Minggu, 01 Februari 2009

Satrio Piningit "Menyanyi": Kisah Sedih Saya

Inilah kisah sedih saya dua tahun lalu yang perlu diketahui publik. Waktu itu menjelang akhir tahun 2006 saya melihat pengumuman yang disampaikan Panitia Lomba "Karya Tulis 2025" yang diselenggarakan BI (Bank Indonesia). Dalam pengumuman yang ditayangkan situs resmi BI itu dberitahukan kepada peserta lomba bahwa pengumuman pemenang lomba ditunda samapai paling lambat akhir Januari 2007. Saya sebagai peserta lomba tentu agak kecewa.

Saya tidak tahu persis, apa sebenarnya yang terjadi antara BI dan Pemerintah. Rencana awalnya pengumuman pemenang lomba akan diberitahukan akhir Desember 2006 dan para pemenang akan diundang dalam sebuah government gathering di Bali akhir tahun itu juga. Kemudian saya mendengar kabar bahwa pidato akhir tahun Presiden SBY juga ditunda sampai akhir Januari 2007.

Tahun 2006 adalah tahun yang sangat berat bagi saya. Kenaikan harga BBM mulai akhir Oktober 2005 selain meningkatkan harga pangan juga biaya transportasi. Mobilitas saya menjadi terbatas. Satu-persatu rekan marketing di kantor saya keluar. Ini tentu melemahkan jejaring antar marketing sehingga kemungkinan closing (transaksi) juga menurun. Itu juga berarti pemasukan saya sebagai marketing associate dari kantor property agent juga berkurang. Penghematan biaya hidup terus saya lakukan. Sehari jatah makan saya maksimum hanya Rp10.000,- Pagi empat ribu, siang lima ribu, dan malam seribu rupiah saya belikan biscuit. Kondisi seperti itu terjadi selama berbulan-bulan.

Sudah lebih dari sepuluh tahun saya bekerja sebagai salesman yang hidup dari komisi. Mula-mula sebagai agen asuransi jiwa kemudian sebagai marketing asociate dari sebuah kantor property agent. Pekerjaan seperti itulah yang bisa menghidupi saya selama ini. Bisa mandiri, bisa kost di Jakarta dan bisa memiliki handphone. Saya termasuk agen asuransi jiwa di lingkungan kantor saya yang pertama memiliki hp. Sudah sejak tahun 1996 saya sudah mempunyai hp ketika belum banyak orang memilikinya. Tetapi kondisi tahun 2006 itu benar-benar berat bagi hidup saya. Amat sangat berat.

Penghasilan saya dari menulis tidak banyak. Total hanya Rp 2.000.000,- Sebanyak Rp1.000.000,- dari memberikan seminar di PUSTEP-UGM dan Rp 1.000.000,- dari hasil masuk babak final lomba karya tulis pengentasan kemiskinan yang dislenggarakan LP3ES dan Yayasan Damandiri. Tulisan saya mengenai biososioekonomi yang saya kirimkan ke koran tidak pernah dimuat. Ternyata meskipun saya telah menyeminarkan teori biososioekonomi ( 2 Nov 2004) tidak ada koran yang memuatnya. Padahal untuk membuat tulisan itu perlu waktu, tenaga, dan biaya. Biaya rental komputer, biaya membeli buku-buku dan sebagainya. Benar bahwa menghasilkan uang atau tidak, saya tetap menggeluti teori rumusan saya. Tetapi saya kan bukan pegawai yang memiliki penghasilan tetap. Justru kalau saya pegawai tidak mungkin bisa menghasilkan pemikiran yang revolusioner seperti itu.

Maka pengumuman pemenang lomba "Karya Tulis 2025" itu pun saya tunggu dengan harap-harap cemas. Tidak usah juara tiga, masuk nominasi pun sudah bisa menyelamatkan ekonomi saya yang sudah dalam kondisi parah. Tetapi saya juga menyiapkan alternatif lain kalau seandainya saya tidak masuk nominasi lomba itu.

Ternyata yang terburuk yang terjadi. Nama saya tidak tercantum sebagai peserta yang minimal masuk nominasi. Uang saya sudah hampir habis, saya tidak bisa kost di Jakarta. Ini yang terberat dalam hidup saya. Selama lebih dari sepuluh tahun saya hidup di Jakarta (kost di Cipete) sebagai salesman, tidak pernah hidup saya seberat akhir Januari 2007 itu.

Sebelumnya saya sudah menghubungi Pak Anton kenalan saya di Cipete untuk menjual TV saya. Saya kemukakan terus terang kesulitan saya. Ternyata beliau sangat baik dan dermawan yang mau membantu kesulitan saya. Karena Pak Anton hanya mau membantu tetapi tidak mau TV-nya maka TV itu saya berikan pada kenalan baik saya, Syamsul, seorang pegawai toko di Jl Cipete Raya.

Demikianlah setelah banjir besar menghantam Jakarta dan kantor BI awal Februari 2007 itu, saya berkemas-kemas meninggalkan tempat kost saya di Kramat Batu. Kepada Bu Totok, ibu kost saya, saya tidak terus terang bahwa saya kehabisan uang. Saya katakan kepadanya bahwa untuk sementara saya tidak bertugas di Jakarta.

Tumpukan kliping koran, buku-buku, dan berkas-berkas saya, yang telah saya kemas ke dalam karton bekas aqua, saya angkat satu persatu ke atas taksi yang membawa saya ke Bogor untuk menumpang di tempat adik perempuan saya, Ning. Kehidupasn saya setback lagi seperti seorang mahasiswa. Saya secara fisik terisolir dengan teman-teman muda saya di Jakarta. Agenda pribadi saya untuk mendekati salah seorang di antaranya pun berantakan....

Memang sejak Juli 2008 saya sudah bisa kost lagi di Jakarta. Bisa menulis di blog ini sehingga mulai banyak orang tahu apa itu teori biososioekonomi. Teori biososioekonomi itu ditemukan dan diperjuangkan bukan dari lembaga penelitian mewah seperti sebuah menara gading. Tetapi dari tengah masyarakat dengan cucuran keringat, tetesan air mata, dan menghadapi penindasan oleh paradigma neoliberalistik. Dimana teori yang neoliberalistik itu saat ini sudah terbukti gagal.








1 komentar:

  1. jika anda ingin tahu satrio piningit yang sesungguhnya ini alamat nya
    http://brahma-kumbara1111.blogspot.com/

    BalasHapus