Senin, 23 Maret 2009

Yang Diharapkan dari Media Konvensional

Kampanye pemilu terbuka sudah berlangsung selama seminggu. Saat ini adalah kesempatan bagi pemilih untuk menimbang-nimbang pilihannya. Suka atau tidak suka, media konvenasional (baik cetak atau tv) masih banyak berpengaruh dalam pengambilan keputusan para pemilih. Dari hasil survey yang dilakukan sebuah harian nasional, lebih dari 80% pencari informasi masih menggunakan media cetak dan tv sebagai sumber informasi. Intrnet hanya sekitar 5%.

Kita semua berharap agar media konvensional memberikan pencerdasan kepada pemilih. Dan bagi kritikus media juga diharap tanggung jawabnya untuk menyampaikan kritik konstruktif baik melalui media konvensional atau media alternatif seperti blog dan facebook. Ini semua dilakukan untuk kebaikan bersama, bukan untuk memojokkan orang atau kelompok tertentu. Kalau rakyat salah pilih tentu bukan kesalahan politisi semata yang melambungkan citra dirinya melebihi realitas tetapi juga tanggung jawab kita semua terutama media konvensional.

Pengalaman kita (dan pengalaman saya) lima tahun lalu harus menjadi bahan pelajaran dan renungan. Lima tahun lalu ada dua hal yang saya sampaikan tetapi tidak pernah dimuat yaitu: pertama, mengenai kesejahteraan rakyat melalui biososioekonomi (bioekonomi). Kedua yang berkaitan dengan satrio piningit, sahyu keprabon, dan desakralisasi jabatan Presiden RI.

Mengenai kesejahteraan rakyat, lima tahun lalu saya sudah menyampaikan pentingnya biososioekonomi dan keyakinan saya dengan metode berpikir bioekonomi. Postingan saya yang akan datang mungkin akan saya isi dengan tulisan saya lima tahun lalu di bawah label: Biososioekonomi Tahun 2002-2004. Berikut ini saya kutipkan pendapat saya enam tahun lalu yang tidak dimuat media cetak. Dalam tulisan saya yang berjudul:"Perang Irak Menurut Paradigma Baru Jalan Ketiga" (ditulis 28/03/2003) saya sampaikan:"Selain itu alasan lain yang mungkin tak terkatakan dalam serangan AS ke Irak, seperti diungkapkan J Sudradjat Djiwandono (Kompas14/03/03) adalah kondisi AS yang sedang tertekan. Hal ini bukan mustahil, pembelian dollar AS besar-besaran pada saat krisis Asia 1997 sebenarnya bukan menunjukkan indikasi bahwa ekonomi AS dan mata uangnya sangat kokoh. Menurut ramalan bioekonomi kejadian itu justru menyebabkan ekonomi AS mendekati chaos karena overheated dimana tingkat laba jatuh dan terjadi zero sum game, keuntungan yang satu diperoleh karena kerugian pihak lain. AS ingin mempertahankan nilai dollarnya". Tulisan ini saya kumpulkan bersama tulisan saya yang lain, saya fotocopy, dan saya jilid dan diberi judul "Wahyu untuk Rakyat". Beberapa orang telah diberi hard copy-nya dalam kurun waktu antara 2005-2006. Siapa saja yang saya kirimi copy "Wahyu untuk Rakyat" itu dapat dibaca dalam postingan saya sebelumnya yang berjudul "Wahyu Keprabon" di blog ini.

Sementara itu mengenai wahyu keprabon atau satrio piningit juga sudah saya tulis 5-6 tahun lalu. Pada intinya saya mohon agar masalah itu tidak dikaitkan dengan jabatan Presiden RI apalagi kalau dikaitkan dengan pergantian presiden yang tidak normal. Seorang presiden (calon presiden) sama seperti seorang manager atau direktur yang taat azas manajemen yang baik serta taat konstiutsi. Dalam situasi krisis global seperti sekarang ini seorang presiden tidak dituntut bekerja sendiri. Ia harus bisa bekerja sama dengan pusat-pusat pengaruh dalam civil society baik lokal maupun global untuk menyejahterakan rakyat, tidak sekedar mengandalkan otoritas fiskal.

Marilah kita bersama-sama memberi pencerdasan kepada publik dan saling mengoreksi bila ada yang khilaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar