Jumat, 19 November 2010

Fransiskus Asisi dan Ramawijaya, Dua Orang Muda yang Merdeka dan Bersahaja

Seperti saya janjikan beberapa waktu lalu maka mulai hari ini saya posting beberapa tulisan saya yang terkumpul dalm naskah:"Suara Alam: Menemukan Jalan ke Tanah Terjanji, Menuju Kapitalisme Tanpa Darwinisme." Tulisan-tulisan tersebut saya buat pada akhir Desember 2001 (Kata Pengantar-nya tertulis 1 Januari 2002 setelah semua tulisan selesai saya ketik). Total ada 17 tulisan lepas dibuat dalam kurun waktu kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan. Perlu diketahui pada masa itu saya belum banyak membaca buku-buku referensi seperti Open Society-nya Popper, Third Way-nya Anthony Giddens atau yang lain. Tulisan dibuat berdasarkan refleksi, membaca surat kabar, apa yang teringat di otak dan tentunya dari penglaman hidup saya setelah jobless akhir Februari 1993. Tulisan-tulisan itu dibuat dengan bahasa sederhana tanpa pengutipan dari buku teks. Tahun 2002 ternyata menjadi tahun yang istimewa bagi saya, meskipun naskah saya tidak ada yang menerbitkan tetapi pada tahun itu khusunya pada tanggal 4 Juli 2002 dimana pada tanggal itu saya menemukan jati diri saya dan meyakini memperoleh wahyu keprabon dengan berhasil membaca sandi RA Parjinah itu sebagai R Hani Japar.

Inilah salah satu tulisan saya, saya posting dengan cara mengetikkannya kembali huruf demi huruf. Selamat membaca.


Ada dua orang tokoh yaitu Fransiskus Assisi dan Ramawijaya yang memiliki kemiripan namun juga perbedaan. Perbedaan yang jelas antara keduanya adalah bahwa yang satu adalah tokoh nyata yang pernah hidup di bumi ini sedangkan yang lainnya hanya ada dalam dongeng yaitu dalam epik Ramayana karya Walmiki. Perbedaan yang lain adalah bahwa yang satu dari Eropa dan yang lain dari Asia.

Fransiskus Assisi adalah anak seorang pedagang kaya dari kota Assisi Italia yang hidup pada abad ke-12-13. Sewaktu masih muda, seperti halnya anak muda lain apalagi anak orang kaya, Fransiskus suka berpesta pora dan berfoya-foya. Namun suatu peristiwa telah mengubah jalan hidupnya. Dia tinggalkan semua kemewahan dan kenikmatan duniawi untuk hidup membiara. Ordo Fransiskan yang didirikannya memiliki ciri khas semangat kemiskinan yang luar biasa dan mengagumkan.

Di dalam Ramayana diceriterakan bahwa Ramawijaya sebagai pengantin baru bersedia membuang diri ke hutan dan tidak berambisi untuk mewarisi (menduduki-pen) tahta Ayodya. Demikianlah Rama dan Sinta hidup sederhana dan menjadi orang biasa di hutan yang hanya ditemani oleh Laksamana, adik Rama. Mereka hidup di hutan dengan segala kesederhanaan, kesunyian, kegelapan, marabahaya, dan segala resikonya. Ketika Sinta diculik oleh Rahwana dan dilarikan ke Alengka memang seolah-olah dunia seperti runtuh. Namun pantang bagi Rama untuk berputus asa atau kembali ke istana meminta bantuan bala tentara Ayodya, warisan ayahnya.

Dengan segala ketekunan, keuletan, dan kerja keras akhirnya Rama berhasil menghimpun the winning team-nya yang terdiri dari Hanoman, Sugriwa dengan hulubalang dan bala tentaranya, Jembawan serta Wibisana. Semuanya merupakan hasil kerja keras Rama tanpa warisan orang tuanya. Satu-satunya yang merupakan "warisan" dari orang tuanya hanyalah Laksamana yang masih tetap setia mengikuti Rama. Kerja keras tim tersebut akhirnya mampu membebaskan Sinta dan menaklukkan Alengka.

Kedua anak muda tersebut Fransiskus Assisi dan Ramawijaya merupakan contoh anak muda yang berjiwa merdeka dan bersahaja yang tidak banyak tergantung pada warisan atau nama besar orang tua mereka. Meskipun keduanya memilih jalan hidup yang berbeda, Fransiskus sebagai biarawan dan Rama hidup berkeluarga sebagai ksatria, tetapi semangat untuk mandiri sangat dihargai dan dikagumi.

Di Eropa orang muda seperti Fransiskus Assisi sangatlah banyak jumlahnya. Beberapa di antaranya tercatat sebagai santa atau santo dalam tradisi Katolik, sementara tidak terhitung yang menjadi biarawan atau biarawati yang biasa-biasa saja. Dilahirkan sebagai anak orang kaya bukan suatu halangan untuk memenuhi panggilan hidup membiara.

Sikap hidup seperti yang diperlihatkan oleh Fransiskus Assisi dan Ramawijaya adalah suatu sikap yang diperlukan oleh umat manusia jaman ini untuk mengoreksi pengelolaan kekayaan secara total yaitu dengan memenuhi panggilan dan kehendak Tuhan untuk mengembalikan talenta beserta pengembangannya kepada Tuhan. Kemudian didaur ulang dan diredistribusikan kepada yang berhak yaitu semua anak-anak, orang yang kalah dalam persaingan, orang yang terkena musibah, serta orang yang menekuni profesi non bisnis. Dengan demikian Injil benar-benar menjadi Kabar Gembira bagi semua orang baik yang percaya atau tidak. Mukjizat penebusan benar-benar membebaskan manusia dari belenggu ketidakadilan sosial maupun kemiskinan yang diwariskan turun-temurun.

Jakarta, akhir Desember 2001

Demikian salah satu tulisan saya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar