Selasa, 13 Juli 2010

Kapitalisme Individu, Perusahaan, dan Negara

Kapitalisme bertujuan mengakumulasi kapital dengan mencari laba. Ideologi ini telah banyak mendapat kritik. Agar kita tidak menggebyah uyah atau menyamaratakan kapitalisme, maka dalam postingan ringan dan sederhana ini dipaparkan aneka macam kapitalisme. Ada kapitalisme yang tidak bisa ditolerir sama sekali. Tetapi ada juga kapitalisme yang tidak bisa dihindari dan harus diterima.

Saya menyebut beberapa bentuk kapitalisme dari sisi pelakunya yaitu individu, perusahaan, atau negara. Kapitalisme individu dilakukan oleh perorangan atau rumah tangga untuk meningkatkan taraf hidup agar menjadi lebih baik. Sementara itu kapitalisme perusahaan dilakukan oleh perusahaan berbadan hukum. Negara kapitalis membebaskan warga negaranya baik perorangan atau badan usaha untuk beroperasi memperoleh laba dan mengakumulasikan kapital. Namun apa yang saya maksud dengan kapitalisme negara agak berbeda dengan istilah negara kapitalis. Kapitalisme negara adalah kapitalisme yang dilakukan negara.

Beberapa tindakan yang dilakukan dalam kapitalisme negara bisa saya sebutkan di sini. Menyimpan dana pemerintah pusat atau daerah dalam bentuk SBI (Sertifikat Bank Indonesia) adalah salah satu bentuk kapitalisme negara. SBI sebenarnya instrumen pengetatan moneter untuk mencegah inflasi atau penurunan nilai mata uang dengan mengurangi jumlah uang beredar. Kalau pemerintah mau membantu bank sentral melakukan pengetatan moneter dia bisa meminjamkan dananya tanpa bunga kepada bank sentral, selanjutnya bank sentral bisa memasukkan dana itu ke brankas. Atau kalau pemerintah bertujuan meningkatkan pendapatannya maka yang dilakukan adalah meningkatkan pajak bukan dengan cara membungakan dananya melalui instrumen SBI.

Demikian juga dengan apa yang dilakukan pemerintah suatu negara yang meminjamkan dananya kepada negara lain untuk memperoleh bunga. Biasanaya melalui lembaga seperti IMF dan World Bank. Selain mendapat bunga kadang-kadang cara ini juga disertai tekanan agar negara yang diberi pinjaman membuka investasinya untuk modal asing. Bunga dan laba yang diperoleh diperhitungkan dalam mata uang negara peminjam sehingga kegiatan ini bisa juga memperkuat mata uang negara peminjam karena bisa meningkatkan permintaan mata uang negara peminjam. Demikian juga kegiatan yang berupa pembelian obligasi negara luar dengan dana pemerintah sebuah negara. Itulah kegiatan yang dilakukan dalam kapitalisme negara.

Negara adalah institusi publik, tidak seharusnya ia membayar bunga atas pinjamannya karena hal itu pada gilirannya akan merugikan publik atau rakyat kecil. Menempatkan dana pemerintah pada SBI juga merugikan publik. Itulah beberapa kegiatan yang dilakukan dalam kapitalisme negara. Kapitalisme negara tidak bisa ditolerir karena ujung-ujungnya merugikan publik atau membebani publik.

Perusahaan adalah institusi bisnis yang memang beroperasi untuk mendapatkan laba. Namun demikian juga perlu diingat agar laba yang diperoleh tidak membebani publik. Oleh karena itu beberapa kegiatan perlu dikritik seperti pembelian obligasi negara atau penempatan dana di SBI. Kalau suatu pemerintahan kekurangan pemasukan, tidak seharusnya ditutup dengah hutang baik hutang dalam bentuk obligasi atau dari lembaga keuangan dunia.

Kapitalisme individu seharusnya tetap ditempatkan pada konteks keseluruhan manusia yang tidak hanya sebagai homo economicus tetapi juga homo socius. Rakyat kecil yang mampu meningkatkan aset pribadinya dari Rp 10.000.000,- menjadi Rp 23.000.000,- karena usaha dagangnya berhasil, jangan buru-buru dikritik sebagai kapitalis jahat hanya karena prosentase kenaikan asetnya mencengangkan. Sementara itu orang kaya yang kekayaannya bertambah hanya 20% jangan diluputkan dari kritik kalau nominal pertambahan kekayaannnya itu adalah Rp 10.000.000.000,- misalnya. Apalagi kalau orang kaya tadi adalah orang kaya dari warisan.
Dalam realitas sehari-hari memang kadang memprihatinkan di mana rakyat kecil ditekan-tekan, digusur usahanya sementara yang kaya dibiarkan saja mengemplang pajak. Tekanan bagi rakyat kadang tidak berhenti di situ. Lebih celaka lagi kalau ia di dalam rumah-rumah ibadah juga dikritik oleh kotbah-kotbah yang tidak tepat di mana yang kecil dikecam hanya karena prosentase peningkatan kekayaannya mencengangkan sementara yang kaya luput dari kritik atau kecaman. Kapitalisme individu adalah keniscayaan yang sebaiknya diterima karena ia juga turut meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil. Dalam teori ekonomi makro biososioekonomi dikenal daur ulang kekayaan individu di mana kapitalisme individu tetap ditempatkan dalam konteksnya yaitu manusia yang tidak hanya homo economicus tetapi juga homo socius.

Baik kapitalisme individu atau kapitalisme perusahaan seharusnya tidak merugikan atau membebani institusi publik seperti pemerintah atau bank sentral Penempatan dana di SBI atau pembelian obligasi pemerintah bisa membebani institusi publik itu. Kalau publik (pemerintah dan masyarakat) kekurangan dana tidak seharusnya ditutup dengan hutang tetapi dengan meningkatkan pajak dan memulai daur ulang kekayaan individu seperti direkomendasikan teori ekonomi makro biososioekonomi. Demikian juga pengetatan moneter yang direkomendasikan teori ekonomi makro biososioekonomi adalah melalui mekanisme hibah (sebagian kekayaan daur ulang dihibahkan kepada bank sentral). Pengetatan moneter dengan iming-iming bunga SBI akan membebani institusi publik yang ujung-ujungnya membebani rakyat kecil.

Selain itu ada juga bentuk kapitalisme yang merupakan kombinasi dari bentuk-bentuk di atas yaitu kapitalisme agregat. Aktivitas kapitalisme agregat adalah meningkatkan atau menggenjot PDB (produk domestik bruto) agar PDB selalu tumbuh. Kapitalisme ini membebani alam dan bisa merusak lingkungan. Dalam perekonomian yang sehat dan seimbang dengan alam, PDB tidak harus tumbuh sebagaimana direkomendasikan teori ekonomi makro biososioekonomi. Kapitalisme agregat tidak bisa ditolerir.

Demikian tulisan sederhana ini, semoga bisa sedikit membuka wawasan dan bisa memulai membangun paradigma baru sesuai biososioekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar