news"

Kita prihatin dengan kurangnya keteladanan dan moral penyelenggara negara. Memang kita perlu diingatkan akan adanya realitas seperti itu, tetapi terlalu banyak menampilkan bad news seperti itu juga kurang baik. Moral dan keteladanan masih ada dalam masyarakat, hanya karena tidak ditampilkan oleh media konvensional seolah-olah tidak ada. Di dalam team direct sales, yang ditampilkan adalah yang berhasil membukukan transaksi. Anggota team yang gagal tidak ditampilkan apa pun back groundnya. Demikian juga seharusnya moral yang baik dan keteladanan bisa diambil dari anggota masyarakat untuk ditampilkan tanpa berhenti mengkritik dan menuntut penyelenggara negara memperbaiki diri.

Kalau media konvesional (cetak dan tv) tidak mereformasi diri, kita bisa mereformasinya melalui posisi dan kapasitas kita masing-masing. Media alternatif tidak selalu berprinsip "bad news is good news." Kita bisa menemukan keteladanan dan moral dari teman-teman kita di situs jejaring sosial, opini di blog, atau inspirasi dan informasi dari search engine (google, dll). Mungkin sedikit repot karena kita harus menyeleksi kredibilitas pemberi informasi, tetapi kerepotan itu perlu daripada kita menelan mentah media konvensional yang tidak reformatif. Paling tidak kita mendemokrasikan konsumsi media kita agar tidak dimonopoli media konvensional.

Marilah kita memperbaiki diri, marilah kita menjadi anggota masyarakat yang baik dan negarawan yang baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar